"Mami, tidak jadi ke bawah?" tanya Elena.
"Elena, kau baik-baik saja? Apa kabar?"
Elena tersentak kaget, ia langsung duduk dan merapikan pakaiannya yang sempat berantakan.
"Kau?!"
"Iya, El. Aku di sini, maafkan aku."
"Bagaimana kau bisa masuk ke kamar ini? Ini kamar Omaku."
"Omamu tidur di kamar sebelah. Ini kamarku."
"Tapi..."
Elena menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Dody pun melangkah mendekat dan duduk di samping Elena.
"Mas, antarkan aku keluar. Kalau Papi dan Mami ku tau, kau pasti akan mendapatkan masalah."
"Mereka tau, dan mereka mengizinkan. Karena aku ingin bicara padamu."
"Mas, aku sudah mengatakan kepadamu untuk tidak pernah menghubungi diriku. Kenapa sekarang kau ingkari janjimu, Mas?"
"Aku memang berjanji padamu. Tapi, aku tidak bisa diam mendengarmu terus meratapi nasib dan meratapi segala yang telah terjadi."
"Apa kau tidak bisa mencari wanita yang lain, Mas? Aku ini sudah kotor dan tidak layak lagi untuk dirimu. Lagi pula, jika nanti anak ini lahir kau hanya akan menikah dengan seorang wanita yang sudah memiliki anak. Sementara kau masih perjaka, kan? Apa kata orang nanti?"
"Aku tidak peduli apa kata orang, Elena. Aku toh tidak meminta makan pada mereka. Aku hidup dengan uangku sendiri, tidak meminta pada orang lain. Apa yang membicarakan tentang kita itu menyokong kehidupan kita? Tidak Elena. Jawabannya tidak. Jadi, buat apa aku mendengar setiap ucapan miring dari orang lain tentang kita?"
Elena mulai terisak, sungguh ia masih sangat mencintai Dody. Tapi, dengan kondisinya yang seperti ini membuat dirinya sendiri merasa jijik.
"Aku sudah kotor, Mas. Mungkin kau sendiri akan merasa jijik jika menyentuhku dan melihatku. Aku ini bekas orang lain."
"Itu hanya pikiranmu sendiri Elena. Apa kau pernah berpikir dari sudut pandang dan perasaanku?"
Perlahan Dody meraih Elena dan berusaha memeluk wanita cantik itu ke dalam pelukannya. Namun, Elena berusaha memberontak, tiba-tiba Elena merasa seperti kembali ke malam naas itu. Malam itu Elena samar mengingat bagaimana Mike memaksa tubuhnya yang lemah karena dalam pengaruh minuman keras. Keringat dingin mulai mengalir di dahi Elena. Samar ia bukan melihat Dody, tapi Mike. Dengan keras ia berusaha untuk mendorong tubuh Dody, "Jangaaaan! Sakit Mike, sakit, aku tidak mau, jangan aku mohon!" jerit Elena. Ia merasa yang di hadapannya saat ini bukanlah Dody.
Dody yang sudah siap dengan kondisi seperti ini dengan kuat membawa Elena ke dalam pelukannya. Membiarkan gadis itu berteriak dalam pelukannya, setelah beberapa saat, tenaga Elena mulai melemah, ia pun membelai rambut Elena dengan lembut.
"Aku bukan Mike, El. Lihat aku baik-baik, aku ini Dody."
Dody mengangkat dagu Elena dan membiarkan gadis itu menatapnya, setelah itu perlahan Dody menempelkan bibirnya ke bibir Elena yang ranum dan mulai menikmati bibir wanita yang ia cintai itu dengan penuh perasaan.
Elena yang awalnya hanya diam mulai merasakan kehangatan kasih yang di lakukan Dody kepadanya melalui bibirnya. Kesadarannya pun mulai kembali, dan ia mulai membalas perlahan kecupan bibir Dody. Tanpa mereka sadari, mereka sudah berbaring di atas ranjang, dan tangan Elena pun membalas pelukannya hangat Dody. Sampai pada akhirnya, Dody yang merasa ada sesuatu yang terbangun dari dirinya menghentikan kecupan- kecupannya.
Dengan napas tersengal-sengal Elena pun menatap Dody.
"Kenapa,Mas?" tanyanya.
"Belum saatnya, Elena sayang."
"Tapi, bukankan aku tidak suci lagi? Kau tidak perlu takut untuk melakukannya," kata Elena. Dody tersenyum dan membelai rambut Elena perlahan.
"Justru karena di mataku kau ini masih suci hingga aku merasa bersalah jika aku harus mereguk madumu malam ini. Aku akan menyentuhmu nanti setelah kita halal menjadi suami istri."
"Lalu, kenapa kau tadi melakukan itu? Kau sengaja menyentuhku dan..."
"Elena, saat seseorang trauma berada di tempat gelap, maka cara untuk menyembuhkannya adalah membawanya ke tempat yang gelap dan memastikan kepadanya bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dalam kegelapan. Dan, aku melakukan hal tadi kepadamu, karena kau trauma dengan kejadian itu. Satu-satunya cara untuk membuatmu sadar bahwa setelah itu tidak ada yang perlu ditakutkan adalah menciptakan suasana yang hampir sama dengan malam itu. Dan, tadi berhasil, kan? Kau menjerit dan memberontak, bahkan sempat melihat aku adalah Mike. Tapi, kemudian kau mulai rileks dan menikmatinya. Artinya aku perlahan sudah membawamu keluar dari trauma itu."
Tangis Elena pecah seketika, ia memeluk Dody dengan erat.
"Kau ini, Mas. Jika kau melakukan itu sekalipun tidak akan ada yang tau. Tapi, kau memilih untuk menghentikannya, meskipun aku tau kau saat ini pasti sedang menahan mati-matian."
"Karena aku tidak mau menodai cintaku kepadamu dengan perbuatan yang salah, Elena. Sekarang, bagaimana perasaanmu?" tanya Dody.
"Aku merasa jauh lebih baik, Mas. Dan, aku merasakan kelegaan. Entah kenapa, tubuhku pun menjadi rileks."
"Syukurlah kalau begitu. Nah, sekarang kau tidurlah Ele. Aku mandi dulu ya," kata Dody. Elena pun mengangguk dan ia tak kuasa untuk tertawa terbahak-bahak saat lihat 'sesuatu' yang tampak tegang. Dody yang merasa tertangkap basah langsung salah tingkah dan cepat- cepat berlari ke kamar mandi. Setidaknya ia harus membuat adik kecilnya kembali tertidur.
Sementara Elena hanya menggelengkan kepalanya masih terkikik geli. Ia pun menarik selimut dan kembali berbaring, hanya dalam beberapa menit Elena tertidur dengan begitu pulas. Setelah sekian bulan lamanya ia tidak bisa tertawa, dan tidak bisa merasakan nyaman. Namun, siang ini ia dapat kembali tertawa dan merasakan kelegaan yang luar biasa.
Saat keluar dari kamar mandi Dody tersenyum, ia melihat Elena tersenyum dalam tidurnya. Tak ingin mengganggu,Dody pun perlahan membaringkan tubuhnya di sofa dan tanpa sadar ia pun ikut tertidur dengan pulas.
Entah berapa lama keduanya tertidur, hingga akhirnya terdengar bel di pintu kamar berbunyi. Dody pun segera melangkah dan membuka pintu. Ternyata Zalina dan Arjuna sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan penasaran.
"Kalian tidak berbuat apa-apa, kan?" tanya Zalina to the point.
"Kami hanya tidur, Tante."
"TIDUR?!"
"Tidur dalam arti sesungguhnya, Tante. Elena tidur di ranjang, dan saya tadi ketiduran di sofa."
Zalina langsung menerobos masuk, dan ia lega saat melihat Elena tidur dengan pulas bahkan seulas senyum menghiasi bibirnya. Sesuatu yang sudah lama sekali tidak Zalina lihat. Ia pun mengembuskan napas lega
"Maaf, Tante pikir kalian sudah melewati batas."
"Saya tetap memegang janji saya, Tante."
"Hasilnya?"
"Elena tidur dengan pulas setelah berteriak dan menangis."
Merasa banyak orang yang bercakap-cakap, perlahan Elena pun membuka matanya dan ia kaget saat melihat Zalina dan Arjuna di kamar itu.
"Papi, Mami, aku..."
"Kau tidur pulas sekali, Nak. Kau merasakan jauh lebih baik?" tanya Zalina.
"Iya, Mami."
"Mau pulang sekarang? Hari sudah sore. Tante Arasy dan Om Aruga sudah menunggu di rumah bersama Arlina dan Krisna."
"Iya, Mami."
"Nak Dody, ikut ya, kita makan malam bersama."
"Iya Om, Tante."
Zalina pun perlahan membantu Elena untuk duduk di kursi roda nya. Dan, Dody pun dengan sigap langsung mendorong kursi roda Elena. Mereka pun langsung keluar kamar, tak lupa menjemput Khanza di kamarnya. Namun, saat mereka melewati lobby hotel, seseorang yang tidak pernah ingin mereka temui tampak berjalan ke arah mereka.
**