Aslan tidak bisa membayangkan setiap harinya ia harus menjadi babysitter. Hari ini rasanya sudah sangat cukup. Aslan tidak akan lagi menerima permintaan Howland untuk menjaga adiknya.
Setelah Howland tiba nanti, Aslan akan menyegerakan pestanya agar sang putri bisa bergegas kembali ke istana. Aslan butuh istirahat dari semua ini.
"Bagaimana? Apakah kau mau menikah denganku?" tanya Rosie sekali lagi karena lagi-lagi Aslan kembali melamun.
"Tidak bisa, Yang Mulia. Dengan segala hormat saya tidak bisa menerima lamaran Anda."
"Kenapa? Aslan, jika kau menikah denganku, aku berjanji akan membuat setiap harimu bahagia."
Aslan sangat meragukan hal itu.
"Selain itu, aku juga akan menjadi istri yang baik dan selalu menyayangimu. Kau ingin anak berapa? Satu? Dua atau tiga? Aku bisa memberikannya padamu."
"Sebagai bentuk penghargaan terhadap Anda, saya akan berpura-pura tidak mendengarkan hal itu."
"Tapi aku serius, Aslan! "
"Saya juga serius."
Rosie mengembangkan kedua pipinya merasa kesal. Rosie sudah lelah menjadi perempuan yang selalu menyimpan perasaannya seperti di kehidupannya yang sebelumnya.
Jika ia kembali memendam perasannya, mungkin saja Aslan akan lebih dulu jatuh cinta kepada Savannah dan alur cerita kembali berjalan seperti plot sedia kala.
Rosie tidak bisa membiarkan itu. Ia harus lebih terus terang kepada pria itu tentang perasaannya.
"Duke Aslan, apakah kau pernah merasakan jatuh cinta pandangan pertama?"
Pria itu menggeleng.
"Kau tidak ingin mencoba untuk jatuh cinta kepadaku?" tanya Rosie lembut sambil memandangi sisi wajah pria itu.
Tidak ada lagi ekspresi keras seperti yang Rosie lihat saat mereka meninggalkan restoran tadi. Pria itu masih setia dengan ekspresi datarnya, membuat Rosie tersenyum.
Aslan tidak tahu harus menjawab apa tanpa harus melukai perasaan sang putri.
"Untuk saat ini saya masih belum memiliki rencana apa pun terkait hal itu."
Rosie memajukan bibirnya cemberut.
"Sangat disayangkan. Aku rasa aku mulai jatuh cinta kepadamu," jawab Rosie yang merasa sedih karena secara tidak langsung dirinya telah ditolak oleh sang Duke.
Aslan sang terkejut mendengarnya. Ia bahkan menghentikan langkahnya untuk memproses ucapan Rosie barusan. Pria itu mengerutkan keningnya merasa bingung karena bagaimana bisa sang putri bisa jatuh cinta kepadanya di saat ia tidak melakukan apa pun yang layak untuk dicintai.
Aslan tidak pernah bertemu dengan Rosie sebelumnya. Meski pun gadis itu adalah adik dari Howland sekali pun dan Aslan beberapa tahun menjadi ksatria istana tetapi ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk berbicara dengan sang putri.
Mungkin dulu beberapa kali, Aslan pernah melihat sang putri dari kejauhan. Aslan juga hanya mengenal Rosie dari cerita-cerita Howland yang terdengar sangat menyayangi adiknya itu.
Hari ini menjadi sebuah kejutan besar bagi Aslan. Ekspektasi pria itu adalah sang putri memiliki karakter yang tenang, anggun dan lemah lembut. Namun siapa disangka seorang putri kerajaan bersikap sembarangan seperti Rosie ini?
Lalu melamar seorang pria yang tak ia kenal juga adalah tindakan gila.
"Mari tidak lagi membicarakan hal ini."
Rosie mengangguk singkat kemudian mengistirahatkan dagunya di pundak Aslan. Angin malam berhembus membuat rambut merah mudanya ikut berkibas sedikit. Suasana menjadi lebih romantis saat awan yang menutupi cahaya bulan mulai menghilang sehingga membuat bulan bersinar sangat terang.
Tanpa lelah, Aslan menggendong Rosie yang kekenyangan menembus hutan menuju kastilnya. Mereka juga sudah melewati danau yang mereka kunjungi sebentar sebelumnya.
Rosie tak pernah lelah untuk membuat Aslan berbicara. Meskipun hasilnya hanya jawaban demi jawaban singkat, itu lebih baik dari pada mereka harus berdiam-diaman di suasana malam yang sangat hening itu.
Suasana itu membuatnya mulai mengantuk, sementara jarak menuju kastil masih cukup jauh untuk berjalan kaki. Untuk menghilangkan kantuknya, Rosie mengulurkan tangannya untuk menyentuh ujung bibir pria itu. Rosie menarik kedua ujung bibir Aslan untuk membentuk sebuah senyuman.
"Yang Mulia?" panggil Aslan yang tidak nyaman Rosie menarik kedua ujung bibirnya.
"Duke Aslan, Anda harus lebih sering tersenyum. Anda sangat tampan," ujar Rosie yang kemudian menguap dan memilih berhenti menggoda pria itu.
Ia pun menenggelamkan wajahnya pada pundak Aslan dan mulai tertidur.
***
Aslan tidak terlalu memperdulikan komentar Rosie yang terakhir. Jarang ada yang memanggilnya tampan jadi Aslan anggap gadis itu hanya membual seperti biasanya.
Entah kenapa tiba-tiba hatinya menjadi terasa berat. Aslan tidak pandai menerima pujian. Hal itu selalu membuat dirinya bertanya-tanya apakah memang seperti itu?
Aslan jarang mendapatkan perhatian. Dirinya bukanlah siapa-siapa sampai ia mengenal keluarga Villiers. Aslan hanyalah anak angkat, jadi ia tidak memiliki kekuatan magis spesial seperti keluarga Montgomery yang sesungguhnya.
Dan setelah Aslan menjadi teman dekat Howland pun, Aslan selalu berada di balik bayangan Howland. Howland selalu dapat menarik perhatian banyak orang dengan cara yang unik. Pria itu terasa seakan-akan bersinar dengan caranya sendiri.
Aslan baru mendapatkan perhatiannya sendiri saat ia dikukuhkan sebagai seorang ksatria tinggi dan juga saat keluarga kerajaan menujuknya untuk menguasai wilayah ini.
Aslan kembali menghela nafas panjang. Ia tidak benar-benar memikirkan hal ini sebelumnya. Ia tidak suka saat Rosie mengusik dirinya sepertinya ini. Ia menoleh ke samping dan menemukan Roise yang sudah tertidur lelap di pundaknya.
Di sisa perjalanannya, Aslan hanya diam dan berharap kastilnya segera terlihat.
Sesampainya di kastil, Aslan berhenti di depan kamar sang putri. Ia tak tahu harus bagaimana sekarang. Apakah ia harus memasukkan gadis itu ke kamarnya atau membangunkannya agar masuk ke dalam kamarnya sendiri?
Aslan tidak ingin kejadian kemarin malam terulang.
"Aslan, bisa kah kau membawaku masuk saja? Aku sangat malas untuk berjalan saat ini," ujar Rosie setengah mengantuk.
"Anda sudah bangun? Kalau begitu Anda bisa masuk sendiri."
"Serius deh, Aslan. Perutku saat ini benar-benar sedang sakit."
"Kita sudah di depan, Anda hanya perlu berjalan beberapa langkah saja."
Rosie justru semakin mengeratkan pelukannya pada leher Aslan membuat pria itu hampir tercekik. Aslan menurunkan tubuhnya agar Rosie bisa turun dengan mudah. Keduanya sedang melakukan pertandingan siapa yang lebih keras kepala. Antara Aslan yang ingin Rosie melepaskannya dan Rosie yang tidak ingin melepaskan Aslan.
Aslan menarik tangan Rosie untuk melepas lehernya tetapi setiap kali tangan itu merenggang, Rosie akan semakin memeluk Aslan membuat pria itu tak memiliki celah untuk kabur.
Aslan harus mengubah strateginya. Ia pun membiarkan Rosie memeluknya dan keduanya kini berjongkok di atas lantai membuat Rosie membuka kedua matanya yang terpejam.
"Ah, kau ingin kita tidur bersama di lorong ini?" tanya Rosie membuat wajah Aslan mengeras sekali lagi.