Teriakan dari Manny itu membuat Nikol terbangun. "Uh... Apa yang terjadi?" ia melihat sekitar, di belakangnya ada Line yang duduk dan menoleh padanya. Seketika Nikol terpesona dengan wajah Line. "Ah... Rupanya aku menyelamatkan seorang malaikat," ia berdiri sempoyongan lemas dan memeluk Line yang terkejut. Apalagi dia duduk di pangkuan Line.
"Oi... Apa yang kau lakukan?" Line mendorong Nikol yang masih lemas karena terluka.
"Lihat... Dia sudah sekarat, bukan?" Manny menatap. Seketika Line menoleh padanya dan berdiri mendekati Manny dengan perasaan kesal.
"Hoi... Kenapa? Apa kau punya masalah? Huh..." Manny mundur perlahan dan mengambil pisau daging yang besar di tadongkan ke Line.
Dia berlagak seperti usulan nya harus dilakukan, tapi di sini, Line tidak pernah mendengarkan orang lain yang keras kepala termasuk Manny yang saat ini terlihat tidak berani dan masih saja begitu waspada.
"Hei, lihat... Aku punya pisau. Selangkah kau mendekat, kau bisa mati," Manny menodongkan pisau yang ia bawa pada Line yang terus berjalan mendekat.
Lalu Line mengatakan sesuatu. "Kau sudah kelewat batas untuk menyarankan hal yang tidak manusiawi. Bagaimana jika kau korban kan dirimu sendiri?"
Terlihat dari luar, mendadak Manny terlempar dari dalam dan ia terlempar ke kaca rumah makan itu hingga keluar terguling-guling. Semua zombie yang mendengar itu segera mengepung Manny dan menyerangnya. "Ah... Tidak, kau sialan... Ah..." ia beberapa kali berteriak namun sudah terlambat karena dia sudah dikeroyok untuk dimakan. Semuanya digigit, dimakan. Isi perutnya sampai keluar, pipinya tampak tergigit dan bahkan dia masih bisa berteriak kesakitan.
Barbara yang melihat itu menjadi terkaku dan terkejut. "K-kau sialan, beraninya kau," ia berlari menyerang Line namun Line menarik lengan Barbara dan menjatuhkannya ke bawah.
"Akh..." dia terjatuh hanya karena Line menjatuhkannya.
"Selagi ada umpan, jangan sia-siakan kesempatan," kata Line dengan tatapan membunuh yang seketika menarik tangan Barbara, ia juga mengangkat tubuh Nikol di tangan satunya. Membawa Nikol di bahunya dan menarik tangan Barbara.
"Lepaskan aku, sialan," Barbara mencoba melepaskan diri namun ia dimasukkan Line ke dalam mobil bersama Nikol.
Lalu tampak ada zombie yang mendekat, dengan santainya Line menembak zombie itu tepat di kepalanya lalu ia segera masuk ke mobil dan menginjak gas.
"Apa yang kau lakukan, kau baru saja membunuh Manny?!?!?!" Barbara menangis di bangku tengah.
"Lelaki seperti ini tak cocok menjadi yang terpenting. Lebih baik kau ikut kami," kata Line sambil terus mengemudi. Namun tak disangka-sangka Barbara malah menodongkan pisau di leher Line.
"Aku masih belum mempercayaimu. Kau mencoba memanfaatkan aku dan wanita ini, bukan... Bicara padaku!!"
"Aku bisa bicara singkat saja... Aku ada orang yang harus aku jemput. Jika bukan karena kalian yang mencoba memojok mobil Nikol, mungkin ini semua tak akan terjadi dan kita juga tak akan bertemu," kata Line, seketika Barbara terdiam dan menurunkan pisaunya sambil menundukkan badan depresi. Line yang melihatnya dari kaca tengah menjadi tersenyum kecil.
"(Kenapa... Kenapa ini semua terjadi... Aku benar-benar tak tahu lagi harus apa... Sialan!!)"
---
Bus Roland berhenti, ia sendiri keluar di susul Tuan Rudi. Roland menuju ke samping bus di mana terletak mesin bus di sana, ia membuka mesinnya yang ada di bawah bus.
"Ada apa anak muda?" Tuan Rudi menatap.
"Sepertinya mogok, sebenarnya bus ini juga cacat saat aku memodifikasinya di pusat belanja. Sekarang tak ada cara lain selain memperbaikinya di sini," Roland membalas.
"Kau bisa memperbaikinya, bukan?"
"Ini memang mudah, tapi aku butuh banyak waktu untuk memperbaiki sebuah bus, sekitar 2 hari... Itu juga sangat lama dan berbahaya untuk kita jika di sini... Karena jalan ini dekat dengan hutan," kata Roland.
Lalu Tuan Rudi berjalan masuk memberitahu sesuatu pada yang di dalam. "Kita akan melanjutkan perjalanan dengan berjalan."
"Eh... Berjalan, bagaimana jika ada zombie?" Imea menatap depresi.
"Kau benar, selain itu juga pasti akan menguras tenaga," Anna menambah.
"Kita tak ada cara lain, kalian berdua juga harus memikirkan anak-anak kecil," Tuan Rudi menunjuk Nian dan putra kecilnya.
Lalu mereka turun, Imea melihat Roland yang berada di bawah bus memperbaiki mesin, ia memutuskan untuk mendekat. "Mas Roland," ia menatap. Roland yang mendengar suaranya lalu keluar dari bawah dan berdiri menatap.
"Apa kau tidak ikut?" Imea menatap dengan khawatir.
"Aku akan memperbaiki bus ini. Saat sudah selesai, aku akan menjemput kalian."
"Ikutlah dengan kami, kau tidak bisa sendirian di sini," Imea menatap memelas.
"Tidak bisa, semakin cepat aku perbaiki, semakin cepat juga aku menjemput kalian. Ini sangat penting sebelum bahaya akan semakin buruk muncul."
"Lalu, siapa yang akan melindungi?"
". . . Imea, aku pernah bilang apa padamu," Roland menatap serius sambil memegang kedua pundak Imea. "Jika aku tidak bisa melindungimu lagi, lindungilah dirimu sendiri, belajarlah menjadi perempuan yang kuat, itu yang kuinginkan," ia menatap sambil tersenyum kecil. Lalu ia memberikan sebuah pistol tembakan. "Gunakan ini, berjanjilah padaku kau akan menjadi yang terkuat."
". . . Aku, tak bisa berjanji," Imea membuang wajah sedih. Lalu Roland terdiam berwajah khawatir.
"Mas Roland... Apa kuat itu dibutuhkan dalam hal ini?" Imea menatap.
"Tentu saja, jika kita kuat, kita bisa melindungi siapapun... Jika aku ada di sisimu, aku bisa melindungimu, tapi jika aku tak ada di sisimu, kau sendiri yang harus melindungi dirimu sendiri."
"Tapi bagaimana dengan pemikiran, pemikiran dibutuhkan untuk memimpin?" Imea menatap.
"Haha... Pemikiran memang dibutuhkan, tapi aku ragu pemimpin itu wanita... Pemimpin itu harusnya lelaki," tatap Roland.
Imea menjadi terdiam. "(Pemimpin memang lelaki... Semua yang di sekitarku, lelaki adalah pemimpin... Bagi ku Mas Roland juga pemimpin untukku karena dia berprioritas melindungiku... Tetapi, aku takut dan khawatir akan terjadi apa-apa padanya... Karena di sekitarku, seorang pemimpin dulu telah pergi...)"
"Imea... Sebelumnya aku ingin tahu... Kau lebih suka sesuatu seperti apa?" Roland menatap membuat Imea terdiam berpikir.
"Um... Aku suka kuda putih," kata Imea.
"Huh?" Roland menjadi bingung.
"Mereka terlihat sangat lembut dan baik... Putih juga melambangkan yang baik, kan Mas Roland?" tatap Imea.
"E... i... iya... Kau benar-benar suka pada kuda putih... Pasti itu akan jadi idamanmu saat PMS, kan?" Roland melirik main-main.
"Haiz... Terserah... Kalau begitu... Aku pergi," Imea menatap.
"Ya... Hati-hati."
"Mas Roland juga harus hati-hati."
"Iya, iya... Aku akan hati-hati," Roland mengangguk.
"Baiklah... Aku pergi," Imea berbalik dan berjalan tapi tiba-tiba tangannya tertarik Roland membuatnya hampir jatuh ke belakang, tapi Roland menahan tubuhnya dan mencium bibir Imea.
Imea terdiam tak percaya. "(Apa?!! Apa yang terjadi, Mas Roland menciumku, itu adalah ciuman pertamaku!!)"
Lalu Roland melepas ciuman itu perlahan. "Ingat itu... Paling tidak, aku sudah menjadi orang pertama yang melakukan ini padamu, jaga tubuhmu untukku, karena kau akan menjadi milikku," kata Roland dengan wajah serius membuat Imea terdiam berwajah merah.
"Baiklah... Semua barang sudah siap," Tuan Rudi berjalan keluar dari dalam bus. Tapi ia terdiam melihat mereka berdua.
"Wah wah... Ada pasangan muda," tatapnya.
Seketika Imea berdiri mendorong Roland.
"E... Tuan Rudi," Roland menjadi terkejut.
"Tak apa... Teruskan saja... Kalian terlihat sangat cocok," kata Tuan Rudi. Imea menjadi berwajah merah agak menjauh dari Roland karena malu dilihat.
Tak lama kemudian mereka pergi meninggalkannya. Roland bisa kembali melanjutkan perbaikannya. "(Aku akan secepat mungkin memperbaiki kendaraan ini, bagaimanapun juga, aku sudah bilang pada mereka bahwa aku akan menjemput mereka secepatnya...)"
Sudah satu hari ia memperbaiki mobil besar itu, selama semalam itu dia terus berada di kolong bus hingga ia keluar di saat matahari muncul. Seluruh bajunya kotor terkena oli hitam. "(Huf... Ini merepotkan, aku sangat lelah,)" ia menutup mesin busnya dan berjalan ke hutan dengan membawa handuk dan baju ganti, sepertinya dia ingin membasuh diri di sungai hutan. Namun rupanya sungai di hutan itu jauh, butuh 2 jam untuk sampai ke sana hingga dia benar-benar sampai di sana dan mulai melepas bajunya.
Tak lama kemudian dia selesai dan meninggalkan baju kotornya di sana, dan mulai kembali berjalan ke bus, dia terlihat tampan ketika sudah membersihkan dirinya. Namun tiba-tiba ia mendengar sesuatu dari sampingnya. Ia berhenti melangkah dan lebih mengarah ke waspada.
Mendadak muncul kuda putih berlari ke arahnya akan menyerangnya, Roland menghindar tapi kuda itu terus ingin menyerangnya, hingga Roland menendangnya hingga jatuh. Kuda itu bersuara keras dan saat itu juga Roland melihat gigitan zombie di punggung kuda itu. "(Cih...)" ia kesal dan langsung menusukkan pisau yang ia bawa ke kuda itu hingga mati. "(Merepotkan.)"
Tapi Roland teringat sesuatu soal Imea suka pada kuda putih. "(Imea... Suka pada kuda putih... Tapi kuda ini sudah... Haiz... Aku akan cari yang lain,)" ia menghela napas dan kembali berjalan dan sampai di jalan beraspal. Namun ia terkejut ketika banyak sekali kerumunan zombie berjalan di jalanan itu dan busnya terjebak di sana. Roland menjadi terkaku dan segera menyembunyikan dirinya dari penglihatan makhluk mengerikan itu.
"(Soal, kenapa bisa ada mereka... Banyak sekali mereka ada di jalanan... Bus terkepung, aku tak mungkin ke sana...)"
Untuk membuat dirinya aman, ia harus berjalan ke hutan untuk berlindung dan menyelamatkan diri.
Berjam-jam ia berlari dan menemukan sebuah rumah kecil terbuat dari kayu di tengah hutan.
"(Kenapa ada rumah di sini?)" ia berjalan masuk dan melihat bahwa rumah itu sudah lama tak ada penghuninya, ia juga melihat di sekitar rumah itu ada banyak pohon tanaman sayuran yang tumbuh sendiri karena cuaca dan suasana hutan yang subur.
"(Apa ini bekas sesuatu... Ini cukup untuk melindungiku dari makhluk itu, bukan... Aku akan menunggu sampai hari benar-benar terang hingga mereka benar-benar sudah lewat dari bus itu.)"