"(Seseorang pasti pernah tinggal di sini, dia menyebarkan benih dan menjadi seperti ini, tapi sepertinya sudah lama ditinggalkan,)" Roland kembali masuk dan merapikan tempat itu. Ia juga tidur sebentar di sana hingga sesuatu membangunkannya. Ia melihat dari jendela dan melihat dua orang perempuan, seorang wanita paruh baya dan gadis remajanya. Roland keluar dan menodongkan senapan pada mereka.
Tentu saja mereka terkejut bahwa ada orang di dalam. "Tenang dulu, kau punya persediaan makanan di sini?" kata wanita paruh baya itu yang bernama Kiren.
"Apa yang kau mau?" Roland menatap serius.
"Aku ingin meminta makanan milikmu. Kami punya benih kacangan untuk ditanam di tanah subur ini. Kita bisa bekerja sama. Jika ini tidak cukup, aku bisa memberikan putriku, Ume, padamu," Kiren membalas.
Roland terdiam sebentar. "(Mereka pikir aku tinggal di sini?? Dan wanita ini rela sekali memberikan putrinya hanya karena makanan,)" ia berpikir lalu kembali menatap mereka. "Sebaiknya masuklah dulu, kita bicara di dalam."
Lalu mereka masuk dan mengobrol di meja. "Apa kalian juga sudah lama di sini?" Roland menatap.
"Kami baru saja masuk ke hutan ini karena tahu di jalan ada banyak sekali makhluk itu, jadi kami lari ke sini. Bagaimana denganmu? Aku lihat kau tinggal di sini," kata Kiren.
"Aku baru saja di sini juga. Setelah sekelompok makhluk itu pergi dari jalan, aku akan melanjutkan perjalanan menjemput beberapa orang. Jika mau, kalian bisa tinggal di sini. Aku sebentar lagi akan pergi."
"Kau akan pergi ke mana?"
"Tempat perlindungan."
"Bawa kami juga," Kiren menyela.
"(Aku tidak bisa membawa banyak orang,) Maafkan aku, aku tak bisa membawa orang lagi. Lebih baik kalian di sini. Atau kalian bisa mencari markas militer," kata Roland, membuat mereka terdiam kecewa.
Siangnya Roland melihat jalan dari teropong yang ia dapat di rumah itu. Ia melihat di jalanan masih banyak zombie, jadi ia harus menunda waktunya. Sementara itu Kiren dan Ume berada di dalam.
"Ume, aku ingin kau mencuri peluru di kantung celana orang itu. Setelah itu, kita ambil senapannya untuk bertahan hidup ke kota perlindungan," kata Kiren.
"Tapi, apa kau benar-benar akan membunuh pria itu? Dia bisa saja melindungi kita."
"Tak ada apa-apanya. Dia mungkin hanya pria lemah yang seharian tinggal di sini. Dia hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri," tatap Kiren. Dia mulai menghasut putrinya hingga putrinya setuju.
Sorenya Roland masih saja mengawasi jalanan yang masih banyak zombie. Ia menghela napas dan tak sadar bahwa Ume berada di belakangnya mengambil kantung peluru yang ia bawa di sakunya. Ume mendapatkan peluru itu dan menyimpannya di sakunya lalu ia merasa ingin buang air kecil.
"Di mana aku harus buang air?" dia menatap, lalu Roland menoleh dan menunjuk barat. "Di sana ada sungai. Kau bisa di sana, tapi juga harus berhati-hati."
Lalu Ume berjalan ke sana.
Tak lama kemudian terlihat Kiren membawa sekop besar akan memukul Roland dari belakang, namun ia berhenti dan mengurungkan niatnya, entah karena apa.
Tiba-tiba Roland merasakan sesuatu dari sungai. Ia lalu berdiri dan melihat sekitar bahwa hanya ada Kiren. "Di mana putrimu?"
"Dia ada di sungai, bukan?" Kiren menatap. Seketika Roland terkejut dan segera berlari ke sungai diikuti Kiren. Rupanya perasaannya benar, Ume terculik seseorang. Hal itu dilihatnya di bekas jejak tanah sungai itu, dan jejak itu mengarah ke padang luas tengah hutan. Roland mengikuti jejak itu hingga ia terdiam di padang luas penuh rumput tinggi yang kering itu.
Terlihat seseorang pria menahan Ume.
"Lepaskan dia!!" Roland mendekat.
"Jangan mendekat, kau bodoh. Aku bisa membunuhnya," orang itu memegang senapan sambil menodongkannya ke Ume yang panik. Roland terpaksa berhenti. "Serahkan persediaanmu. Tunggu, serahkan senapanmu dulu," orang yang menyandera Ume menatap tanpa takut.
Roland menurunkan senapannya, namun tiba-tiba orang itu malah menembaknya dan mengenai bahu kirinya. "Akh... (Sialan!)" Roland terkejut dan oleng jatuh tak sadarkan diri. Hal itu dimanfaatkan pria itu untuk mendekat dan akan mengambil senapannya, namun rupanya Roland hanya berpura-pura. Saat orang itu mendekat, ia bisa melumpuhkannya dari dekat dan merebut Ume.
"Akh!!" orang itu memberontak, tapi Roland sudah menghabisinya membuat Imea terdiam kaku melihat itu.
Malamnya Ume membalut luka Roland.
Kiren yang melihat itu lalu mendekat. "Kau benar-benar telah menyelamatkannya," ia menatap.
"Terima kasih banyak," Ume menambah. Roland yang mendengar itu refleks menatapnya, namun tiba-tiba Ume mencium bibir samping kanan Roland yang terdiam kaku.
"Kau bisa bertahan dengan luka itu. Apa kau seorang terlatih?" Kiren menatap.
"Aku hanya mantan militer."
"Mantan, apa yang membuatmu keluar?"
"Mungkin peraturan di sana. Aku akan pergi hari ini," kata Roland sambil berdiri. "Kalian akan baik-baik saja, bukan?"
"Ya, kami akan baik-baik saja. Terima kasih atas bantuanmu," Kiren menatap lalu Roland berbalik dan berjalan pergi ke jalan malam yang telah sepi tanpa adanya para zombie.
Dua hari yang lalu terlihat Tuan Rudi membawa mereka ke hutan yang dekat dengan pantai jurang. "Kenapa kita ke sini?" Anna menatap.
"Aku merasa ada banyak zombie akan datang, jadi kita harus beristirahat di sini. Lagipula kota yang akan kita lewati belum tentu juga aman," Tuan Rudi membalas. Lalu mereka bermalam di hutan tersebut.
Mereka tampak menatap api perapian di sana. Di antaranya adalah Tuan Rudi, Anna, Nian, Imea, juga bayi kecil milik Tuan Rudi yang dibawa Imea.
Bayi itu tampak nyaman dan tertidur pulas dalam pelukan Imea. Lalu Nian datang. "Kakak... Aku dingin..." dia menatap memelas.
"Kemarilah," Imea mengulur tangan dan memeluknya duduk di samping Imea.
"Kakak, apa kakak Roland akan baik-baik saja?" Tanya Nian dengan khawatir.
Imea terdiam sebentar lalu membalas. "Dia akan baik-baik saja... Jangan khawatir..." Imea membalas.
Lalu Anna datang. "Biar aku membawa mereka. Kamu dipanggil Tuan Rudi," kata Anna yang mengambil bayi kecil itu perlahan dan duduk di samping Nian.
"Kenapa memanggilku?" Imea masih bingung.
"Mungkin ingin bicara sesuatu," balas Anna.
Lalu dengan bingung, Imea berdiri dan mencari Tuan Rudi yang rupanya ada di ujung jurang yang mengarah ke laut menatap bulan.
Dia mendengar suara dan menoleh ke belakang yang rupanya Imea. "Oh, kau sudah di sini. Kemarilah," kata Tuan Rudi. Lalu Imea duduk di sampingnya. "Kenapa Anda memanggilku?"
"Hanya perlu orang mengobrol... Hanya kau yang kelihatan bisa tenang jika bicara dengan orang," balas Tuan Rudi membuat Imea terdiam. Ia juga menatap bulan di atas air laut.
Lalu Tuan Rudi bicara. "Apa kau suka pada pria itu?" tatapnya, pria yang dia bicarakan adalah Roland.
Seketika Imea yang mendengar itu menjadi terkejut. "Apa yang... Anda maksud..."
"Mungkin dia juga suka padamu, tapi sepertinya aku bisa melihat kalian punya hambatan," tatap Tuan Rudi.
"... (Jadi memang hubungan ini terlihat seperti ada hambatan...) Mungkin memang bukan waktunya kita berbagi cerita. Dunia telah hancur, tak ada waktu untuk bercinta, dan juga... Aku mungkin ragu dengan hal ini."
"Kenapa ragu? Bukankah kau hanya diam saja? Jika ada dia, dia bisa melindungimu."
"... Jika dia bersikap saat melindungiku, aku pasti akan ingat seseorang yang bahkan hampir sama dengannya. Dia bisa memimpin, dia bisa melindungi, dia bisa menyayangi, dia bisa bertarung, dan juga, dia dari militer yang kuat."
"Siapa?" Tuan Rudi menatap.
Imea terdiam sebentar lalu menghela napas panjang dan membalas. "Ayahku..."
Tuan Rudi yang mendengar itu menjadi terdiam.
"(Jadi, dia punya ayah yang ada di militer, pastinya ada kisah sedih di balik itu...)" dia terdiam lalu teringat sesuatu. Sebelumnya dia pernah bicara pada Roland juga ketika di mall itu.
"Anak muda, kelihatannya kau menyukai wanita itu," tatap Tuan Rudi pada Roland yang menyalakan rokok di bagian agak jauh dari mereka.
Roland yang mendengar itu menjadi tersenyum kecil. "Yeah, aku suka wanita itu... Jika aku bisa minta bantuan, ketika tak ada aku... Jangan biarkan dia bertarung pada saat bahaya, suruh saja dia lari," kata Roland. Padahal Roland bilang pada Imea untuk bertarung menjaga diri, sepertinya itu hanya perkataan semata.
---
Malam berlalu, semuanya tertidur termasuk Tuan Rudi yang kelelahan menjaga hingga akhirnya dirinya tertidur dengan duduk. Mereka tidak sadar ada beberapa orang berjalan mendekat. Tiba-tiba peluru keras suara diluncurkan ke atas, membuat mereka terbangun. "Apa yang terjadi?" kata Imea.
"Ah... Ah," Nian berteriak di luar dan rupanya dia ditahan orang-orang asing itu.
"Haha, muncul gadis seksi rupanya," orang-orang itu mendekat akan menangkap Imea, sementara Imea panik melihat sekitar. Ia melihat Tuan Rudi dan Anna telah terikat.
"Imea, lari... Selamatkan dirimu," kata Tuan Rudi yang berteriak.
"Ta... Tapi," Imea ragu dengan ketakutannya. Namun semua orang itu bersiap mendekat akan memperkosanya. Terpaksa Imea berbalik dan berlari pergi.
"Hoi, tangkap dia," orang-orang itu malah mengejarnya. Imea berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan dirinya. Namun tak disangka jalan buntu mengarah padanya. Ia terpaksa berhenti dan melihat jurang laut yang sangat tinggi. Ia tak tahu harus melakukan apa sementara orang-orang itu sudah menemukannya.
"Hoi, cepat kemari," mereka menatap sambil menodongkan senjata tajam. Saat salah satu di antara mereka mendekat, Imea langsung mengeluarkan pistol tembakan yang diberikan Roland. "Jangan mendekat."
Seketika semuanya terkejut. "Dia akan menembak kita," kata salah satu di antara mereka.
Imea gemetar sambil menangis mengingat kata-kata Roland yang bicara soal dia akan senang jika Imea menjadi kuat.
"(Mas Ro-roland, ... Maafkan aku,)" Imea menutup mata sambil gemetar ketakutan. Tak disangka-sangka tembakan mengarah padanya dan mengenai bahu kirinya. Ia terkejut dan melihat sekilas bahwa salah satu dari orang itu sengaja menembaknya agar Imea tidak menembak mereka. Alhasil Imea yang tertembak jatuh ke jurang laut itu dan tertelan air laut yang dingin dan dalam.