webnovel

Penjara

Vallerie melepas tasnya, kemudian memberikan tas ranselnya itu kepada Angkasa. Sesuai perintah Si Pemilik tas, kini Angkasa mulai mencari susu yang Vallerie tawarkan tadi. Ternyata benar, di dalam tas itu terdapat dua buah susu kotak dengan rasa plain. Astaga, pikiran Angkasa kenapa tadi bisa melayang ke mana-mana?

Benda yang dicari Angkasa sudah didapatkannya, Angkasa kembali menutup tas Vallerie. Tapi ketika dia hendak menutup tas berwarna cokelat tersebut, pandangannya terhenti pada sebuah foto keluarga yang ada di dalam tas itu. Foto Vallerie ketika kecil, bersama seorang wanita yang pastinya itu bukan Nasha, di balik foto tersebut terdapat sebuah alamat.

Dengan cepat Angkasa mencatat alamat tersebut ke ponselnya, dia berniat untuk mendatangi alamat tersebut esok hari Sabtu, sembari membawa Vallerie. Setelah mendapatkan alamat yang membuatnya penasaran, barulah Angkasa mengembalikan tas yang ada di tangannya kepada pemiliknya lagi.

"Nih, udah gue colok susunya. Minum yang bener jangan malah ke hidung," nasehat Angkasa.

Vallerie mengembuskan napasnya kasar, lalu meminum susu kotak yang dibawanya dengan bantuan Angkasa. "Dih, aku buta kayak gini juga tahu di mana letak mulut," ucapnya kesal.

"Ya siapa tahu aja lupa di mana letak mulut," ejek Angkasa. "Oh iya, besok lo keluar rumah boleh gak? Gue mau ajak lo ke suatu tempat, yang pasti bukan tempat romantis ya," lanjutnya.

Kening Vallerie berkerut, lalu dia bertanya, "Ke mana?"

"Ada deh, pokoknya gue besok jemput lo jam sepuluh pagi. Awas aja kalo belom siap, gue pites lo kayak kutu!" ancam Angkasa.

"Hm," dehem Vallerie dengan santainya.

***

Malam-malam ketika Vallerie baru saja hendak tidur, kedengaran suara Ragil dan Nasha tengah berdebat hebat di ruang tamu. Kening Vallerie berkerut, dia berteriak memanggil Isyani, adik Ragil yang ditugaskan untuk membantu Vallerie berjalan, membaca, makan, dan melakukan aktivitas lainnya. Karena kebetulan Isyani merupakan guru penderita tuna netra. Isyani segera memasuki kamar Vallerie dengan napas terengah, kemudian dia membawa Vallerie ke dalam dekapannya.

Untuk pertama kalinya Vallerie mendengar Ragil berani mengatai Nasha dengan kata-kata kasar. Dia jadi penasaran sebenarnya ada masalah apa yang terjadi dengan kedua orang tuanya itu. Vallerie berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan erat Isyani, tangannya meraba-raba ke arah depan mencari tongkat yang biasa dia gunakan untuk berjalan.

Akhirnya barang yang Vallerie cari ketemu juga, Vallerie berusaha melangkah dengan hati-hati untuk keluar dari kamar tetapi Isyana terus menahannya. Vallerie berusaha untuk menggapai knop pintu kamarnya, tapi tiba-tiba saja dia dibuat kaget ketika mendengar suara lemparan benda beling, tak lama dari itu terdengar suara isak tangis Nasha. Wanita itu berteriak berusaha membangunkan Suaminya.

"Tante! Lepasin aku! Pasti Ayah kenapa-kenapa!" bentak Vallerie ketika Isyana kembali menahannya.

Isyana melepaskan cekalannya dari pergelangan tangan Vallerie perlahan. "Tante gak akan lepasin kamu, Vall. Nanti kamu jatuh gimana? Ayo tante temenin kita lihat kondisi ayah kamu," tolaknya secara halus.

Isyana membantu Vallerie berjalan sampai akhirnya mereka berdua tiba di ruang tamu rumah berukuran cukup besar itu, penglihatan Isyana langsung tertuju kepada Nasha yang sedang menangisi Ragil, kepala Ragil mengeluarkan cukup banyak darah itu mungkin akibat terkena lemparan vas bunga berukuran kecil tetapi terbuat dari benda kaca.

Gawat, Isyana segera menghubungi ambulans untuk menjemput Ragil. Wajah Ragil sudah kelihatan mulai pucat, darah segar masih terus mengalir di kepalanya. Nasha takut, jujur saja tadi dia tidak sengaja melempar vas bunga ke arah Ragil. Itu semua terjadi diluar dugannya, Nasha menyesal karena tidak bisa menahan rasa emosinya.

"Tan, ayah kenapa? Ayah gak kenapa-kenapa 'kan?" tanya Vallerie khawatir.

"Maafin bunda, tadi bunda gak sengaja Vall. Tapi kamu tenang aja pasti ayah kamu gak akan kenapa-kenapa, karena ayah orang yang kuat." Lalu, Nasha berdiri dan memeluk Vallerie untuk pertama kalinya.

Rasanya hangat, Vallerie seketika mematung. Andai saja pelukan Nasha dari dulu dapat dia rasakan, mungkin Vallerie tidak akan merasa jadi anak yang kurang kasih sayang. Tapi, Vallerie tidak akan mudah percaya lagi dengan orang yang tiba-tiba saja berubah menjadi baik kepadanya. Vallerie harus berjaga-jaga, siapa tahu Nasha baik kepadanya agar dia tidak menyalahkan Nasha jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada Ragil.

Vallerie melepaskan pelukan Nasha dari tubuhnya secara perlahan, kemudian berucap, "Bun, lepas. Kenapa bunda tega sama ayah? Apa salah ayah? Aku gak akan bisa maafin bunda kalau terjadi sesuatu sama ayah."

"Dan kalau kak Ragil sampai kenapa-kenapa, saya tidak akan segan-segan untuk memasukkan anda ke penjara," ancam Isyani.

Nasha menatap Vallerie dengan tatapan memelas, lalu meraih jemari mungil Anak gadisnya itu dan menggenggamnya erat. "Vall, bunda mohon jangan laporkan bunda ke polisi, ya? Tadi bunda kelepasan, beneran Vall. Kalau kamu gak percaya bisa tanya sama ayah kalau ayah sadar nanti," pintanya masih dengan raut wajah memelas.

"Kita lihat aja nanti ya, bun. Karena kalau sampai aku kehilangan ayah, mungkin bunda harus bertanggung jawab atas kesalahan bunda," putus Vallerie.

Lima menit kemudian, ambulans yang tadi dihubungi Isyana akhirnya tiba. Tubuh Ragil segera diangkat menggunakan tandu ke ambulans. Nasha dan Vallerie turut masuk ke ambulans untuk menemani Ragil dan memastikan bahwa Ragil tidak sampai kenapa-kenapa. Sementara Isyana bertugas untuk menjaga rumah, dia akan datang ke rumah sakit besok pagi.

Sepanjang perjalanan Vallerie tak henti-hentinya menangis, walaupun Ragil tidak pernah menganggapnya ada tapi tetap saja Ragil adalah orang yang bisa membuat Vallerie kuat, karena perlakuan kasar dari Ragil, Vallerie jadi tahu bahwa dunia ini kejam dan dia bisa belajar menjadi sosok yang tegar.

***

Saat ini Ragil tengah ditangani oleh para dokter dan suster, belum ada tanda-tanda dokter akan memberitahu bagaimana kondisi Ragil sekarang. Nasha dan Vallerie setia menunggunya di ruang tunggu dengan perasaan was-was. Jika Ragil tiada, maka mereka berdua harus makan apa? Siapa yang nantinya akan memenuhi kebutuhan mereka? Karena Nasha tidak pandai dalam mengelola perusahaan, bisa-bisanya bangkrut.

Tubuh Nasha mulai terasa dingin karena panik, untuk menenangkan dirinya Nasha memutuskan untuk pergi diam-diam ke kantin rumah sakit. Di sana dia melamun, tidak berniat memesan makanan atau minuman. Dia jadi teringat dengan pesan Ragil beberapa tahun yang lalu, tepat saat Vallerie menginjak usia lima belas tahun Ragil menitipkan pesan kepadanya.

Flashback.

Suatu hari Ragil bersama Nasha tengah berlibur berdua ke Bali, tidak perlu ditanyakan kenapa Vallerie tidak ikut, karena mereka tidak peduli dengan Anak perempuan itu. Ragil dan Nasha menikmati senja berdua, romantis sekali kelihatannya seperti sepasang kekasih muda. Senja, Ragil teringat dengan istri pertamanya yang sudah meninggal saat melahirkan Vallerie.

Bab berikutnya