"Apa salahku?"
Asheel bertanya-tanya dalam hati mengenai alasan Ophis membencinya.
Ophis bisa berada di alam jiwanya dan bermain-main di hamparan bunga karena dia menarik jiwanya ke tempat ini. Tapi saat bertatap muka sebelumnya, wajah Ophis muram dan terlihat seperti sedang menahan kebencian pada Asheel.
"Yah, bukan membenci, sih. Dia hanya ngambek padamu karena meninggalkannya begitu saja tanpa membuka jalan pulang ke dimensi aslinya. Ya ampun, setiap kali mengalami Chaos Distraction, kau benar-benar berubah menjadi polos lagi, ya." Sera facepalmed dengan betapa putihnya Asheel.
Putih disini merujuk pada hatinya. Meski Asheel bisa mengeluarkan berbagai ekspresi di wajahnya, tapi dia tidak bisa mengerti alasan emosi seseorang, seperti pada kasus Ophis saat ini, dia tidak mengerti kenapa Ophis membencinya.
"Aku mungkin telah terlahir kembali." Asheel pada akhirnya hanya mengangkat bahu.
"Omong-omong, mungkin dua hari lagi kau akan keluar. Bagaimana perasaanmu?" tanya Sera sambil memandangnya dengan penuh kasih.
"Sedikit menyebalkan. Saat aku keluar, banyak serangga yang akan mengerumuniku. Aku terlalu malas untuk membasmi para rendahan itu." Asheel memiliki ekspresi kecewa di wajahnya, tapi dia bertanya-tanya apakah kemuakan di hatinya ini juga merupakan emosi manusia.
"....." Sera tidak bisa berkata-kata dengan perubahan Asheel yang tiba-tiba. "Hanya perasaanku, atau kau menjadi lebih malas dari sebelumnya?"
"Jiwaku telah tercemar oleh Dosa Kemalasan." Asheel membuat alasan.
"Itu menjadi tampak lebih manusiawi." Sera terkekeh, sebelum matanya tiba-tiba bersinar merah darah saat dia mendongak ke atas. Seolah-olah pandangannya mampu menembus alam jiwa yang kacau ini, dia bisa melihat apa yang ada di sana. "Ada seonggok sampah di atas, haruskah kita keluar sekarang?"
Asheel menutup matanya dan menggelengkan kepalanya, "Biar anak-anak yang mengurusnya."
...
"Ini menjadi lebih merepotkan. Lady of the Lake melarang Zora dan Flora untuk menghadapi Raja Iblis sekali lagi. Tidak...., mungkin aku yang terlalu malas untuk menghadapinya. Kalau begitu, aku harus menggunakan cara pertama." Merlin berkata sendiri saat dia memijat pelipisnya.
Lokasinya saat ini berada di Boar Hat, tepatnya di ruang penelitian. Pada pesta perayaan sebelumnya, dia tidak ikut karena terlalu malas untuk hadir, dan dia yang tahu situasinya tentu saja tidak mood untuk ikut bersenang-senang.
Tujuh Dosa Mematikan kecuali Escanor sedang dalam perjalanan menuju tempat yang cocok untuk membuka gerbang Alam Iblis agar Meliodas dan Elizabeth bisa masuk.
Perjalanan ini seperti buang-buang waktu saja. Terlebih lagi, dia harus meninjau semua rencananya karena Asheel yang menetapkan beberapa syarat untuk kebangkitannya.
Seperti salah satu Dewa diantara pemilik kegelapan atau cahaya harus benar-benar musnah, tumbal Arthur Pendragon dan Pedang Suci Excalibur, lalu energi yang cukup agar mampu mereaksikan Danau Calisbury.
Banyaknya syarat dan ketentuan membuatnya mengeluh dalam hati: 'Pria itu memang merepotkan, seharusnya kau bisa bersyukur karena aku harus repot-repot mengikuti permainanmu.'
Saat merenung, pintu tiba-tiba dibuka dan Elaine masuk. "Merlin, sudah waktunya."
Merlin menghela napas dan beranjak dari kursinya. Dia keluar dengan Elaine mengikuti dari belakang.
Tempat yang terpilih sebagai pembuka gerbang Alam Iblis yaitu di daratan es, dengan tidak jauh dari sana sudah berupa pegunungan beku.
Tujuh Dosa Mematikan yang lain sudah berkumpul. Disana juga terdapat keluarga kerajaan dan para Ksatria Suci.
Raja Bartra, Veronica, dan Margarett mengucapkan salam perpisahan dengan mata berkaca-kaca pada Elizabeth.
Sementara semua orang melakukan percakapan terakhir mereka dengan Meliodas dan Elizabeth, Merlin disibukkan pada membuka gerbang Alam Iblis.
"....." Merlin terus menggerakkan tangannya dengan cemberut, mengeluhkan pada bagaimana yang lain saling bertukar air mata sementara dia harus susah payah membentuk hubungan antar ruang.
Segera, garis tipis vertikal muncul dan membentuk celah di kehampaan. Garis itu gelap dan jika lebih diperhatikan, maka hanya akan tampak kekosongan tak berujung. Itu adalah celah yang menghubungkan Britannia dengan Alam Iblis.
Setelah mengucapkan perpisahan sekali lagi, Elizabeth berjalan duluan dengan diikuti Meliodas yang melambaikan tangannya tidak jauh di belakang.
Tapi saat Elizabeth akan melangkan ke tirai hitam, tiba-tiba....
BAM!
Sebuah batu besar menimpanya entah dari mana. Itu terlalu tiba-tiba, hingga semua orang tidak bisa bereaksi.
Mereka sangat terkejut dan panik, lalu saat melihat ceceran cairan merah seperti darah disebelah tas milik Elizabeth yang gepeng tertimbun bongkahan batu raksasa, semua orang tidak berani berpikir lebih jauh lagi.
Terutama Meliodas, wajahnya menjadi gelap saat tatapan putus asa muncul dari mata hijaunya.
"Hah... aku selamat. Terima kasih, Merlin!"
Suara Elizabeth terdengar, diiukuti oleh sosoknya yang melayang jatuh, sebelum terengah-engah ambruk ke tanah.
"Elizabeth!" Meliodas menghampirinya dengan tergesa-gesa. "Apa kamu baik-baik saja?"
"Terima kasih, tapi aku baik-baik saja, Meliodas." Elisabeth menggenggam tangannya untuk menenangkan emosi Meliodas yang kacau.
"Kenapa Elizabeth masih terkena kutukan?!" Diane berseru terkejut.
Merlin menutup matanya saat tatapannya dipenuhi kesepian, lalu dia membuka mulutnya: "Ini hanya kemungkinan, tapi ... Raja Iblis telah mengembalikan kutukannya. Sejak awal, Raja Iblis lah yang memberi kutukan pada Meliodas dan Nee-nee, dan karena tahu bahwa Meliodas tidak bisa lagi terkena kutukannya, dia menargetkan Nee-nee."
Tepat setelah Merlin selesai menjelaskan, gerbang Alam Iblis tiba-tiba berderit saat celah di kehampaan meregang menjadi lebih luas.
"Ini terasa Deja Vu..." Gowther berkata saat menyaksikan itu.
"Jangan bilang....!" King kaget.
Benar saja, kepala makhluk buas dengan bentuk lonjong tiba-tiba muncul dari balik celah. Itu adalah Chimera Indura, makhluk yang sama yang dihancurkan oleh Flora.
"Yang mulia, berlindung!"
Para Ksatria Suci segera berusaha menarik Bartra ke tempat yang aman, sementara mereka sendiri melindungi Bartra didepannya dengan sikap defensif.
Merlin yang merasa kendalinya atas gerbang Alam Iblis telah diambil alih lalu menjelaskan: "Sulit dipercaya, tapi Raja Iblis memanfaatkan gerbang Alam Iblis untuk memanggil Indura kemari."
"Kurasa yang ini lebih lemah dibandingkan dua sebelumnya." Ban mengambil Harta Suci ditangannya ke depan.
Baru sepenuhnya keluar dari gerbang, mulut dari semua kepala Indura terbuka, dan sekali lagi, dia memuntahkan Spora-nya.
Tidak seperti sebelumnya yang Indura hanya memuntahkan Spora dari satu mulutnya saja, kali ini Indura menggunakan semua kekuatannya untuk menelurkan anak-anak sebanyak-banyaknya.
Ban memimpin ke depan saat dia dengan santainya berjalan menuju Indura. "Danchou, sebaiknya kau kembali ke Alam Iblis secepatnya~!"
"Benar, Danchou. Serahkan pada kami sekali lagi!" King yang sudah berubah ke wujud Raja Peri Sejati juga menyarankan.
Diane, Gowther, dan Merlin mengikuti di belakang.
Meliodas tetap diam saat matanya menatap punggung mereka semua. Tangannya tiba-tiba terasa hangat, dan saat mendongak, dia bisa melihat Elizabeh tersenyum sambil menggenggam tangannya.
Hanya melihat senyum Elizabeth, Meliodas mengangguk sambil juga membalas senyumnya. "Aku mengerti."
Elizabeth segera menyuruh Bartra dan kakaknya kembali ke Liones ditemani dengan para Ksatria Suci.
Saat itu, Ban sudah menghancurkan semua anak-anak Indura seperti sebelumnya, hanya saja kali ini dia tidak sengaja meleset dan menyebabkan seekor anak Indura berkeliaran di Britannia mencari manusia untuk dimangsa.
Merlin bahkan melihatnya sendiri jika anak Indura itu terbang menuju Liones, tapi yang lain tidak tahu dan hanya tahu jika ada anak Indura yang lolos dari serangan Ban.
Sementara lima orang itu menghadapi Indura, Meliodas dan Elizabeth melesat menuju Danau Calisbury untuk menghentikan Raja Iblis yang saat ini merasuki tubuh Zeldris.
...
Di Liones.
Para Ksatria Suci berkumpul di depan gerbang besar Liones, bekerja sama menghadapi makhluk seperti dandelion yang berjalan menggunakan kaki kepiting.
Para Ksatria Suci tampak kesulitan karena semua serangan pamungkas mereka tidak berhasil pada makhluk itu.
Bahkan setelah Gilthunder mengubah cuaca dan memanggil petir dari langit, makhluk aneh yang ternyata adalah anak Indura yang kabur dari serangan maut Ban itu tetap kebal dan bahkan tidak tergores sedikitpun, hanya mengeluarkan asap hitam dari kulitnya.
Saat salah satu Ksatria Suci akan mati, Escanor yang telah kehilangan kekuatannya tiba-tiba muncul dengan mengenakan zirah sambil memegang pedang dan perisai. Pria yang telah kehilangan kekuatannya itu berhasil menyelamatkan Ksatria Suci yang akan mati, tapi sebagai gantinya tubuh Escanor harus tertusuk oleh lidah anak Indura yang lebih keras dari pedang.
Escanor dengan tekadnya masih bertahan bahkan setelah ditusuk berkali-kali. Akibatnya, banyak lubang di tubuhnya, zirahnya penyok ke dalam, dan daging dan kulitnya berceceran ke mana-mana.
Escanor, yang pernah berdiri di puncak kemanusiaan, orang yang memproklamirkan dirinya sebagai 'Yang Terpilih', berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan.
Semua Ksatria Suci yang menyaksikan merasa ngeri saat mereka semua juga membantu dengan serangan terkuat mereka, tapi pada akhirnya mereka hanya bisa berteriak untuk Escanor.
Lidah tajam Indura mencabik-cabik tubuhnya, memotong lengannya, membuat darah keluar dari semua pori-pori tubuhnya.
Dalam detik-detik terakhir itu, Escanor merasa bangga akan kehidupannya. Dia tidak lagi menyesal hidup dengan kutukan dalam dirinya. Meski keinginan untuk mati secara heroik terpenuhi, tapi keegoisannya untuk mati dengan berjuang bersama teman-temannya sangat memenuhi hati dan pikiran Escanor.
Dia bahkan berdoa untuk Mael, berharap Malaikat Agung itu mengabulkan keinginannya. Dia ingin segera berada di sisi teman-temannya, dia ingin bertarung bersama mereka, setidaknya itu keinginan terakhirnya...
Saat merasa nyawanya akan lepas dari tubuhnya, tubuh Escanor mulai jatuh saat semua memori kehidupannya berputar seperti film di otaknya.
Tangannya mati rasa karena tidak bisa meraih apapun. Kaki kurusnya yang telah hancur tidak lagi bisa menopang tubuhnya.
Saat itu, anak Indura sudah mendekatinya dan membuka mulutnya lebar-lebar seperti ular. Mulutnya akan menerkamnya, tapi tubuh Indura itu tiba-tiba hancur tak tersisa.
Dengan air mata jatuh dan pandangannya yang menatap langit, dia terkejut sesaat saat dahinya disentuh oleh sebuah jari besar.
"«Invigorate»."
Mael datang sambil menyembuhkan semua orang. Bahkan tubuh Escanor yang rusak parah langsung pulih dalam sekejap.
"Escanor ...doamu sudah mencapai diriku..."
Bagian terakhir hanya untuk menambah kata saja, tentu saja dengan respekku pada Escanor.