"«Gate»."
Setelah Merlin merapalkan mantranya, sebuah portal muncul dari udara tipis tepat di depan mereka. Portal itu cukup besar untuk dimasuki, dan tampilannya sendiri berupa kaleidoskop yang selalu berubah-ubah.
Merlin kemudian merapal «Gate» lagi dan membuka portal itu ke Liones, yang kemudian para Ksatria Suci masuki. Sekali lagi, dia membuka portal ke tanah suci untuk Slader meminta bantuan di Kuil Kekacauan.
"Meski tidak ada Zeldris di Liones, tapi Sepuluh Perintah Tuhan yang menuju ke sana lebih banyak dari pada di Camelot. Apakah tidak apa-apa seperti ini, Merlin?" Meliodas bertanya dengan khawatir.
Elizabeth sebenarnya juga ingin segera pergi ke Liones karena mengkhawatirkan Ayahnya dan orang-orang di sana, namun dia tahu untuk tetap rasional pada situasi saat ini.
"Jangan khawatir, lagipula..."
"Merlin!"
Sebelum Merlin bisa menyelesaikan kalimatnya, seekor bola bulu bersayap mendarat di depan mereka.
"Aku sudah menyelesaikan tugasmu, cepat berikan hadiahnya!" Galla yang baru saja datang, langsung meminta Merlin memberikan rewardnya.
"Makhluk apa itu?" Gowther yang kesulitan untuk menoleh saat ini bertanya.
"Tidak tahu." Meliodas mengangkat bahu.
"Mungkin sejenis dengan Hawk-sama dan Cath-sama?" Elizabeth memiringkan kepalanya.
"Jangan pedulikan orang bodoh ini." Merlin berkata pada mereka. "Hanya seorang dungu yang berani menentang Dewa, dia dikutuk oleh Ophis-chan menjadi sesuatu seperti ini."
"Hei, Merlin! Tidak sopan sekali menjelekkan seseorang saat orang itu tepat didepanmu!" Galla mengeluh, meski sudah terbiasa oleh ejekan Merlin yang terus menerus.
"Apa yang baru saja kau perintahkan padanya, Merlin?" Meliodas bertanya.
"Tidak banyak, hanya menuntun Ban dan yang lainnya ke tempat pria itu." Merlin terkekeh.
"A-Apa maksudmu 'dia'?!" Meliodas terkejut, sebelum menunjukkan senyumnya.
"Siapa 'dia', Meliodas-sama?" Elizabeth bingung.
"Anggota terakhir, Lion's Sin, Escanor." Gowther lah yang menjawab.
"Hmm, jika itu Escanor, aku yakin dia bisa menyelesaikan sebagian besar masalah di Liones." Merlin menghela napas, lalu menatap Galla yang menunjukkan matanya berkaca-kaca.
Dengan enggan, Merlin melemparkan kristal-kristal kecil berbentuk tetragonal ke Galla, dengan yang terakhir menerimanya seperti pengemis.
"Ngomong-omong, efek kristal itu memiliki batas waktu. Aku belum percaya padamu, sih. Pokoknya, gunakanlah dengan bijak."
"Baik, pelayan ini akan membuat membuat Anda menerima diriku sepenuh hati!" Galla membungkuk dengan berlebihan ke arahnya.
"Hentikanlah sanjunganmu, memuakkan!" Merlin mendengus sebelum memerintahkannya lagi, "Tugasmu selanjutnya adalah menuntun Ban, Escanor dan yang lainnya menuju Liones secepatnya. Jika aku tidak puas, tunggulah cambuk dariku."
"Pelayan ini akan memenuhi keinginan Anda!" Galla dengan senang hati membawa kristal-kristal itu, sebelum mendongak dan berkata: "Ngomong-omong, saat aku menuntun Ban dan teman-temannya ke Escanor, aku bertemu salah satu anggota Sepuluh Perintah Tuhan."
Perkataan Galla mengejutkan mereka semua.
"Siapa itu?" tanya Merlin.
"Err, yang pakai kalung anjing." Galla membanting ekornya yang panjang ke tanah terus-menerus.
"Melascula?"
Pa!
Galla membanting ekornya sangat keras setelah mendengar nama itu, membuat dia mengingat namanya dengan benar kali ini. "Ya, Melascula-sama!"
"-sama...?" Semua orang memiringkan kepalanya dengan bingung.
"Wanita itu memulai semacam ritual untuk memanggil jiwa-jiwa dari Alam orang mati, mengacaukan keseimbangan kehidupan sepenuhnya. Emm, kurasa salah satu teman Ban juga merupakan salah satunya."
"Elaine, kah?"
Setelah Galla selesai menjawab pertanyaan dari mereka, dia segera mengepakkan sayapnya dan terbang ke arah yang sama seperti saat dia datang sebelumnya.
Kristal yang diberikan Merlin sebelumnya mampu membuat Galla kembali ke wujud humanoidnya jika kristal itu digigit olehnya. Dan seperti kata Merlin, efeknya masih memiliki batas waktu.
Meski begitu, Galla sudah sangat bersyukur karena bisa kembali ke wujud aslinya setelah sekian lama. Alasan Merlin bersikap seperti itu padanya karena Galla merupakan orang munafik, akhir-akhir ini pokémon itu sering menjanjungnya yang padahal hanya ingin manfaat darinya. Jika saja Galla memohon padanya dengan sepenuh hati, kutukan yang menimpanya pasti sudah hancur sejak lama.
"Aku tidak tahu kau memiliki sisi itu, Merlin." Meliodas menyeringai, karena sebelumnya sempat dikejutkan oleh hukuman cambuk Galla dari Merlin melalui perkataannya. "Hal baru, nih."
Elizabeth terkikik, sementara Merlin hanya menatap Meliodas dan berkata: "Jangan main-main, Danchou."
Merlin lalu menoleh ke Raja Camelot di sebelahnya, "Bagaimana, Arthur? Apakah persiapanmu sudah selesai?"
"Ya, ayo kita pergi!"
Mereka lalu memasuki portal bersama dan dipindahkan ke Camelot. Segera setelah semua sosok di sana menghilang, portal itu juga lenyap ke udara tipis.
...
Di tebing tidak jauh dari tempat mereka berkumpul sebelumnya, terdapat lima orang yang berdiri disana dan melihat kepergian mereka.
"Apakah Anda tidak ikut campur, Flora-sama?" Zaneri bertanya pada orang di depannya.
Flora dan Zora berdiri berdampingan di ujung tebing, dengan memunggungi dan menampilkan sosok gagah untuk para Druid dari belakang saat angin sepoi-sepoi menghembus rambut kedua saudari itu.
"Apa yang kamu katakan, moo~!" Flora cemberut main-main, sebelum menjelaskan:
"Bukan berarti aku tidak peduli, hanya saja aku tidak terlalu mempermasalahkan krisis Britannia saat ini. Lagipula, semua ini berjalan sesuai kehendak-Nya." Flora menatap langit sambil mengeluarkan senyum nostalgia.
"Onee-sama..." Zora memperhatikan wajah kesepian kakak perempuannya, lalu menggenggam tangannya erat-erat.
"Tapi, aku tidak menyangka kamu akan menghasilkan banyak prajurit hebat dari anak-anak didikmu." Flora berkata.
"Ini semua berkat Anda berdua, Flora-sama, Zora-sama. Jika Anda tidak menyelamatkan kami saat itu, kami sendiri tidak tahu bagaimana kami akan hidup selanjutnya." Zaneri berkata pada kedua saudari Celestial itu dengan pemujaan.
Jenna juga mengeluarkan sanjungannya, "Benar sekali kata saudari saya, kami bisa selamat berkat Anda memberi kami tubuh untuk tetap bertahan hidup. Terlebih lagi, tubuh yang sempurna ini sudah seperti berkah terbesar bagi kami."
"Kita hanya kebetulan saat itu." Zora berkata, sebelum ekspresinya juga berubah menjadi nostalgia. "Ya, kebetulan..."
'Keberuntungan, kebetulan, kemungkinan, nasib, takdir. Meski itu semua hal yang misterius bagiku, tetap saja tanpa itu aku tidak bisa bertemu dengannya.' Zora terkekeh dalam hati.
"Sepertinya Anda merupakan keberuntungan kami." Zaneri dan Jenna membungkuk ke arah kedua Celestial itu, sebelum berkata: "Seperti yang telah Anda perintahkan sebelumnya, kami akan terus melakukan hal yang sama untuk kedepannya."
"Silahkan, meskipun kalian tidak menampung siapapun saat ini, sih." Zora menyetujui mereka.
"Itu juga merupakan sebuah takdir untuk terlahirnya seorang pejuang hebat berasal dari tempat ini. Jika tidak ada orang pemberani, maka bukan takdir kami untuk memutuskan."
"Takdir, kah...?" Flora lalu berbalik menatap mereka. Sejujurnya, dia menyelamatkan Zaneri dan Jenna dengan cara memberi tempat untuk keduanya kabur adalah karena mereka sama-sama mirip. Zaneri dan Jenna adalah saudari yang saling mendukung satu sama lain, seperti kasusnya sendiri.
Zora menatap langit dan menikmati pemandangan didepan matanya sejenak, sebelum mengusap wajahnya sendiri dan berbalik, menampilkan sebuah keindahan sejati.
"I-Itu adalah....!"
"Suatu kehormatan besar!"
Sementara para saudari Druid berlutut dalam sukacita, satu-satunya pria dalam kelompok itu sudah terpesona hingga tubuhnya membatu. Meski disebut pria juga tidak tepat, karena dengan tubuhnya yang besar dan berotot, dia sebenarnya hanyalah remaja 15 tahun.
Zora saat ini mengeluarkan sosok sejatinya, sebuah kecantikan tak tertandingi yang mampu menghancurkan keseimbangan dunia hanya dengan sosoknya.
Senyumnya saat berbalik seperti dewi pengasih yang sesungguhnya, setiap pergerakan dan gerak-geriknya mengandung kemuliaan tak berujung.
Kecantikan yang melampaui dunia!
Kecantikan yang mampu menyebabkan perang dunia dengan penampilannya!
Padahal, Zora hanya menghapus batas pesonanya, sih.
...
"K-Kurasa kita sudah terlambat...!" Meliodas berkata sambil membelakakan matanya saat mereka berdiri tidak jauh dari tempat di mana Kerajaan Camelot berada.
Mereka lalu dengan gugup menatap Arthur, saat yang terakhir memiliki ekspresi yang sangat menakutkan di wajahnya.
"Ini semua salahku! Jika saja aku tidak...!"
"Tenanglah, Arthur." Merlin memotong keluhan putus asa Raja Camelot itu. "Aku tidak ingat pernah mengajarimu untuk begitu lemah mental sebagai seorang Raja."
"M-Maafkan aku, Merlin." Arthur menarik napas dan menenangkan dirinya.
"Situasinya merepotkan, tapi sepertinya para Ksatria Suci masih sanggup melakukan perlawanan. Masalahnya adalah Sepuluh Perintah Tuhan yang menempati kastil saat ini." Merlin memberitahu situasinya.
"Sepertinya meninggalkan Hawk-mama di Istar bukan keputusan yang tepat." Meliodas berkata.
"Sudah terlambat mengatakan itu, aku tidak sanggup lagi merapal «Gate»."
"Apakah aku harus memanggil Oka?" Hawk berkata.
"Tidak perlu, tugasmu adalah menjadi umpan meriam bagi Elizabeth."
"Hei, aku adalah pejuang pemberani yang akan melindungi sang putri!" Hawk menyentak ke arahnya.
"Terima kasih, Hawk-chan. Tapi kita harus menyelamatkan warga sipil terlebih dahulu!" Elizabeth berseru.
"Ya, kesampingkan melawan Zeldris untuk saat ini. Kita harus memindahkan rakyat Camelot ke tempat yang aman." Merlin menyetujui rencananya.