Kise yang sedang duduk disalah satu meja sebuah restoran yang beroperasi dua puluh empat jam, selalu mengarahkan tatapan matanya kearah pintu masuk restoran sambil sesekali melirik jam tangannya.
"Tenglah, Azami pasti sedang dalam perjalanan." Ujar Takumi yang baru saja datang dengan membawa sebuah nampan berisi tiga gelas minuman soda dan tiga buah hamburger beserta kentang goreng.
"Ya kau benar Takumi-san. Tetapi, tetap saja. Perkataan kakek tua itu benar-benar mengganggu ku."
Takumi yang mendengar perkataan Kise hanya bergumam, lalu sebelah tangannya terulur mengambil satu buah kentang gore dan mengarahkannya kehadapan bibir Kise.
"Bukalah mulutmu. Hari ini kau hanya memakan sarapan roti dan segelas kopi saja bukan?"
Kise melirikan matanya kearah Takumi, lalu mendengus kesal. "Memangnya karena ulah siapa yang membuat ku bangun kesiangan dan berakhir hanya memakan sarapan roti dan kopi."
"Hahaha lalu salah siapa yang memilih untuk melewati makan siang demi menyelesaikan pekerjaannya?" Balas Takumi sambil terkekeh, membuat Kise melayangkan tatapan tajam kearahnya.
"Bagaimana bisa aku memilih makan siang disaat kita akan melakukan pertemuan dengan salah seorang kolega bisnis?"
Helaan nafas panjang Takumi hembuskan. "Ya, ya, ya. Sekarang berhenti menggerutu dan bukalah bibirmu."
Kise berdecak kesal dan tetap memilih untuk tidak membuka mulutnya.
Takumi yang melihat Kise tetap tidak membuka mulutnya pun, menarik kembali uluran tangannya. Lalu memasukan kentang goreng itu kedalam mulutnya.
Cup.
Kedua bola mata Kise membulat terkejut saat Takumi tiba-tiba saja mencium bibirnya dan dirinya dapat merasakan sebuah kentang goreng sudah berada didalam rongga mulutnya.
"Berhentilah bersikap kekanakan. Kau tahu bukan? Jika kau sedang sakit, akan sangat merepotkan." Ucap Takumi setelah dirinya memastikan Kise memakan kentang goreng yang dirinya kasih, lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Kise.
Kise dapat merasakan sebuah perempatan muncul di keningnya. Lalu kini dirinya melayangkan tatapan tajam dan pukulan kearah Takumi.
Buagh.
"Kau! Saat ini kita sedang berada di tempat umum. Jadi jagalah sedikit sikap mu!"
Takumi menaikan sebelah alisnya dan kini sebelah tangannya terulur untuk menggenggam jari-jemari Kise yang memukul bahunya tadi.
"Untuk apa aku menjaga sikap dihadapan kekasih ku sendiri? Lagi pula banyak diluaran sana yang mengumbar kemesraan bersama kekasih mereka."
Kedua bola mata Kise memutar malas. "Itu jelas berbeda dengan kita!"
"Apa nya yang berbeda? Kita sama-sama sepasang kekasih. Aku mencintai mu dan kau juga mencintai ku." Ucap Takumi dengan santainya yang membuat Kise langsung menolehkan wajahnya kearah lain.
Kise dapat merasakan kini wajahnya memanas setelah mendengar perkataan Takumi.
"Bagimana jika Azami melihat kita? Dia pasti akan menganggap ku aneh!"
Takumi menghela nafasnya panjang. "Keponakan mu itu sudah dewasa. Aku yakin dia tidak akan memiliki pemikiran seperti itu."
Kini Kise menolehkan kepalanya kembali kearah Takumi sambil mencibir perkataan atasannya tersebut. "Sangat percaya diri sekali kau, mengatakan hal itu."
"Ya, perkataan ku ini bukan hanya sekedar kepercayaan diri saja. Tetapi kau sendiri yang pernah bilang kepada ku jika Azami sejak sekolah dasar dia dimasukan kesekolah khusus laki-laki. Jadi sudah sangat di pastikan, keponakan mu itu akan merasa aneh jika melihat kita."
Kise terdiam sesaat di tempatnya, sebelum dirinya mengangkat kedua bahunya pasrah. "Ya, semoga saja dia tidak akan menganggap ku aneh dan menjauhi ku."
Takumi yang melihat Kise mengangkat kedua bahunya pasrah pun, mengulaskan senyum kecil diwajahnya dan kini sebelah tangannya yang tidak menggenggam jari-jemari Kise terulur untuk mengusap-ngusap puncak kepala kekasihnya tersebut.
Kini Kise hanya membiarkan Takumi yang mengusap-ngusap puncak kepalanya sambil memakan satu persatu kentang goreng.
"Paman Kise! Paman Takumi! Maaf sudah membuat kalian menunggu lama."
Kise dan Takumi yang namanya di panggil pun langsung menolehkan kepala mereka bersamaan dan mendapati sosok Azami yang sudah berdiri di hadapan mereka.
"Ah, tidak Azami. Kami juga belum lama sampai. Kau duduklah." Ucap Kise yang mrmbuat Azami menghela nafas lega, lalu mendudukan dirinya di hadapan Kise dan Takumi.
"Apa kau hanya datang sendiri saja Azami?" Tanya Takumi yang sama sekali tidak melihat sosok Yuri bersama Azami.
Azami menganggukan kepalanya. "Ya, Yuri sudah tertidur saat paman Kise menghubungi ku tadi."
Kise dan Takumi menganggukan kepala mereka bersamaan.
"Jadi paman, apa yang ingin paman katakan pada ku?" Tanya Azami yang membuat Takumi dan Kise saling melirikan mata mereka pada satu sama lain.
"Azami-kun, jadi begini. Sebenarnya aku ingin bertemu dengan mu, untuk memastikan apa kau benar-benar meneruskan pendidikan keluar negeri atau tidak, seperti apa yang di beritakan oleh media beberapa saat lalu. Tapi syukurlah ternyata, jika berita tu hanyalah kebohongan saja." Ucap Kise yang membuat Azami menganggukan kepalanya. Sedangkan itu Takumi yang berada di sebelah Kise, mengulurkan tangannya yang membawa sebuah kentang goreng kehadapan bibir Kise.
Azami yang melihat Takumi menyuapkan sebuah kentang goreng kepada Kise, sedikit merasa heran. Meski dirinya ingin bertanya, namun dirinya urungkan dan memilih untuk tetap diam ditempatnya.
Takumi yang melihat Azami terdiam di tempatnya pun, membuka suara. "Azami, makanlah kentang goreng dan humbergernya. Kami memang sengaja membelikan mu, takut jika kau belum sempat makan malam."
Azami berdeham lalu menganggukan kepalanya. "Ah, terima kasih banyak, paman Takumi dan paman Kise, sudah repot-repot membelikan ku makan malam."
Kise yang mendengar perkataan Azami mengibas-ngibaskan sebelah tangannya sambil terkekeh. "Kau tidak perlu sungkan seperti itu Azami. Sudah seperti dengan siapa saja."
"Ya, paman." Balas Azami yang mulai memakan satu persatu kentang goreng di hadapannya.
"Ah, ya Azami-kun. Dua hari lalu kakek mu datang menemui ku."
Azami yang mendengar perkataan Kise langsung menghentikan kunyahannya dan kini menatap Kise dengan tatapan terkejut.
"Kakek? Ada apa kakek menemui paman?"
Kise berdeham sebentar, lalu melirikan matanya kearah Takumi.
Takumi yang mengetahui maksud dar lirikan Kise pun menganggukan kepalanya, lalu beranjak dari duduknya. Membuat Azami menatapnya dengan tatapan heran.
"Aku ingin menghubungi teman ku yang tinggal disini. Kebetulan kami memiliki janji malam ini. Jadi kalian berbicara sepuas kalian."
Setelah Takumi pun berjalan meninggalkan Kise dan Azami.
"Apa kalian datang ke Yokohama untuk menemui kenalan kalian juga?" Tanya Azami pada Kise yang dibalas dengan anggukan kepala.
"Ya, kami memiliki janji dengannya malam ini. Tetapi aku menyempatkan diri untuk bertemu dengan mu terlebih dulu."
Azami menganggukan kepalanya pelan.
"Ehm, Azami-kun. Dua hari lalu kakek mu menemuiku untuk membicarakan perihal dirimu dan Yuri-chan." Ucap Kise sambil menatap Azami yang tengah menatapnya dengan tatapan heran.
"Kakek mu bilang, dia sudah menyuruh mu untuk menentukan pilihan perihal meneruskan pendidikan di luar negeri atau disini."
Kise yang melihat Azami menatapnya dengan tatapan mata tajam pun langsung menggelengkan kepalanya cepat.
"Bukan, bukan. Tujuan ku menemui mu bukan untuk membujuk mu memilih meneruskan pendidikan di luar negeri. Aku tidak memiliki hak untuk membujuk mu melakukan itu. Karena ini adalah urusan pribadi mu, kamu yang mengetahui pilihan mana yang terbaik untuk mu dan adik mu."
Azami memilih tetap diam dan belum merespon perkataan Kise.
Kise yang melihat Azami belum memberikan respon pun melanjutkan kembali perkataannya.
"Tapi, hal yang mengganggu ku adalah saat kakek mu berkata. Jika kau tetap memilih untuk meneruskan pendidikan disini dan paman mu mengetahui hal itu, maka kemungkinan besar paman itu akan berusaha untuk mencelakaimu. Sudah ku duga jika anggota keluarga mendiang ayah mu itu benar-benar sangat brengsek sekali."
Kise berdecak kesal saat wajah pongah para paman dan bibi Azami terlintas di kepalanya.
"Kau benar paman. Mereka benar-benar sangat brengsek dan sangat tergila-gila dengan kekuasaan dan juga harta."
Kise membenarkan apa yang dikatakan oleh Azami.
"Lalu, bagaimana dengan pilihan mu Azami? Aku bertanya seperti ini murni untuk diriku pribadi sebagai seorang pamanmu. Aku tidak akan mengomentari ataupun menentang pilihan yang sudah kau buat."
"Ehm, aku sudah memilih untuk melanjutkan pendidikan di kota ini paman. Aku juga sudah mendaftar di salah satu universitas dan mengincar untuk mendapatkan beasiswa."
Kise terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Kau, memang seperti mendiang kakak ku."
"Tentu saja, karena aku adalah putranya." Balas Azami yang membuat Kise kini tergelak.
"Baiklah, kita sudahi pembicaraan perihal pendidikan mu. Sekarang aku ingin bertanya mengenai tempat tinggal dan pekerjaan yang sedang kau geluti saat ini. Apa kau merasa nyaman?"
Azami menganggukan kepalanya, sambil mengulurkan sebelah tangannya untuk mengambil gelas soda dan meminumnya, sebelum menjawab pertanyaan Kise.
"Ya, sementara ini aku merasa nyaman dengan tempat tinggal dan pekerjaan baru ku paman."
Kise menghela nafas lega mendengar jawaban Azami. "Syukurlah. Sebenarnya aku juga sempat ragu dan mengkhawatirkan pilihan mu yang ingin tinggal di Yokohama untuk mencari tempat tinggal rekan mendiang ayah mu."
Azami terdiam belum merespon perkataan Kise. Azami dapat menduga jika kakeknya belum mengatakan kepada Kise perihal rekan kerja mendiang ayahnya yang sudah tiada dan juga perihal kejadian perampokan yang menimpa dirinya dan Yuri.
"Paman tidak perlu khawatir. Aku dapat menjaga diriku sendiri dan juga Yuri."
"Tentu saja, aku mengetahui itu!" Seru Kise sambil terkekeh.
Takumi yang sudah selesai menghubungi kenalannya pun kembali masuk kedalam restoran, membuat Azami dan Kise kini mengalihkan tatapan kearahnya.
"Bagaimana paman? Apa kau sudah selesai menghubungi kenalan mu?" Tanya Azami saat Takumi sudah duduk disebelah Kise.
"Ya, dia meminta ku untuk berkunjung kerumahnya langsung jam dua nanti." Jawab Takumi yang direspon anggukan kepala oleh Kise, namun dengan tatapan heran oleh Azami.
"Apa tidak apa-apa mengunjungi rumah orang lain pada saat dini hari, paman?" Tanya Azami lagi yang kini membuat Kise dan Takumi saling melemparkan tatapan, lalu terkekeh.
"Ya, untuk sebagian orang betamu pada saat jam seperti itu merupakan kurang sopan. Tapi kami sudah terbiasa bertamu dan menerima tamu disaat-saat jam seperti itu, Azami." Jawab Takumi dengan santainya.
Meski Azami masih merasa sedikit heran, namun dirinya memilih untuk diam dan menganggukan kepalanya pelan.
"Oh ya, Azami. Apa kau tidak masalah pulang larut malam? Saat ini sudah hampir jam dua belas malam." Tanya Kise yang baru saja melihat jam tangannya dan membuat Azami juga ikut melihat jam tangan miliknya sendiri.
"Ah, tidak terasa sudah larut malam. Sepertinya aku harus pulang sekarang paman." Jawab Azami yang sudah bersiap untuk pulang.
"Kau sudah akan pulang? Baiklah. Biar kami mengantarmu sampai kedepan, Azami." Ucap Kise yang sudah ikut bersiap beranjak dari duduknya.
Azami terdiam sesaat sebelum menganggukan kepalanya menyetujui apa yang dikatakan oleh Kise.
Kini Azami, Takumi dan Kise pun berjalan keluar restoran menuju tempat parkir dimana motor milik Tenma yang Azami pinjam terparkir disana.
"Paman Kise, paman Takumi. Terima kasih untuk makan malam yang sudah kalian belikan untuk ku." Ucap Azami yang direspon decakan oleh Kise.
"Tsk! Kau ini, itu tidak seberapa untuk kami."
Azami mengulaskan senyum kecil diwajahnya, lalu menaiki motor sport milik Tenma.
Takumi yang melihat Azami sudah akan memakai helm nya pun, mengintrupsi pemuda itu.
"Azami, tunggu sebentar."
Azami yang baru saja akan memakai helm, mengurungkan kegiatannya dan kini menolehkan kepalanya kearah Takumi.
Begitu juga dengan Kise yang kini sudah melayangkan tatapan heran pada Takumi yang berdiri tepat disebelahnya.
"Ya, paman ada apa?" Tanya Azami pada Takumi.
Takumi terdiam sesaat, sebelum dirinya menggenggam jari-jemari tangan sebelah kiri Kise yang terdapat sebuah cincin di jari manis pria itu. Lalu mengangkatnya dan menunjukan kepada Azami.
Kise yang jari-jemari tangannya tiba-tiba saja di genggam oleh Takumi dan angkat untuk di tunjukan kepada Azami, membulatkan kedua matanya terkejut.
"Selagi kau masih berada disini. Aku ingin memberitahukan sesuatu padamu." Ucap Takumi yang membuat Kise menggerutu.
"Hei, aku sudah gila! Jangan coba-coba memberitahu Azami!"
Azami mengerutkan dahinya heran mendengar perkataan Kise.
Sedangkan itu, Takumi berpura-pura untuk menulikan pendengarannya dan tidak memperdulikan gerutuan Kise yang saat ini sedan berusaha untuk melepaskan genggaman tangannya.
"Azami, aku ingin memberitahu mu. Jika aku dan paman mu sudah resmi menjadi sepasang kekasih sejak satu bulan yang lalu. Maaf aku baru bisa memberitahu mu sekarang."
Kedua bola mata Kise sudah benar-benar membulat terkejut dengan kelakuan gila yang Takumi lakukan saat ini. Belum lagi, Azami masih tetap terdiam belum memberikan respon apapun. Itu membuat Kise benar-benar merasa seperti seorang paman yang gagal.
"Wah, selamat. Aku turut senang dengan resminya hubungan kalian."
Takumi mengulaskan senyum kecil diwajahnya saat melihat Azami mengulaskan senyum di wajahnya. Takumi dapat melhat sorot mata Azami memancarkan ketulusan saat mengucapkan selamat kepada dirinya dan Kise.
Sedangakan itu Kise, diam membeku ditempatnya. Dirinya tidak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Azami. Belum lagi, dirinya tidak melihat ada tatapan mencela atau raut wajah aneh yang terlukis diwajah Azami saat ini.
"Ah, seandainya kalian memberitahuku lebih awal. Aku pasti akan membawakan hadiah untuk kalian." Ucap Azami yang membuat Takumi terkekeh dan kini tatapannya terarah kepada Kise yang masih terdiam disebelahnya.
"Lihat bukan, bagiamana respon keponakan mu sendiri?"
Kise menganggukan kepalanya pelan, lalu mengulaskan senyum kecil diwajahnya. Menatap Azami dengan sorot mata berkaca-kaca.
"Kami tidak memerlukan hadiah apapun darimu Azami." Ucap Kise yang disetujui oleh Takumi.
"Hmm, baiklah kalau begitu. Semoga kalian selalu berbahagia."
Takumi dan Kise menganggukan kepala mereka bersamaan.
"Ya, kami berdua pasti akan selalu berbahagia." Ucap Takumi yang membuat Azami mengulaska senyum diwajahnya.
"Terimakasih paman Takumi."