webnovel

The Dangerous Love Zone - 24

"Niichan.." Panggil Yuri saat melihat Azami baru saja keluar dari dalam kamar mandi.

Azami yang sedang mengeringkan rambutnya pun berdeham untuk merespon paggilan Yuri.

"Apa niichan yakin untuk mengubah model rambut seperti dulu?"

Helaan nafas panjang Azami hembuskan. "Ya, lagi pula bukankah model rambut ini memang cocok untuk niichan?"

Yuri terdiam memperhatikan Azami yang berdiri tidak jauh darinya. "Ehm, jika ibu masih ada disini, ibu pasti akan sangat senang melihat model rambut niichan saat ini."

Azami menganggukan kepalanya pelan. Saat dirinya mengingat jika mendiang ibu mereka dulu sangat menyukai sekali model potongan rambut dirinya saat ini. "Kau benar."

Terjadi keheningan didalam ruang kamar Azami saat ini. Yuri yang sedari tadi memegang ponsel milik Azami pun, membulatkan mata terkejut saat dirinya sudah melupakan suatu hal.

"Ah niichan! Aku lupa memberitahu mu!"

Azami yang mendengar Yuri berseru heboh dari atas kasur, melayangkan tatapan heran kearah adik bungsunya itu.

"Ada apa Yu-chan? Kenapa kau hebih sekali?"

Yuri pun beranjak dari rebahanna diatas kasur dan berjalan menghampiri Azami sambil mengulurkan ponsel milik kakaknya tersebut.

"Tadi paman Renji mengirimkan pesan untuk niichan. Tapi pesan itu belum aku buka sama sekali."

Azami menerima uluran ponsel miliknya dan menganggukan kepalanya pelan. "Terimakasih Yu-chan. Aku akan membaca pesan dari paman Reji terlebih dulu sebelum kita tidur."

Yuri menganggukan kepalanya dan kini berjalan kembali menuju kasur. Dirinya tidak ingin mengganggu urusan yang dimiliki oleh sang kakak dengan Renji. Karena Yuri tahu, saat ini dirinya belum bisa untuk ikut membantu urusan yang sedang ditangani oleh sang kakak dan Renji.

Sedangkan itu Azami yang sedang membaca pesan masuk dari Renji mengulaskan senyum kecil di wajahnya dan langsung mengetikan pesan balasan kepada Renji.

"Yu-chan.." Panggil Azami setelah dirinya membalas pesan dari Renji dan sudah mematikan daya ponselnya.

"Ya niichan?"

Yuri yang merasakan aura disekeliling kakaknya berbeda dari sebelumnya pun mengerutkan kening heran.

"Apa besok kau ingin ikut dengan niichan pergi kerumah paman Renji?" Tanya Azami yang langsung membuat Yuri mengulaskan senyum cerah diwajahnya.

"Benarkah besok niichan akan pergi kerumah paman Renji??"

Azami menganggukan kepalanya. "Ya, paman Renji bilang, kakek ingin bertemu dengan kita."

Kedua bolamata Yuri membulat terkejut. "Kakek berada di Tokyo?! Benarkah?? Aku ingin ikut kerumah paman Renji besok!"

Sebelah tangan Azami terulur untuk mengusap puncak kepala Yuri. "Nah, sekarang ayo kita tidur. Biar besok pagi kita meminta izin pada Goshi-san dan yang lainnya."

Yuri menganggukan kepalanya cepat dan mulai berbaring diatas kasur. "Aku tidak sabar untuk bertemu dengan kakek besok."

Azami terkekeh mendengar perkataan Yuri dengan kedua kelopak matanya yang sudah terpejam. "Ya, niichan juga sama."

Azami pun mengulurkan sebelah tangannya untuk menepuk-nepuk puncak kepala Yuri pelan sambil kembali bersenandung menyanyikan lagu penghantar tidur yang biasa di nyanyikan oleh mendiang ibu mereka.

***

Azami kini sudah terduduk tepat berhadapan dengan sang kakek didalam ruang kerja milik Renji.

Setelah mereka menghabiskan waktu beberapa saat untuk bercengkrama bersama diruang keluarga Renji bersama dengan Yuri. Sang kakek Azami yang bernama Yano Furuichi meminta waktu kepada Azami untuk berbicara bersama dirinya dan juga Renji diruang kerja sahabat mendiang putra bungsunya itu.

Sedangkan itu Makoto yang mengetahui jika sang suami, bersama dengan Azami dan kakek pemuda itu akan membicarakan hal yang begitu serius pun, mengajak Yuri untuk menghabiskan waktu bersama dengan berbelanja.

Disinilah Azami saat ini, didalam ruang kerja milik Renji tengah berhadapan dengan sang kakek.

Sedangkan itu Renji yang merasa dirinya bukanlah anggota keluarga Furuichi memilih untuk sedikit menjaga jarak dari kepala keluarga utama Furuichi dan sang cucu.

"Aku sudah mendengar semua cerita tentang mu yang memilih untuk pergi ke Yokohama bersama dengan Yuri, dari Renji."

Azami menganggukan kepalanya. Renji sudah memberitahunya, jika pria itu terpaksa harus menceritakan semuanya kepada sang kakek.

"Apa kau sudah berhasil bertemu dengan orang yang sedang kau cari beberapa bulan ini?" Tanya Yano yang membuat Azami menggelengkan kepalanya pelan.

"Belum. Aku belum berhasil menemukan kediamannya."

Yano terus memperhatikan sang cucu dengan sesaksama.

"Kakek sudah menduga itu. Karena sebenarnya orang yang sedang kau cari beberapa bulan ini sudah meninggal dunia bersama sang istri tujuh tahun yang lalu dalam kecelakaan."

Kedua bolamata Azami dan Renji sukses membulat terkejut mendengar perkataan Yano.

Yano yang melihat reaksi terkejut diwajah sang cucu dan Renji pun menghela nafas panjang.

"Bahkan mendiang ayah mu sendiri pun pasti tidak mengetahui jika rekannya itu sudah meninggal, makanya dia menyuruhmu untuk datang menemui rekannya itu." Lanjut Yani yang masih belum direspon apapun oleh Azami.

"Dan foto yang kau bawa dari Renji, itu merupakan foto lama dan kini rumah mendiang rekan ayah mu itu sudah direnovasi oleh putra sulungnya."

Azami dan Renji kembali terkejut mendengar perkataan Yano. Mereka berdua merasa heran, bagaimana Yano bisa mengetahui banyak hal tentang rekan mendiang ayah dan sahabat mereka.

"Biar aku tebak, kalian berdua pasti bertanya-tanya bukan, mengapa aku bisa mengetahui hal itu?" Tanya Yano sambil menatap Azami dan Renji bergantian.

Renji berdeham sesaat sebelum dirinya menganggukan kepala. Begitu juga dengan Azami yang menganggukan kepalanya.

"Itu, karena aku lah yang memperkenalkan mendiang Yusuke kepada mendeiang rekannya tersebut. Dan sampai saat ini aku masih menjalin komunikasi dengan putra sulungnya."

Azami dan Renji yang sudah benar-benar dibuat terkejut lagi oleh Yano, tidak bisa berkata apa-apa.

"Jika kau benar-benar ingin bertemu dengannya, aku bisa mengaturkan jadwal pertemuan dengannya. Karena dia adalah orang yang sangat sibuk, kau tidak bisa meminta waktu pertemuan secara tiba-tiba."

Azami mengerutkan dahinya. "Apa orang itu benar-benar sangat sibuk?"

Yano menganggukan kepalanya. "Ya, karena dia adalah orang yang sangat cukup berpengaruh di Yokohama."

"Apa dia walikota Yokohama?" Tanya Renji menebak profesi dari orang yang sedang mereka bicarakan saat ini.

Yano terkekeh mendengar pertanyaan Renji. "Bukan, tentu bukan. Dia meneruskan usaha mendiang kedua orangtuanya yang sangat berpengaruh pada para petinggi di Yokohama dan beberapa kota lainnya di Jepang."

Suara decakan terdengar dari mulut Azami dan Renji.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan jika sudah bertemu dengan orang tersebut, Azami-kun?"

Azami terdiam sesaat mendengar pertanyaan Yano. "Ayah bilang, jika sedang terjadi situasi genting seperti saat ini, aku hanya perlu bertemu dengan rekannya tersebut. Maka rekannya tersebut akan langsung membantu tanpa bertanya lagi."

Yano menganggukan kepalanya pelan dan meremat jari jemarinya. "Itu jika kau bertemu langsung dengan mendiang rekan kerja ayah mu. Tetapi untuk saat ini kau akan bertemu dengan putra sulungnya dan belum tentu mendiang rekan kerja ayah mu memberitahu putra sulungnya perihal perjanjian yang sudah dibuatnya dengan mendiang ayah mu."

Azami membernarkan apa yang dikatakan oleh Yano. Bahkan dirinya sendiri pun tidak mengetahui perjanjian apa yang sudah dibuat oleh mendiang ayahnya dengan mendiang rekannya tersebut.

"Jika kau masih belum menemukan ide apa yang akan kau lakukan jika bertemu dengan putra sulung mendiang rekan ayah mu, aku akan memberikan mu waktu berfikir sampai jadwal pertemuan kita berhasil dibuat." Ucap Yano yang menyadari jika untuk saat ini sang cucu belum memilki ide untuk di katakan kepada putra sulung mendiang kenalannya.

Azami menganggukan kepalanya. "Baik, aku akan memikirkan dengan baik-baik apa yang akan aku katakan kepada putra sulung mendiang rekan ayah."

Kini Yano mengulurkan sebelah tangannya untuk mengambil cangkir teh dan meminumnya.

"Lalu, bagaimana dengan pendidikan mu saat ini? Apa kau sudah mulai mencari universitas untuk melanjutkan pendidikan mu dalam dunia bisnis?" Tanya Yano setelah dirinya meminum teh.

Azami yang di beri pertanyaan oleh Yano, menolehkan kepalanya kepada Renji.

"Ya, aku masih dalam tahap mencari. Nanti jika aku sudah menemukannya, mungkin aku akan mengatakan kepada pemilik kafe tempat ku bekerja mengenai pilihan ku yang ingin melanjutkan pendidikan."

Yano menghela nafasnya. "Aku masih benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa putra sulung ku mengatakan jika kau masih belum siap mengambil alih perusahaan dan lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan diluar negeri."

"Bahkan, aku hampir mempercayai berita itu, jika kau dan Yuri memang benar-benar pergi keluar negeri. Aku mencoba menghubungi ponsel mu, tetapi tidak mendapat jawaban sama sekali. Maka dari itu aku memutuskan untuk menghubuni Renji dan menanyakan kebenaran dari berita itu." Lanjut Yano dan direspon anggukan kepala oleh Renji.

Kini Yano mengalihkan tatapannya kepada Azami. Dirinya menatap begitu intens kedua manik mata milik sang cucu.

"Azami-kun, apa kau benar-benar tidak ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri?"

Azami menggelengkan kepalanya."Tidak, aku tidak ingin meninggalkan Yu-chan sendiri disini."

"Yu-chan tidak sendirian Azami-kun. Disini masih ada kakek, nenek, Renji dan Makoto." Sahut Yano yang kembali membuat Azami menggelengkan kepalanya.

"Aku sangat mengetahui watak masing-masing putra dan putri ku. Dan dari keenam putra, putri ku hanya Yusuke lah yang selalu mendengarkan perkataan ku. Sedangkan para kakak nya selalu saja lebih mementingkan diri mereka sendiri."

"Bahkan setelah mendengar cerita dari Renji mengenai mereka yang memperebutkan hak asuh dan harta warisan yang dimiliki Yusuke, aku sebagai seorang ayah merasa malu, melihat bagaimana sikap tidak terhormatnya mereka." Lanjut Yano membuat Azami dan Renji merasa tidak enak.

"Seharusnya aku tidak mengatakan ini. Tetapi, kurasa kalian berdua harus lah tahu. Jika sebelum kecelakaan pesawat ini terjadi, Ken dan keempat putra putri ku yang lain hampir saja mencelakai Yusuke. Untungnya pada saat itu Yusuke tidak mengalami luka serius saat sedang berada di lokasi syuting salah seorang aktornya."

Azami dan Renji diam tertegun ditempat mereka masing-masing.

"Maka dari itu aku bertanya, apa kau tidak ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri? Karena ini juga demi kebaikan mu Azami-kun. Aku merasa sangat takut jika salah satu putra dan putri ku berniat nekat untuk mencelakai mu, jika mereka tahu kau berada di Jepang."

Azami mengepalkan kedua tangannya erat. "Tapi, aku tidak bisa meninggalkan Yu-chan, kek."

Yano menghela nafas panjang. "Kau tidak perlu khawatir Azami-kun, ada kami semua disini yang akan menjaga Yu-chan."

"T-tapi kek,"

Puk..

"Azami-kun, Yu-chan pasti akan mengerti. Ini juga demi kebaikan kalian. Aku tidak ingin salah satu dari anak ku akan melakukan cara kotor untuk mendapatkan sepenuhnya perusahaan yang sudah didirikan oleh mendiang ayah mu." Ucap Yano sambil menepuk kedua pundak Azami.

"Kakek akan memberikan mu waktu, untuk mempertimbangkan melanjutkan pendidikan mu di luar negeri."

Azami memilih untuk tetap diam. Dirinya tidak akan bisa membiarkan Yuri jauh darinya. Karena hanya Yuri lah satu-satunya anggota keluarga yang dirinya miliki saat ini.

Sedangkan itu, tanpa Yano, Azami dan Renji sadari. Yuri tidak sengaja mendengar semua percakapan mereka mengenai Azami yang akan melanjutkan pendidikan di luar negeri.

"Niichan.."

Bab berikutnya