Lahirnya Penyihir Air
'Musuh kali ini bukan orang sembarangan yang hanya melawan monster dimensi saja… mereka adalah veteran etranger kelas 1 tingkat lanjut... dari segi kekuatan mereka setara dengan monster dimensi rank SS... sementara dalam hal pengalaman bertarung mereka setara dengan veteran perang… sudah jelas aku tidak bisa menang dengan kekuatanku yang sekarang… tapi…'
Rigma bersembunyi di pepohonan yang rimbun sambil menghilangkan hawa keberadaannya. Kepercayaan dirinya sudah kembali, meskipun rigma tahu tidak bisa menang dalam pertarungan.
'Kalau ucapan penyihir air benar… ada kesempatan untuk melawan balik para senior yang mengejarku…'
'Sepertinya kau memikirkan rencana licik bocah…'
'Syna memang yang paling mengenalku… ya aku akan menggunakan cara selicik apapun untuk bisa mengulur waktu…'
'Kalau begitu ajak aku bersamamu… aku akan membantu… karena kelihatannya bakal seru...'
Rigma menggunakan teropong kecil untuk memastikan posisi musuh yang mengejar. Ia dapat melihat ketiga etranger yang memburunya berlari lurus tepat ke tempat persembunyiannya.
"Seperti yang aku duga dari etranger kelas atas…. Mereka melacak hawa keberadaanku hingga detik akhir… sekarang…"
Rigma menggunakan pedang senja untuk pergi ke suatu tempat, senyuman mengerikan juga terlihat di wajahnya.
*swing… click…*
Saat pedang senja memotong benang yang sebelumnya telah disiapkan oleh rigma terdengar suara decitan kecil di sekitar area musuh.
"Ini…!?"
*BOOM… duar duar…*
Ledakan berantai pun terjadi hingga menghancurkan area hutan dan merobohkan banyak pohon besar.
"Hehehe… ada gunanya juga aku mencuri granat dan ranjau di markas…"
Rigma tidak menyangka niat isengnya untuk mencuri granat dan ranjau darat dari gudang senjata akan sangat berguna. Sebelum bertemu asrea yang sedang patah hati, rigma menyusup ke dalam gudang senjata. Awalnya ia berniat untuk mengembangkan senjata modern berbasis energi jiwa. Namun ia tidak menyangka senjata curiannya malah berguna melawan etranger kelas atas.
"Namun granat dan senjata peledak lainnya yang terpakai sangat disayangkan… aku cukup menyesal… padahal nyawaku juga terancam disini…"
Rigma sibuk bergumam karena merasa kesal harus kehilangan bahan berharga untuk pembuatan senjata jiwa.
'Oi bocah mereka masih bergerak lho…'
'Ah iya… aku hampir lupa… waktunya rencana kedua…'
Rigma pun bergegas keluar dari tempat persembunyiannya untuk menjalankan rencana berikutnya. Sementara di sisi musuh resta dan dua etranger kelas 1 tingkat lanjut sangat kesal karena masuk jebakan rigma.
"SIALAN…!! Bisa-bisanya dia membuat jebakan seperti ini dalam waktu singkat…!"
"Aku juga cukup terkejut… memang jebakannya tidak akan melukai kita… tapi ini cukup menjengkelkan…"
Resta yang paling kesal karena terkena jebakan sederhana milik rigma, jiandi dan rekannya juga terlihat cukup kesal.
"Siapa yang menyangka seorang etranger akan menggunakan jebakan menggunakan granat dan ranjau… anak ini setidaknya cukup pintar…"
Pria dengan pedang besar berwarna putih memotong batang pohon besar sambil berkomentar dengan santai.
"Dari pada memujinya... lebih baik kita segera cari dan habisi bajingan kecil ini…"
"Aku setuju dengan jiandi…"
Resta yang masih kesal sangat ingin memburu rigma sesegera mungkin dan melampiaskan kemarahannya.
"...! kabut…?"
Tiba-tiba sebuah asap ungu muncul dan mengelilingi seluruh hutan, kabut ungu membuat jarak pandang semakin pendek. Pria pengguna pedang besar memejamkan matanya sambil berkonsentrasi.
*wush…*
Kemudian ia mengibaskan pedangnya dengan kuat untuk menciptakan gelombang udara. Hasilnya kabut ungu di sekitar area bekas ledakan tersingkir untuk sesaat hingga membuat jiandi dan resta terkejut.
"Jiandi… ini bukan kabut biasa… aku merasakan sensasi aneh ketika dikelilingi kabut ungu ini…"
"Bu-bukan cuma kau… kabut ini sepertinya senjata rahasia anak yang kita buru…"
Jiandi menjawab perkataan pria pengguna pedang besar dengan wajah aneh. Jiandi juga tidak berani bergerak atau menoleh ke arah pria pengguna pedang besar.
[Miasma]
Rigma di tengah hutan sedang sibuk mengeluarkan miasma dalam jumlah besar dari tubuhnya sambil tersenyum licik. Sebab ia tahu efek dari miasma pasti akan membuat ketiga musuhnya bingung.
'Bocah berengsek… sejak kapan kau bisa mengeluarkan miasma seperti ini…'
Syna sangat kesal karena ia tidak pernah tahu soal kemampuan rigma yang bisa mengendalikan miasma.
'Sudahlah… tidak perlu kesal seperti itu… aku hanya bisa menahan dan mengeluarkan miasma dari tubuhku saja…'
'Cih... pantas saja aku merasa sedikit aneh melihatmu tidak khawatir soal miasma setelah pertarungan sebelumnya…'
'Hehehe… kau benar… aku sudah bisa menahan miasma saat menghadiri pelelangan bawah tanah…'
Ketika rigma dan syna sibuk berdebat, pria pengguna pedang besar dan jiandi sudah bersiap untuk melakukan sesuatu.
[Nafas Naga Hitam]
[Tarian Pedang Gaia : Duri Bumi]
Duri-duri putih besar muncul bersamaan dengan tusukan sang pengguna pedang besar berwarna putih. [Nafas Naga Hitam] milik jiandi meratakan dan membakar seluruh pohon di depannya hingga jadi abu.
"Waduh… mereka benar-benar mengamuk… "
Rigma tidak menyangka musuhnya meratakan hutan tanpa pikir panjang hanya untuk mengatasi kabut ungu. Rigma akhirnya menghampiri para teroris dan penghianat dengan senyuman misterius.
"Akhirnya kau keluar juga bocah… siapa sangka kami sampai harus membakar beberapa hektar lahan hutan… hanya untuk membuatmu keluar…"
"Wah-wah aku tersanjung karena dikejar sampai sini oleh 3 orang etranger kuat…"
Resta yang paling sombong ketika melihat rigma keluar dari persembunyiannya setelah kabut ungu menghilang.
"Jiandi dia bukan bocah yang bisa kita remehkan…"
"Ya aku tahu… pengambilan keputusan serta kekuatan aneh miliknya sungguh sesuatu…"
Pria pengguna pedang besar sangat berhati-hati meski kekuatannya dan jiandi berada di atas rigma. Rigma sendiri memiliki alasan untuk muncul di hadapan lawannya dengan wajah yang penuh rasa percaya diri. Sebelumnya ketika jiandi dan pria berpedang besar sibuk menghancurkan hutan, rigma mendapat bisikan telepati dari penyihir air.
'Dalam 6 menit ritualnya akan selesai… bertahanlah nak…'
"Heee jadi cuma harus menahan selama 6 menit ya… ini akan jadi menarik…"
Setelah itu rigma memutuskan untuk merubah seluruh rencananya dan keluar dari tempat persembunyian.
"Jujur saja sekarang ini aku tidak memiliki kekuatan untuk menang dari kalian… tapi… kurang dari 6 menit lagi… aku akan bisa melampaui kalian semua…."
"Bocah ini... kau terlalu banyak bicara omong kosong…!"
"Kita harus mengalahkannya dalam waktu 4 menit…"
"hah….!?"
Jiandi yang kesal akibat perkataan rigma ditahan oleh pria pengguna pedang besar. ia menganggap omongan rigma bukan sekedar gertakan belaka, instingnya sebagai petarung veteran bilang begitu.
"Hee... rupanya ada yang sangat pandai membaca situasi… tapi aku tentu tidak semudah itu untuk dikalahkan…"
[Kekuatan Naga : 30%] [Tato Sakral] [Transformasi Ratu Succubus : Tahap Pertama] [Mata Naga]
'Dengan menggunakan [Mata Naga] paling tidak aku bisa mengurangi resiko kematian selama 1 menit… tapi… setelah itu…'
Pria pengguna pedang besar langsung menyerang ketika melihat sedikit keraguan di mata rigma.
*swing… tang…!*
Suara pedang besar yang ditangkis oleh cakar ungu milik rigma membuat gema yang sangat dahsyat. Rigma melesat ke sisi kiri, namun kecepatannya dapat diimbangi oleh jiandi dan resta. Serangan resta ditahan dengan pedang senja dan tinju jiandi ditepis oleh cakar ungu.
"Jangan lupakan aku…!"
*slash…*
Rigma yang sudah memprediksi serangan pria pengguna pedang besar langsung menghindar. Namun pakaian di bagian punggung rigma tetap terbelah akibat serangan pria pengguna pedang.
'Sial… bahkan saat aku sudah menghindar dengan benar serangannya masih bisa kena… mereka memang petarung kelas atas… tapi…'
Rigma bergerak dengan cepat sambil memasukan tangannya ke dalam kantung dimensi.
"Tidak akan lolos…!!"
[Tarian Pedang Gaia : Tusukan Suci]
[Teknik Ninja : Duplikasi Senjata]
[Cakar Naga Hitam]
Rigma benar-benar terkepung oleh serangan 3 arah, namun ia tetap tenang sambil meminum habis ramuan di tangannya.
[Kulit Naga]
"Ditambah obat pengeras kulit dari syna…"
*DOOM…*
Serangan ketiga musuhnya berhasil mengenai rigma dengan telak hingga menimbulkan suara yang amat keras. Seolah ketiga serangan mereka menghantam sebuah dinding besar yang sangat tebal.
"Fiuh… untung tepat waktu… kalau tidak bisa bahaya…"
Jiandi, resta dan pria pengguna pedang besar terkejut melihat rigma yang bajunya compang-camping. Tapi tubuhnya tak tergores sedikitpun meski menerima serangan kuat dari 3 arah.
"Bocah sialan dia pakai trik aneh lagi… akan aku habisi kau diserangan berikutnya…!"
[Perwujudan Jiwa : Pedang Gaia]
Jiandi yang sebelumnya emosi langsung terkejut melihat rekannya menggunakan perwujudan jiwa miliknya. Sebelumnya ia belum pernah melihat rekannya sangat serius menghadapi lawan-lawannya. Pedang besar miliknya berubah bentuk menjadi 3 buah pedang raksasa dengan bilah berwarna putih. Tubuh penggunanya juga mengeluarkan cahaya dan terbang seperti ketiga pedang raksasa miliknya.
"Namaku adalah Bastian Renaldi…. Titisan kesatria cahaya pengguna pedang gaia… kau lawan yang layak menerima tebasan pedang suciku..."
'Bertahanlah bocah… sisa 2 menit lagi…'
Rigma tersenyum sambil mengeluarkan keringat ketika melihat betapa besarnya energi jiwa yang dikeluarkan bastian.
"Yang benar saja… melawan monster ini selama 2 menit…? Aku bisa jadi daging cincang…"
Rigma bergumam ketika merasa dunia benar-benar tidak adil padanya, seorang etranger pemula harus melawan veteran. Ditambah perbedaan level kekuatannya sangat jauh dan sang veteran bisa menggunakan perwujudan jiwa.
'Bukankah kau sudah menguasai kekuatan [Gravitasi] milikku…? Gunakan kekuatan itu untuk menahan pedang besar miliknya...'
'Heee… kau yakin aku tidak akan terbelah kalau menahannya dengan sihir gravitasi…?'
'Sangat yakin…'
Rigma akhirnya memutuskan untuk mempercayai perkataan syna dan menggunakan sihir gravitasi. Disaat rigma sedang mati-matian untuk bertahan hidup, asrea dan penyihir air sudah sampai pada tahap terakhir ritualnya.
"Ingat keraguan sedikit saja akan membatalkan ritual ini… jadi aku ingin bertanya padamu… apa kau mau hidup meski bukan sebagai manusia…?"
"Iyaa…!! Aku sudah menemukan sosok pria yang menurutku layak… jadi aku tidak boleh membiarkannya mati disini… ini keinginanku sebagai seorang wanita…"
"Niat yang bagus…. Tubuhmu dan tubuhku akan menyatu… gunakan seluruh kekuatanmu ketika bangkit… aku yakin meski tanpa kekuatan bibit hydra… kau akan menjadi sosok yang sangat kuat…"
Air yang sebelumnya mengitari asrea dan penyihir air sekarang mulai bergejolak. Air tersebut perlahan mendekat dan membungkus mereka berdua di dalam bola air raksasa.
'Rigma… aku mohon bertahanlah…!'
Pikiran asrea yang mulai melayang karena proses penyatuan membuatnya berdoa untuk keselamatan rigma.
"Haaa…. Haaaa…."
Rigma sudah mencapai batasnya, ia berhasil menahan serangan ganas ketiga etranger tingkat atas.
"1 menit… 40 detik…. Sial… masih kurang 20 detik…"
"Bakatmu luar biasa nak…. Kalau kau memiliki masa depan… mungkin kau bisa menjadi etranger tingkat lanjut yang lebih kuat dariku…. Tapi… sayang nasibmu berakhir disini…"
"Sial… bahkan si botak tidak menggunakan perwujudan jiwa… tapi aku sudah babak belur begini…"
"Selamat tinggal…"
Pedang putih raksasa milik bastian menyerang rigma secara bersamaan dari 3 sisi sebagai serangan penghabisan.
"MASIH BELUM….!!!"
[Gravitasi]
Dengan sisa-sisa kekuatan terakhir rigma membuat medan gravitasi penolakan di sekitarnya. Namun pedang putih raksasa milik bastian secara perlahan terus mendekati tubuh rigma.
"3… 2… 1…."
'Kerja bagus bocah…'
*shing…*
Bibit hydra yang ada di kantung rigma keluar dengan sendirinya sambil memancarkan cahaya. Disaat yang bersamaan rigma merasa sebuah kekuatan mengalir ke dalam tubuhnya.
"Hmm…! Apa…!? Dari mana kau memiliki kekuatan sebesar ini…!?"
"Entahlah… aku juga bingung…"
Pedang putih raksasa milik bastian berhenti mendekat, bahkan rigma mendorong pedangnya hingga menjauh. Kemudian bibit hydra yang terbang beberapa meter di depan rigma mulai mengeluarkan air. Airnya perlahan membungkus bibit tersebut hingga menjadi sosok wanita cantik berambut biru.
[Tsunami]
Tiba-tiba gadis itu menggunakan sihir yang sangat kuat hingga membuat langit menjadi hitam dan tanah terbelah. Dari tanah tersebut muncul air dalam jumlah besar membentuk ombak raksasa.
"Matilah…"
Bersambung...