webnovel

BAB 4

"Kenapa tidak pernah menghubungiku lagi? katanya kau akan menghubungiku setiap hari setelah sampai di Seoul. Hei, kau tau aku seperti orang bodoh yang menunggumu di sana. Untung saja ayah menyuruhku ke Spanyol untuk sekolah kembali." ucap Chaerin sambil mengerucutkan bibirnya.

Jaemin hanya tersenyum canggung sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jujur, ia sangat terkejut dengan kedatangan Chaerin yang tiba-tiba.

"Maafkan aku Chaerin-ah. Setelah memasuki kuliah, aku memang sangat sibuk mengurus ini itu." jawab Jaemin singkat.

Chaerin menganggukkan kepalanya. "Iya iya. Ah ya, bagaimana kabar Bibi dan Jaein? ah aku rindu mereka." Gadis Kim itu tersenyum mengingat kedekatannya dengan keluarga Jaemin, terutama adiknya Jaemin yang bernama Jaein. Waktu masih di Gwangju, Chaerin sering mengajak Jaein pergi berbelanja dan menginap di rumah gadis itu. Bahkan setiap Chaerin berkunjung ke rumah Jaemin, Chaerin sering membantu bibi Bae memasak dan berkebun di belakang rumah.

"Ibu dan Jaein baik-baik saja. Jaein akan ke Seoul minggu depan." ujar Jaemin sambil meminum minuman kaleng yang sempat ia beli saat akan menuju ruangannya.

Chaerin yang sedang melihat-lihat ruangan Jaemin, menoleh.

"Jaein ke sini? ada perlu apa anak itu disini? bukankah dia masih sekolah," tanya Chaerin bingung.

Jaemin merenggangkan otot lengannya sebentar, lalu menjawab. "Dia dapat beasiswa di kompetisi lukis yang di selenggarakan salah satu petinggi Hwanhee. Kau kan tau sendiri, Jaein sangat suka dengan yang namanya lukisan. Makanya itu, dia diam-diam mengikuti kompetisi itu di Gwangju dan meraih tempat pertama di sana. Ah, anak itu."

Chaerin menganga tak percaya. Benarkah? Jaein sehebat itu. Yang Chaerin dengar, kompetisi itu selalu di ikuti oleh sekian banyak siswa berbakat di Korea. Mustahil Jaein mendapatkan tempat pertama disana. Chaerin akui, lukisan milik Jaein selalu Indah di matanya maupun di sekolah lama Jaein. Tapi tetap saja, sangat mustahil mengalahkan anak-anak orang kaya yang biasanya akan main sogok di kompetisi itu. Walaupun sebenarnya itu tidak pernah terjadi, main sogok.

"Benarkah? wah, Jaein kita hebat sekali. Ah, aku tidak sabar bertemu dengannya nanti."

"Eoh. Sebentar, ponselku berdering." Chaerin mengangguk pelan, lalu kembali melihat-lihat ruangan Jaemin yang di penuhi berbagai buku.

Jaemin mengecek ponselnya, seketika terkejut. Melihat banyaknya panggilan dari Jaein, dan beberapa pesan yang hampir membuatnya ingin lompat dari gedung rumah sakit ini. Dan baru beberapa detik lalu, Jaein kembali meneleponnya.

"Astaga, aku kelupaan. Hari ini Jaein harusnya sudah tiba di Seoul. Aishh, sialan." Jaemin beranjak dari kursinya. Chaerin segera mengikuti Jaemin setelah mengambil tasnya.

"Ada apa?"

"Jaein bilang dia sudah di Seoul sekarang. Aku akan menjemputnya." Ucap Jaemin kemudian berlalu dari ruangannya.

"Aku ikut."

"Ayo."

Pemandangan dua orang berbeda jenis kelamin itu tak luput dari penglihatan Yeji, Perawat yang menyukai Jaemin. Ia mendengus kesal melihat gadis yang menggandeng lengan Jaemin, seperti sepasang kekasih.

Yeji Menelungkupkan kepalanya di atas meja dengan kesal. Ia meremas pulpen miliknya, sambil menyumpahi gadis yang bersama Jaemin.

"Apa gadis itu, kekasih Dokter Park? tapi kenapa aku baru melihatnya sekarang?" ucap Damyi dengan mata masih melihat dua orang tadi. Lalu ia melirik temannya.

"Kau kenapa?"

"Diamlah. Aku sedang kesal sekarang." ucap Yeji ketus.

Damyi menggelengkan kepalanya pelan. Ia kemudian melanjutkan kembali tugasnya di atas meja.

"Dasar aneh."

***

Jaemin dan Chaerin adalah sepasang sahabat sejak kecil. Rumah mereka berdekatan sejak masih tinggal di Gwangju, membuat keduanya sering bertemu dan bermain bersama. Terlebih ada Jaein, Chaerin merasa memiliki seorang teman perempuan. Jaemin dan Chaerin tidak satu sekolah, karena ibu Chaerin memasukkannya ke sekolah khusus perempuan waktu itu. Dulu, Chaerin sangat pemalu dan tidak percaya diri karena tubuhnya terbilang gemuk untuk ukuran anak remaja. Tapi, Jaemin datang dan merangkulnya agar lebih percaya diri lagi walaupun bertubuh gemuk. Hanya Jaemin sahabat Chaerin satu-satunya waktu itu. Chaerin sempat memendam perasaan pada Jaemin, namun Jaemin lebih menganggap Chaerin sebagai saudaranya akan tetapi Chaerin sangat keras kepala dan tidak mau mendengarnya. Dan itu juga salah satu alasan Jaemin, tidak pernah menghubungi Chaerin lagi ketika tiba di Seoul.

Syukurlah sekarang Chaerin sedikit lebih dewasa dan tidak menyukainya lagi seperti wanita kepada prianya. Tapi, entahlah hanya Chaerin yang tau bagaimana perasaannya terhadap Jaemin.

***

"Jungguk-ah, apa besok kau ada jadwal operasi?" tanya Nayoung di sela kegiatan makan malamnya.

"Tentu saja. Ada pasien penderita kanker yang akan di operasi besok. Memangnya ada apa?" ucap Jungguk sambil mengelap sudut bibirnya dengan serbet. Ia telah selesai makannya.

"Aku ingin mengajakmu ke sekolah Eunbyul besok. Ada acara pertemuan orang tua dan guru, Mereka membahas tentang perkembangan anak-anak. Orang tua di sarankan untuk hadir besok. Tapi, jika kau sibuk ya tidak apa-apa. Aku sendiri yang akan datang." ucap Nayoung pelan.

Jungguk mendesah berat. Ia meraih tangan istrinya untuk di genggam. " Maafkan aku. Sungguh aku tidak bisa hadir, Pasien ini sangat membutuhkan operasi. Kau tau sendiri, aku tidak bisa meninggalkan kewajibanku sebagi dokter. Ini tentang nyawa." ucap Jungguk dengan perasaan bersalah tidak bisa hadir di sekolah anaknya.

Nayoung tersenyum hangat. Ia membalas genggaman erat tangan suaminya.

"Tidak apa-apa. Aku mengerti, baiklah sekarang kau istirahatlah. Besok kau akan melakukan operasi besar lagi." Nayoung beranjak dari kursinya sambil membawa piring kotor punya dirinya dan suami.

Jungguk menatap punggung Nayoung dengan sendu. Ia sudah beberapa kali menolak ajakan istrinya ke sekolah anaknya karena pekerjaannya yang sebagai dokter. Yang kapanpun akan di panggil mendadak ke rumah sakit.

"Sayang, aku yang akan bicara pada Eunbyul nanti." serunya pada Nayoung yang sudah mulai melangkahkan kaki ke lantai atas. Nayoung menganggukkan kepalanya pelan sambil tersenyum.

"Kau tidurlah. Ini sudah malam, aku tidak mau kau sampai sakit karena tidur kemalaman."

"Iya. Aku mau memeriksa pintu rumah dulu." ucap Jungguk. Pria tampan itu pergi untuk memeriksa setiap pintu dan jendela rumah, memastikan semuanya terkunci. Saat akan bergerak menutup jendela dengan gorden, ponselnya berdering. Dengan cepat ia mengangkatnya dan menerima panggilannya. Jungguk berdiri di dekat dapur, dengan ata yang mengarah ke lantai atas.

"Halo?"

"Besok aku ke rumah. Kau tenanglah, ini sudah malam. Dia sudah ke kamar. Baiklah, aku tutup dulu. Selamat malam."

Siapa yang menelponnya? di tengah malam begini.

***

"Iya, tunggu sebentar." seru seorang wanita dari dalam rumah. Ia berjalan ke arah pintu dan membuka nya.

"Byungchul? untuk apa kau ke rumahku?" ucapnya terkejut. Ia menarik lengan pria baya yang masih segar bugar itu ke dalam rumah, takut di lihat tetangga. Walaupun sekarang sudah malam.

"Minhee-ah, puaskan aku." ucapnya pelan sambil menarik wanita bernama Minhee itu ke dalam kamar tamu dekat mereka berdiri.

"Hei, ini tidak seperti di perjanjian. Kau hanya boleh memakaiku ketika siang hari saja. Jika begini, kau harus membayarku lebih tuan." Ucap Minhee santai.

"Wanita murahan." desisnya.

Minhee yang mendengarnya, tersenyum meremehkan. "Hei, kau sendiri yang memintanya Byungchul-ssi. Aku dengan senang hati menerimanya karena itu memang pekerjaanku. Atau kau ingin, aku mengatakannya pada istri bodohmu itu? hmm?" Minhee mengelus rahang pria itu dengan sensual.

Ia tersenyum sinis melihat mata Byungchul mengkilap marah.

"Jangan pernah lakukan, atau hidupmu akan aku buat hancur."

"Baiklah. Kau ingin kita melakukannya dimana? kamar tamu? Di kamarku saja, lebih bergairah." Minhee mencium bibir pria itu sambil mengelus dada bidangnya yang masih berbalut kemeja warna maroon. Byungchul tak tinggal diam, ia melumat habis bibir Minhee sambil membawa wanita itu ke kamar yang di sebutkannya tadi.

"Ayah dan anak sama saja. Brengsek," Batin Minhee. Ia menyeringai di sela kegiatan ciumannya.

Blamm~~

***

"Demamnya masih tinggi."

"Sayang, tidurlah ini sudah malam. Apa kau tidak kasihan pada ibu? hmm?"

"Besok ayahmu ke sini. Dia akan membawa kita ke taman bermain. Jadi, tidurlah sekarang. Hmm?"

Seorang wanita berusaha menidurkan Putri kecilnya yang sudah terserang demam sejak 2 hari yang lalu. Putrinya sangat rewel jika sedang demam, dan akan bertanya dimana ayahnya. Karena putrinya sangat dekat dengan sang ayah.

"Benarkah? Ayah akan membawaku ke taman bermain?" tanyanya dengan lirih.

Sang ibu mengangguk. Ia mengusap-usap kepala putrinya dengan kasih.

"Baiklah. Aku akan tidur sekarang."

Anak kecil itu mulai menutup matanya, dan tak lama suara dengkuran halus terdengar. Wanita itu ikut tidur berbaring di samping putrinya, dan ikut putrinya menuju alam mimpi.

Hargailah penulis yang sudah susah payah berpikir merancang ide. Jika ada kesalahan dalam penulisan, silahkan tinggalkan komentar kalian agar penulis lebih bersemangat lagi.

Allia_Zacreators' thoughts
Bab berikutnya