Jungguk, pria tampan itu terlihat keluar dari sebuah rumah sederhana berwarna putih dengan terburu-buru sembari memegang ponselnya. Saat akan masuk ke dalam mobilnya, seorang wanita bertubuh mungil keluar dari rumah sederhana itu sambil menggendong anak perempuan berusia sekitar 3 tahun.
"Jung," panggilnya pada si pria, Jungguk menoleh dan tersenyum pada wanita tersebut.
"Maafkan aku. Hari ini aku tidak bisa berlama-lama di rumahmu, Nayoung akan ke rumah sakit hari ini. Seperti biasa, mengantar makan siang." jelas Jungguk. Ia mengecup kening si wanita, tak lupa juga mengecup kening anak perempuan yang di gendong wanita tersebut.
"Tak apa. Tapi, aku takutnya Eunbi akan terbangun dan merengek memanggilmu Jung. Eunbi sangat rewel ketika demam, dia selalu ingin di dekatmu." Wanita itu menunduk lesu.
Jungguk menghela napas berat. Jujur, ia juga tak bisa meninggalkan Putri kecilnya yang sedang sakit ini. Ia paham bagaimana sang Putri ketika sakit. Yang selalu menempel padanya. Tapi, di sisi lain ia juga harus memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan suami untuk Nayoung serta Putri sulungnya Eunbyul.
"Begini saja, nanti malam aku akan kesini lagi sekalian menginap. Aku janji," ucap Jungguk. Sang wanita kemudian mengangguk pelan.
"Tapi, bagaimana dengan Nayoung?" tanyanya dengan ragu.
"Nanti aku akan beri alasan padanya. Kau tenang saja, ya sudah aku pergi dulu. Selagi aku tidak ada di rumah, kau harus hati-hati dan selalu kunci pintu bagaiman pun keadaannya. Jika ada orang berkunjung, kau lihat dulu baru buka pintu rumah. Araseo?"
"Hmm. Aku mengerti, kau pergilah."
Jungguk memberi kecupan di bibir sang wanita lalu mengacak rambutnya pelan.
Wanita itu melambaikan tangannya pada mobil Jungguk yang sudah berjalan menjauhi perkarangan rumahnya dan menghilang di balik tembok yang mengarah langsung ke jalan Raya.
Si wanita menghembus nafas pelan.
"Mau sampai kapan aku harus seperti ini? sudah 4 tahun berlalu, tapi tetap saja hidupku seperti di tahan." lirihnya.
***
"Bagaimana? Yena sudah ketemu?" tanya Jaemin sedikit panik. Ia baru saja kembali dari ruangan dokter Jang, pria yang seumuran dengannya itu meminta tolong untuk menggantikannya di meja operasi malam ini. Jaemin yang tidak punya jadwal malam ini, tentu saja dengan senang hati menggantikan pria tersebut.
Kembali lagi ke Jaemin yang panik mencari Yena, gadis kecil yang ia tinggal sebentar tadi di ruangan inapnya malah menghilang entah kemana. Perawat yang menjaganya, pamit ke kamar kecil dan setelah kembali, ia hanya melihat kasur kosong tanpa seseorang yang duduk di sana.
"Astaga, kemana anak itu. Dia baru saja kemoterapi, tapi sekarang malah menghilang." lirih Jaemin sambil mencari Yena kesana kemari. Ia sesekali bertanya pada orang-orang yang lewat dekat ruang inap Yena, namun jawaban tidak tau yang ia dapat.
"Sudah kau cari keseluruh rumah sakit?" tanya Jaemin pada Yeji yang juga sama panik dengannya.
Yeji terdiam sejenak. Lalu menepuk keningnya pelan. " Taman belakang belum kulihat Dokter Bae. Barang kali Yena ada di sana, akan aku cari."
Yeji segera beranjak dari tempatnya, namun Jaemin menghentikannya.
"Biar aku saja yang kesana. Kau kembalilah ke dalam ruang rawat Yena, rapikan semua pakaiannya. Yena akan di jemput orang tuanya malam ini." terang Jaemin.
Dahi Yeji mengerut. "Bukankan Yena belum sembuh, dokter Bae? Yena bahkan baru selesai kemoterapi hari ini." ucap Yeji.
"Ini atas permintaan orang tuanya. Aku tidak bisa bertindak. Ya sudah, rapikan pakaiannya, aku akan mencari Yena sekarang." suruh Jaemin, kemudian berlalu dari sana.
"Baiklah." Ucap Yeji ragu, namun ia tetap melakukan perintah Jaemin.
***
Jaemin melangkahkan kakinya menuju taman belakang rumah sakit yang jarang ia singgahi. Biasanya pria itu hanya lewat saja jika ingin pergi ke kantin, karena memang kantin rumah sakit terletak di dekat taman.
Kakinya berhenti melangkah, saat melihat Yena gadis kecil yang ia cari sedang bersama seorang wanita. Keduanya tengah berbincang sepertinya sambil menikmati pemandangan Indah yang berada di taman. Yena dan wanita tersebut duduk di kursi yang telah di sediakan pihak rumah sakit.
Jaemin hanya melihat keduanya dari kejauhan. Tetapi, ia tidak mengenal wanita yang bersama Yena tersebut. Mungkin ini pertama kalinya Jaemin melihat wanita itu.
Wanita tadi beranjak dari duduknya, lalu berdiri tak lupa mengusap lembut kepala Yena yang berbalut topi binnie warna putih. Yena tersenyum senang sembari mengulum permen lolipop nya. Tak lama wanita itu pergi, dan berjalan melewati Jaemin yang masih berdiri di dekat tembok.
Jaemin menatap wanita itu dengan tatapan sulit di artikan. Ia memegang dadanya dengan perasaan bingung.
"Ada apa denganku?" gumamnya. Kemudian ia menggeleng pelan sambil terkekeh kecil.
"Paman?" panggil Yena yang tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya.
Jaemin membungkukkan badannya, mensejajarkan tingginya dengan Yena.
"Yena kemana saja sejak tadi? hmm?" tanyanya.
Yena membuang tangkai permennya ke dalam tong sampah. "Aku sejak tadi hanya di taman. Aku bosan di dalam kamar terus, paman."
"Lalu, wanita yang bersama Yena tadi siapa? Paman sudah bilang kan, jangan berbicara dengan orang asing walaupun disini banyak yang mengenal Yena." ucap Jaemin sambil membawa gadis kecil itu ke dalam gendongannya. Ia melangkah pergi, menjauhi taman.
"Maafkan Yena. Tapi, bibi itu sangat baik, dia menemani Yena dan memberikan Yena permen lolipop. Bahkan, tadi bibi itu juga mengajak Yena makan siang bersama tapi Yena menolaknya." gumam Yena dengan kepala tertunduk. Ia memeluk leher Jaemin, dan menyembunyikan kepalanya di ceruk leher pria tampan itu.
"Baiklah, kali ini paman maafkan. Tapi, tidak untuk lain kali. Kalau Yena ingin pergi ke suatu tempat, harus bilang pada bibi perawat dulu. Yena tau, bibi perawat hampir kena marah karena Yena menghilang begitu saja." ucap Jaemin.
"maafkan Yena, paman. Yena janji tidak akan mengulanginya lagi."
Tak terasa Keduanya sudah sampai di mara inap Yena. Yeji yang baru saja keluar dari kamar inap Yena, langsung memeluk gadis kecil itu dengan perasaan cemas. Yena hanya tersenyum manis saja, ketika di tanya dia kemana saja. Yeji yang gemas, mencubit pipi Yena lalu pergi dari kamar inap Yena.
Jaemin tersenyum manis pada Yena. "Cah, sekarang waktunya tidur siang. Malam nanti, orang tua Yena akan ke sini membawa Yena pulang."
Yena yang akan membaringkan tubuhnya, seketika menoleh pada Jaemin.
"Pulang? Yena tidak mau pulang, Yena mau tetap di sini." rengek Yena.
Jaemin menghela nafasnya berat. Ia juga tidak mau, Yena pergi dari sini. Jaemin sudah terlanjur sayang pada gadis kecil yang 2 tahun lalu di bawa kesini dalam keadaan pingsan.
"Bukankah Yena rindu ayah dan ibu? Jadi, ini waktunya Yena bersama orang tua Yena sekarang." terang Jaemin, berusaha menenangkan Yena yang hampir menangis."
"Tapi, paman--"
"Kita akan bertemu lagi nanti. Yena tidak perlu khawatir. Paman, janji akan selalu mengunjungi Yena jika Yena yang memintanya."
"Janji?" ucap Yena.
Jaemin menganggukkan kepalanya. Ia menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking kecil milik Yena.
"Sekarang ayo tidur. Paman akan keluar setelah Yena tertidur." ucap Jaemin sembari menyelimuti tubuh Yena dengan selimut berwarna putih.
Seperti biasa, tinggalkan jejak kalian setelah membaca book ini. Tolong hargai penulis, walaupun cara penulisan nya masih ada yang salah.