Melihat Sandra terlalu asyik bermain dengan ponselnya, Leo menggelengkan kepalanya. Ia merebut ponsel dari tangan Sandra dan memasukkannya ke dalam saku celana.
"Jangan bermain-main dengan ponselmu saat kamu makan." Leo meletakkan sendok dan garpu ke tangan Sandra.
"Kau ini benar-benar menjengkelkan. Berhentilah memperlakukanku seperti bayi!"" Sandra menusuk-nusuk makanannya dengan sendok sambil menatap Leo dengan galak.
"Kenapa banyak sekali sayur di dalamnya? Aku kan bukan vegetarian, kau kan tahu aku suka daging", ujar Sandra, tangannya mendorong piring makanannya menjauh. Ia merasa kesal. Sebelum sampai kemari ia sudah membayangkan akan menyantap beberapa potong daging sapi kesukaannya. Daging sapi bisa menjadi hadiah untuknya yang sudah mengerjakan banyak pekerjaan rumah tangga hingga menghabiskan terlalu banyak energi.
Melihat reaksi sahabatnya, Leo mengernyitkan dahi. "Jangan begitu. Perutmu sedang tidak enak, jangan makan makanan yang terlalu berminyak seperti daging. Malam minggu ini aku akan mengajakmu makan daging sepuasnya. Sekarang tahan dulu sampai kamu merasa leboh baik". Ia mendorong piring makanan Sandra kembali ke hadapan gadis itu.
"Tidak mau! Aku ingin makan daging sekarang, kamu pergi dan layani aku lagi." Sandra mulai merengek seperti anak kecil.
Sandra hanya bisa merengek seperti ini di depan Leo. Coba saja Nico yang melihatnya melihatnya berkelakuan seperti ini, ia akan dihabisi hanya dalam beberapa menit.
"Makanlah lebih banyak sayuran, itu baik untuk kesehatanmu.", Aku berjanji, aku akan mentraktirmu makan di akhir pekan", kata Leo sambil memegang sendok penuh sayur dan memasukkannya ke dalam mulut Sandra. "Nah begitu, aah! Buka mulutmu"
Ketika berhadapan dengan sosok Leo yang begitu sabar, Sandra yang sebetulnya memiliki sikap keras selalu dengan mudahnya melunak. Gadis itu tidak bisa berunding dengannya, jadi dia hanya bisa membuka mulut dengan patuh sembari Leo terus menyuapinya dengan sayuran.
Makanan ini membuat Sandra sangat tidak nyaman. Dia terlalu terbiasa dengan daging empuk yang penuh dengan minyak gurih. Membayangkannya saja sudah membuat air liurnya menetes. Dia berjalan di taman bermain dan melihat kerumunan teman sekelasnya seperti daging ayam berjalan. Ingin sekali ia memeluk dan mengunyah mereka
"Baiklah, akhir pekan ini kita makan daging sepuasnya, oke?" Leo benar-benar seperti membaca pikiran Sandra.
Sandra hanya mengangguk lesu.
"Ngomong-ngomong, bagaimana soal masalah keluargamu? Apakah kamu ingin aku membantu?". Lagi-lagi Leo membahas tentang masalah ini. Meskipun dia menyebutkannya pagi ini, dia masih sangat khawatir, karena takut Sandra akan mendapat masalah.
Perhatian Leo yang terkesan terlalu ikut campur semakin mengusik benak Sandra, ia bahkan menatapnya dengan kesal: "Tidak, aku kan sudah bilang. Ini urusan keluargaku, sama sekali tidak ada hubungannya denganmu!" Berhentilah bersikap keras kepala Leo! "
Untuk kedua kalinya dalam hari ini, Sandra membentak Leo dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. Jari telunjuknya digerakkan ke ujung hidung Leo, dan kakinya secara otomatis bergerak mundur untuk menjauhinya secara perlahan. Saat ini, Sandra bagaikan seekor landak. Siapapun yang mendekatinya akan ditusuk dan diremukkan.
Tetapi Leo sama sekali tidak takut. Ia justru lebih khawatir dari sebelumnya.
"Sandra, meskipun kau mengancam untuk menyakitiku sekalipun, aku akan tetap turun tangan, jadi jangan repot-repot menolakku bantuanmu? Ya, aku memang keras kepala! Tapi ini karena aku sangat mengkhawatirkanmu! Aku ..." Leo mengangkat kakinya dan hendak menyusul Sandra.
Tetapi gadis itu mempercepat langkahnya dan berteriak: "Jangan ikuti aku, atau aku tidak akan mau melihat wajahmu lagi."
Leo segera menghentikan langkahnya. Curang sekali. Kalau ancamannya seperti itu, mana bisa ia melawan. Leo hanya bisa memandang punggung Sandra yang berlari semakin menjauh. Ia meletakkan kedua tangannya ke kepala, seakan hal itu bisa meningkatkan kerja otaknya untuk memikirkan jalan keluar dari masalah keluarga Sandra. Hutang keluarga Hartono berjumlah puluhan milyar.. Gila, permasalahan yang berhubungan dengan uang sebanyak itu mana bisa diselesaikan oleh Leo. Bagaimanapun dia juga hanyalah seorang pelajar di sekolah keperawatan sederhana. Tapi keinginannya untuk membantu Sandra tidak luntur begitu saja.
"San, kenapa kamu berlari-lari?", Resty bertanya kepada Sandra yang baru saja menghentikan langkahnya. Ia tengah membungkuk mencoba mengatur kembali nafasnya. Kemudian ia melihat ke arah belakang, mendapati bahwa Leo tidak mengikutinya lagi. Sepertinya ia memilih kalimat ancaman yang tepat.
"Bukan apa-apa,", jawab Sandra masih terengah-engah. "Aku hanya lari setelah makan untuk menurunkan berat badan."
Tentu saja Resty tidak mempercayai omong kosong itu. Ia mengerutkan kening begitu menemukan sosok Leo berada di seberang lapangan sekolah. Baru saja, dia melihat Sandra dan Leo makan berdua di kantin. Ia bahkan masih mengingat ketika Leo menyuapi makan Sandra sedikit demi sedikit.
"Apa kau bertengkar dengan Leo?" Tanya Resty.
"Tidak juga. Aku hanya merasa dia terlalu menyebalkan dan aku tidak ingin peduli lagi" Sandra lantas meraih tangan Resty, mengajaknya berjalan bersama kearah kelas.
"Kenapa kamu begitu egois Sandra? Leo tidak memperlakukan orang lain sebaik ia memperlakukanmu. Dia sangat peduli padamu. Kalau saja..."
Pikiran Resty tenggelam, ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya.
Kalau saja Leo memandangnya dan memperlakukan dirinya seperti Sandra, betapa bahagianya dirinya.
"Aku justru ingin dia memperlakukanku seperti biasa saja. Bukan malah bersikap seperti pelayanku, itu sangat menyebalkan!" Sandra terus berkata tanpa perasaan.
"Kamu, selalu seperti ini." Resty tersenyum: "Ngomong-ngomong, San, aku berulang tahun hari ini, dan aku mengundang semua orang untuk makan malam malam ini."
"Ulang tahun? Ah, maaf, Res, aku sangat sibuk akhir-akhir ini, aku bahkan lupa dengan ulang tahunmu. Maafkan aku", Sandra merengek sambil memeluk Resty dengan penuh rasa bersalah.
Resty dan Sandra adalah teman baik sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah. Sekarang mereka berada di kelas dan sekolah keperawatan yang sama. Sungguh takdir yang menyenangkan.
"Tidak apa-apa, aku juga mendengar kalau terjadi pada keluargamu, bagaimana sekarang? Jika kamu mengalami kesulitan, kamu harus memberi tahu, kami semua akan membantumu." Resty meraih tangan Sandra dan menatapnya dengan cemas.
"Tidak apa-apa." Sandra hanya menggelengkan kepalanya. Dia mulai bosan melihat sorot mata penuh simpati ditujukan kepadanya. Seolah-olah ia adalah makhluk paling malang sedunia yang harus dikasihani.
Sepanjang sore, Sandra menjalani kehidupan yang sangat damai. Bosnya yang sedang sendirian di rumah tidak menelepon. Selain itu, tidak ada hal istimewa yang terjadi di sekolah, jadi semua berjalan lancar.
Sepulang sekolah pada sore hari, Resty, Sandra, Leo dan Wisnu berjalan bersama-sama. Malam ini adalah hari ulang tahun Resty, dan dia mengundang beberapa teman terdekatnya untuk makan malam.
Wisnu adalah sosok yang paling ceria di kelas, dan dia memiliki hubungan yang baik dengan siapa pun. Dia menyukai Resty. Semua orang tahu akan itu. Di hari ulang tahun Resty, Wisnu harus tampil dengan baik.
Ternyata Resty dan Sandra berjalan berdampingan, Leo dan Wisnu berjalan di belakang mereka. Leo masih tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia masih merasa khawatir tentang pertengkarannya dengan Sandra pada siang hari ini.
Tak terasa, tiba-tiba Sandra dan Leo berjalan berdampingan, mereka berdua merasa sangat tidak nyaman. Keduanya canggung, tidak berkata apapun. Hingga kemudian Leo mencoba memecah keheningan. Dia berinisiatif untuk menyentuh punggung tangan Sandra. Gadis itu pun melirik ke arah tangannya dan melihat Leo memegang bingkisan dengan motif yang sangat indah di tangannya.
"Apa ini?"
Leo tersenyum dan menjawab, "Aku membelinya ketika sedang berbelanja mencari hadiah untuk Resty."
"Bagaimana kamu tahu aku lupa?" nada bicara Sandra kembali melembut. Ketika ia menerima bingkisan dari Leo, ketegangan di antara keduanya pun lenyap.
Mereka sudah seperti ini sejak mereka masih sangat muda. Mereka akan terlibat dalam beberapa pertengkaran di setiap kesempatan, tetapi tetap tidak bisa membenci satu sama lain.
"Kamu kan memang pelupa", Leo mengetuk pelan dahi Sandra dengan tangannya.
Sandra tertawa canggung, "Terima kasih hehe"
"Lalu ini, ambillah", tangan Leo meletakkan bingkisan dengan kertas tulisan: Untuk Sandra.
"Apa ini?"
Sandra sebenarnya tidak terkejut, karena setiap tahun, Resty merayakan ulang tahunnya. Leo selalu membeli dua barang. Satu untuk berjaga-jaga jika Sandra lupa membeli hadiah untuk Resty. Dan hadiah satu lagi, khusus untuk Sandra. Bertahun-tahun selalu seperti ini.