Reynaldi menghela nafas lagi, kemudian tersenyum dan mengangkat bahu sedikit. "Ibu dan ayahku tidur bersama setiap hari, tapi kenapa Alana, yang kata ibuku adalah istriku, tidur bersamaku hanya selama lima hari? Karena kami sudah mulai besar. Jadi, dia tidur di kamarku hanya sampai sekolah dasar saja."
"Dia sangat gemuk, jadi aku sering merasa sedih. Aku sering bertanya kepada ibuku? Apakah menantu perempuannya akan tumbuh bertambah besar? Ibuku berkata tidak, tetapi saat itu aku berpikir kalau memiliki menantu perempuan yang gemuk juga tidak masalah bagi ibuku ... "
"Ketika dia di kelas tiga, seorang anak laki-laki mencium wajahnya dan aku menyaksikannya sendiri. Aku marah saat itu! Aku bergegas berlari ke arah mereka dan berteriak di depan wajah anak laki-laki itu bahwa menantu perempuan yang gemuk itu adalah milikku, dan kemudian aku memukulinya."
"Mengenai kejadian ini, ibuku yang tahu selalu menggodaku karenanya, tetapi pada saat itulah aku dengan jelas menyadari bahwa Alana ... belum tentu milikku."
Reynaldi melanjutkan … "Meskipun gadis itu gemuk, dia sangat lincah. Ketika dia masih bayi berbicara, dia suka melambaikan tangan dan kakinya mengikuti irama musik. Ibu Alana menyuruhnya untuk ikut kelas menari setelah dia di sekolah dasar. Jangan dilihat dari badannya, dia dapat menari dengan luwes. Mungkin karena sering menari, Alana menjadi lebih kurus dan lebih tinggi. Menurutku, itu bagus. "
"Ketika dia masih gemuk, aku tidak membencinya karena itu. Ketika dia berubah menjadi cantik, bahkan aku lebih tidak rela melihatnya direbut orang lain. Di kelas satu, Alana berkata bahwa dia ingin menikah dengan seorang guru, jadi aku mulai belajar bagaimana caranya menjadi seorang guru. Dia bilang dia ingin menikah dengan seorang dokter, jadi aku mulai berpikir tentang bagaimana caranya mengikuti ujian kedokteran. Di kelas tiga, dia bilang dia ingin menikah dengan seorang tentara ... Oh, masih ada buku-buku tentang militer di rumahku yang kusimpan. "
"Saat dirinya mengikuti ujian masuk sekolah menengah, aku lebih gugup daripada dia. Untuk menyembunyikannya perasaan gugupku, aku menyibukkan diri bekerja paruh waktu."
"Saat dia SMA, aku menjadi lebih gugup. Ketika aku masuk ke perguruan tinggi, aku meneleponnya setiap dua hari sekali dan mengirimkan materi ujian masuk keperguruan tinggi setiap hari. Setelah mengikuti ujian dan lolos ke perguruan tinggi, dia ingin menjadi seorang guru. Aku diam-diam mendaftarkannya ..."
"Pada saat itu, dia memarahiku karena dia benar-benar ketakutan ... Tapi aku pikir tidak apa-apa jika tidak lulus ujian, toh masih ada aku, dia bisa mengandalkanku ..."
Jessica mendengar ini dengan diam.. dia mungkin mengerti apa yang dimaksud Reynaldi.
"Kau ... sudah menganggap Alana sebagai milikmu sejak kecil ..." ujarnya.
"Benar!"
Reynaldi menyipitkan matanya, ekspresinya itu sedikit ... menakutkan.
"Kalau begitu ... kau tidak akan berusaha menggugurkan kandungannya, kan?"
"Bayi itu bukan anakku."
"..."
Jessica melihat ekspresi pahit di wajah Reynaldi, membuat dirinya tegang. "Apa maksudmu?"
"Kau juga mengatakan bahwa dia baru berusia sembilan belas tahun … Bahkan jika dia sudah lebih dewasa sekalipun … aku tidak akan menghamilinya."
"..."
Jessica bersandar ke dinding, tubuhnya merasa lemas dan dia sedikit linglung, "Kalau bukan dirimu … Lalu, anak siapa??"
Reynaldi menutup matanya.
Saat Jessica akan pergi untuk menemui Alana, Reynaldi menahan tangannya. "Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya.
"Aku akan bertanya sendiri pada Alana!"
"Aku yang akan bertanya." ucap Reynaldi.
"Reynaldi ... Alana bukanlah gadis seperti yang kau pikirkan."
"Aku mengenalnya lebih baik darimu, jadi aku akan bertanya sendiri padanya. Jessica, aku memohon padamu, biarkan aku."
"...kau berkata."
"Tidak ada boleh tahu tentang ini." ucap Reynaldi serius.
"...Aku tahu."
______
Ruangan putih itu telah diterangi cahaya matahari pagi. Ketika Alana bangun, dia adalah satu-satunya pasien yang berada di bangsal.
Reynaldi ... Bukankah dia mengatakan akan selalu bersamanya dan menemaninya? Dasar penipu!
Ketika dia pasrah bahwa pria itu telah mengingkari janjinya, Reynaldi masuk dengan membawa sarapan.
Melihat ekspresi Alana yang sedikit terkejut, Reynaldi menarik napas. "Apa? Kau pikir aku sudah meninggalkanmu?"
Alana sedikit malu kareanya, dan tersenyum tipis. Dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan menunjuk ke jendela dan berkata, "Pasti sepanjang malam kemarin, hujannya begitu deras!" Memang di balik jendla besar itu masih didapati sisa-sia air hujan yang mengenainya.
Reynaldi tidak terlalu menghiraukan kicauan Alana. Dia berencana akan membantu Alana mandi nanti, kemudian meletakkan nampan yang berisi sarapan di pangkuan Alana.
"Ini bubur telur. Apa kau masih merasa mual?" tanyanya.
Alana mengambil mangkok itu dan menghirup aroma buburnya, dan mendapati jika aroma itu sangat menggugah seleranya. Tetapi selain aroma bubur, dia juga mencium aroma sesuatu yang seharusnya tidak ada di rumah sakit.
"Kau ... merokok?"
Dia memandang Reynaldi dengan heran dan bingung. Bingung karena Reynaldi itu jarang merokok.
"Aku agak mengantuk, jadi aku merokok untuk membuatku tetap terjaga." jawab pria itu jujur.
Alana meliriknya dengan menyipitkan mata dan berucap, "Mereka yang kecanduan merokok memang seperti ini, dan akan terus kecanduan!"
Reynaldi mengangkat bahu tidak peduli "Cepat makan makananmu."
Setelah berbicara begitu, dia berjalan ke jendela dan membukanya sedikit. Hawa dingin sehabis hujan langsung masuk melingkupi ruangan itu, membuatnya lebih lebih segar.
Alana melihat sosoknya yang kelelahan. Dia masih merasa sedikit bersalah, mengingat bahwa Reynaldi membawa ke rumah sakit di tengah hujan deras semalam, dan dia tanpa sadar tersentuh akan perlakuan pria itu padanya.
"Reynaldi ..." panggilnya pelan.
"Ya?"
"Buburnya enak, hehe!" Alana mengedipkan mata dengan genit kearahnya dengan bercanda.
Reynaldi merasakan hatinya sesak dan sakit bersamaan. Perasaan sakit yang teramat sangat saat melihat Alana seperti ini.
Setelah diberikan perawatan tadi malam, wajahnya tidak lagi pucat dan menakutkan, tetapi terlihat masih sakit dan sedikit lemas.
"Ada apa denganmu?" Alana melambai-lambaikan tangan ke wajahnya saat melihat ekspresi aneh Reynaldi.
"Jangan bercanda, Alana. Cepat makan!" perintahnya ketus.
Alana cemberut dan bergumam "Jika kau galak padaku seperti ini, aku tidak mau menjadi pacar orang galak ..."
"..."
Setelah dia bergumam seperti itu, telinganya segera memerah, jantungnya berdebar-debar, dan dia diam-diam mencuri pandang ke arah Reynaldi. Dia sedikit khawatir kalau...
Akibatnya, pria itu benar-benar tidak berbicara. Reynaldi berjalan ke arah pintu dan menututpnya. Pasien lain yang berada di ruangan yang sama dengannya telah pulang pagi-pagi sekali tadi, dan sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan ini.
Dia berjalan kembali ke tempat Alana, jarinya menunjuk ke bubur dalam mangkok yang masih tersisa setengah buburnya berkata, "Tidak kau habiskan?"
"Um … kenyang."
Dia mengambil piring serta nampannya dari pangkuan Alana dan duduk kembali di samping ranjang, menatapnya diam ...
"Rey? Kenapa kau ... melihatku seperti itu?" tanya Alana bingung.
"Alana, apakah kau menyukaiku?"
Ha? Kenapa ...
"Kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?" Pertanyaan Reynaldi membuatnya sedikit canggung.
"Jawab aku."
Alana cemberut. Meskipun dia malu, dia ingat tadi perkataannya tadi malam... Dia meremas selimutnya dan berkata terus terang, "Aku pikir ... mungkin ... sedikit ... suka ... hehe!"
Alana memang selalu seperti ini ... sedikit suka, hanya sedikit.
Mereka tumbuh bersama-sama. Reynaldi tidak bisa ditebak, dia sering membecinya tanpa sebab dan mengganggunya, tetapi Alana tahu dia sebenarnya orang baik.
Dia selalu ranking satu, dan diterima di perguruan tinggi. Ibu dan ayahnya sangat menyukai Reynaldi dan sering menyombongkan pria itu kepada siapapun. Semua ini ... semuanya adalah berkah untuk Reynaldi.
Dia sangat tampan, terpelajar dan kaya, orang yang begitu baik padanya selalu membuatnya terpesona. Alana berpikir bahwa dia tidak punya alasan untuk tidak menyukainya.
"Lalu… bagaimana denganmu?" Dia mendongakkan wajahnya pelan, pipinya memerah menahan malu.
"Aku sangat menyukaimu, di dunia ini hanya kau orang yang kusuka. Aku adalah orang yang paling menyukaimu di dunia ini."
"..." Alana berkedip dan terkejut sejenak mendengar jawaban Reynaldi.
Terkejut dengan kejujurannya, terkejut dengan apa yang dia katakan.
Orang yang paling menyukainya … di dunia ini?
Apakah dia bercanda?
"Kau tidak percaya?" tanya Reynaldi.
"Tidak ... aku hanya berpikir ..." Alana menelan ludahnya gugup, dan kemudian tertawa, "Aku memanglah gadis yang menarik!"
"..."
"Apakah kau merasa bahagia karena berteman dengan gadis sepertiku?" Alana menyentuh dadanya dengan ekspresi puas dan mengangkat alisnya tinggi-tinggi.
"Kau merusak suasana."
Reynaldi menatapnya, ekspresinya tidak berubah, tetapi nadanya ... dingin.
Perubahan suasana ini membuat Alana gugup, juga menyadari ada sesuatu yang tidak beres pada Reynaldi.
"Apa terjadi sesuatu?"
Dia bukan tipe orang yang suka memendam rahasia, terutama dengan orang-orang terdekat.
"Alana, kau hamil."