Alana terdiam, bibirnya bergerak, tetapi dia tidak berbicara. Dia ingin berbicara, namun seperti berat sekali rasanya karena terkejut.
Melihat ekspresi ini, Reynaldi mengerti dirinya. Alana memang pernah melakukannya dengan orang lain, hasil pemeriksaannya tidak salah.
"Anak siapa ini?" tanya Reynaldi.
Alana menggigit bibirnya, kedua tangan digenggamnya dengan erat dan tanpa sadar menggigiti kukunya dan tidak menjawab.
"Teman sekelas? teman klub? Atau yang lainnya?"
"... Jangan tanya lagi."
"Jangan tanya, katamu?!" Reynaldi meledak marah saat itu juga dan bangkit berdiri. "Pacarku sedang mengandung anak pria lain, tapi aku tidak boleh bertanya?!"
"Kalau begitu aku tidak akan menjadi pacarmu!" Alana balas berteriak dengan mata merah karena marah.
"..."
Reynaldi membeku diam di sana, dadanya terasa sesak seperti hampir mati, dan kemarahan serta depresi yang telah menumpuk sepanjang malam kemarin, tidak tahu harus dia lampiaskan kemana!
Dia benar-benar marah saat ini! Dasar gadis tak berperasaan! batinnya.
"Bagimu aku ini apa?"
Reynaldi sedikit tidak berdaya, bahkan sedikit putus asa saat menanyakannya.
Alana menunduk dan melihat tangannya yang gemetar ...
"Sebenarnya ... kau hanya seorang teman bagiku..."
Brak!
Reynaldi menendang laci di samping tempat tidur hingga menimbulkan suara benturan keras!
"Ada apa ini?" Jessica yang baru saja masuk lansung bergegas menghampiri keduanya saat mendengar suara benturan keras dari dalam ruangan ini! Dia segera membuka pintunya dan melihat Reynaldi yang terengah-engah dengan tatapan tajam, dirinya seperti diliputi amarah!
Laci di sebelah tempat tidur rusak.
Alana tidak mengucapkan sepatah kata pun dan hanya menundukkan kepalanya dalam.
Reynaldi sekarang merasa semua ini tidak masuk akal saat mengingat masa kecil mereka, momen kebersamaan mereka. Dia tidak dapat mempercayainya!
Sebenarnya ... kau hanya seorang teman bagiku ...
Ha ha. Lelucon macam apa ini? batinnya.
"Alana, kau luar biasa! Mengapa aku menyukai gadis licik kotor dan tidak tahu malu sepertimu!"
"Lagipula itu bukan masalahmu!" ucap Alana keras.
"Alana! Apa yang kau bicarakan?!" Untuk saat ini Jessica sudah muak!
Bukan masalahmu katanya?
Dia yang mendengar Reynaldi marah seperti itu tahu bahwa betapa putus asanya Reynaldi karena dia begitu mencintai Alana, tetapi Alana tidak! Tidak bisakah dia merasakannya?
Reynaldi membuka suara, "Kau dulu begitu manis dan lembut ... Tapi, kini aku tahu dirimu yang sesungguhnya. Kau adalah gadis licik dan tidak punya perasaan! Menjijikkan!"
Setelah itu berkata dengan penuh emosi seperti itu, Reynaldi berbalik dan pergi meninggalkan ruangan!
"Reynaldi!" panggil Alana.
Alana mencoba menghentikannya, dan berhasil menghentikan langkah kaki Reynaldi!
Masih ada sedikit harapan di dalam hatinya. Reynaldi hanya membutuhkan satu kata itu agar dia kembali ke Alana.
"Jangan beri tahu orang tuaku, aku bisa menanganinya sendiri ... tolong."
Harapan itu lenyap.
Keduan tangan Reynaldi mengepal keras. "Jangan khawatir, Alana. Mulai sekarang, urusanmu tidak ada hubungannya denganku! Aku tidak berhak memberitahu mereka tentang ini!"
"...Itu bagus."
Kemudian terdengar suara pintu yang dibanting.
Setelah keributan itu, keheningan menyelimuti seluruh ruangan.
Jessica berdiri di ujung tempat tidur, memandang Alana yang sedang duduk dengan kepala menunduk dalam. Dia tidak bisa melihat ekspresi wajahnya dengan jelas. Dia merasa ada yang aneh dengan sikap Alana.
Reynaldi adalah sahabatnya, teman kecilnya, dan dia pria yang mencintainya.
"Lana ..." Saat Jessica hendak berbicara, dia melihat setetes air jatuh di atas tempat tidur.
Dia tertegun sejenak, dan kemudian melihat Alana menangis terisak.
"Lana?" panggilnya pelan.
Alana mengangkat kepalanya dengan air mata sudah membasuhi wajahnya. Bahunya terguncang, terisak pelan. "Jess ... Aku ... Aku melakukan kesalahan... Kenapa, apa yang harus kulakukan … Hiks ..."
Jessica terdiam melihat Alana seperti ini, kata-kata yang ingin dia ucapkan diurungkannya, dan dia melangkah maju lalu menepuk punggungnya dengan lembut.
"Katakan dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi? Anak siapa ini?" tanya Jessica pelan.
Sesampainya di kamar asrama mereka, Jssica terus memikirkan hal ini sepanjang malam, namun masih tidak mengerti. Meskipun dia dan Alana berada di jurusan yang berbeda, mereka tidur di kamar yang sama dan satu klub juga. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu bersama.
Kecuali Reynaldi dan anggota klub, Alana tidak pernah dekat dengan anak laki-laki lain. Pikir Jessica.
Alana hanya menangis dan tubuhnya bergetar pelan ...
Di usianya yang kesembilan belas tahu, ketika menghadapi hal semacam ini, tentu saja dia langsung panik.
Alana telah mengalami berbagai masalah sejak kecil, namun tidak sebesar masalah yang dia hadapi sekarang. Saat dia memikirkan prang tuanya yang akan tahu tentang kehamilannya, seluruh kampus juga akan mendengarnya ... dia sangat takut sehingga tidak bisa berbicara dan hanya duduk diam, memeluk kedua kakinya di ranjang.
"Tidak ada gunanya menangisi hal ini, Alana!" ucap Jessica.
Jessica sedikit kesal dan melanjutkan, "Itu sudah terjadi! Kau juga tidak mengatakan apa-apa padaku dan Reynaldi! Sekarang saat ini kita pikirkan solusinya?!"
Alana bahkan lebih sedih lagi mendengarnya ...
Jika bukan karena pamanmu, si binatang buas, aku tidak akan mendapatkan masalah seperti ini! batinnya menjerit.
Dia merasa sangat tertekan, tetapi dia tidak bisa memberi tahu Jessica bahwa pelakunya adalah Angga, Pamannya! Ayah dari anak yang dikandungnya kini!
"Alana, bisakah kau mengatakan sesuatu?"
Alana membenamkan wajahnya di lengannya, dan tidak mengatakan apa-apa.
Jessica mencoba tetap tenang dan menggeser loker yang rusak itu ke samping.Setelah beberapa saat, perawat masuk untuk mengukur suhu tubuh Alana dan memberikan infus lagi.
Tubuhnya masih demam. Perawat mengatakan itu sudah biasa dan akan sembuh sekitar dua hari lagi, dan dia menyarankan untuk tinggal di rumah sakit untuk dirawat lebih lanjut.
Jessica menemaninya di rumah sakit sampai sore hari.
Jessica telah mengenal Alana selama lebih dari setahun, dan dia belum pernah melihat dia begitu tertekan. Dia selalu bersemangat.
Tetapi tidak peduli seberapa kuat hatinya, ada kalanya seseorang juga bisa lemah.
"Jess ..." panggil Alana lemah.
"Kau sudah ingin bicara?"
"Kau pulanglah. Aku ingin sendiri dulu." jawabnya.
"Memangnya aku bisa meninggalkanmu sendirian di sini?" Jessica memutar matanya karena kesal. "Kehamilan bukanlah hal yang sepele, haruskah aku memberi tahu bibi dan paman?"
Alana buru-buru menggelengkan kepalanya kencang. "Tidak! Sama sekali tidak! Aku akan memberitahu mereka sendiri!"
"... kau masih menolak untuk mengatakan siapa orang itu?"
"aku juga tidak tahu..." jawab Alana ragu.
"Sungguh?"
"Aku… benar-benar tidak tahu." Dia menundukkan kepalanya, takut menatap Jessica.
"Alana, kau sangat membingungkan!" Jessica tidak tahu haruskah dia memarahinya atau tidak.
Dia melirik arloji di tangannya, menghela napas dan melangkah maju maju untuk memeluk Alana. "Lana, hidupmu tidak berakhir sini. Aku masih di sisimu, pikirkanlah, lalu katakan padaku dan pikirkan solusinya, aku pasti akan membantumu."
Alana menyedot isung di hidungnya, terharu mendengar ucapak tulus Jessica dan mengangguk "Um."
Jessica telah ada janji dengan pamannya untuk pulang ke rumah orang tua mereka, jadi dia tidak bisa terus menemani Alana, tetapi menyuruh perawat untuk menemaninya dirinya sebelum pergi.
Alana bersandar di tempat tidur dan melihat ke luar jendela, benar-benar merasa sangat tidak beruntung! Butuh waktu berhari-hari baginya menerima kenyataan ini, dan akhirnya membuat dirinya bangkit, tetapi dia tidak menyangka masalah ini berlanjut …
Tidak lain dan tidak bukan adalah pengakuan Reynaldi ...
Dia merasa tidak nyaman, tetapi seperti yang dikatakan Reynaldi, dirinya memang gadis yang licik dan tidak tahu malu...
Dia hamil ...
Kedua kata ini benar-benar membuatnya bingung.
Paman itu benar-benar kejam?! Dasar tidak punya hati!
Memikirkannya hanya membuat kepalanya sakit.
_______
Alana tinggal di rumah sakit selama tiga hari. Pada malam ketiga, malam terakhirnya, dia pulang sendirian. Hujan turun dengan deras saat itu.
Jessica berjanji sebelumnya bahwa dia akan datang menjemputnya, jadi dia duduk ruang tunggu rumah sakit menunggu Jessica setelah menyelesaikan berkas dan pembayarnnya.
Sebelum pergi, sesuatu yang telah dikatakan dokter tado kepadanya membuat dirinya tercekat.
Dengan linglung, dia melihat sosok tinggi yang tengah berjalan ke arahnya. Pria itu mengenakan mantel hitam, dengan beberapa tetesan air di pundaknya.
Dia berjalan di antara keramaian, tapi sosoknya sangat mencolok.
Orang ini adalah ...
Alana sangat terkejut! Wajah ini terlalu familiar! Selama tiga hari, dia mencoba melupakan wajah ini di kepalanya! Apa dia sedang berhalusinasi? Matanya menyipit mencoba melihat sosok itu lebih jelas.
Namun, ketika dia yakin ini bukanlah halusinasi, itu benar-benar Angga ...
Dia segera bangkir berdiri, lalu ... berbalik dan lari!
Hei, Anngga adalah orang terakhir yang ingin dia lihat! Mengapa orang tua ini ada di sini? !
Apa yang dia takutkan muncul!
Angga melihat gadis kecil itu duduk di sana dengan bingung dari kejauhan, tetapi dia tidak berharap saat gadis itu melihatnya, dia segera berbalik dan berlari, alisnya berkerut bingung dan dia merasa malu.