webnovel

Anggota Baru

Aku bersama dengan ayah dan ibu pergi ke kebun seperti biasa, Laya tetap akan berada di dalam kamarnya hingga dia nanti merasa lapar. Masih terlalu pagi untuk para pasukan hijau berpatroli mengelilingi perkebunan. Dari kejauhan aku melihat ada sosok ketuanya, dengan cepat aku membenarkan posisi topiku agar menutup sebagian wajahku. Ku tundukan kepalaku dan terus melangkah dengan mantap.

"apa kamu sudah mempunyai keputusan?" Seseorang dengan suara yang sangat familiar berdiri tepat di depanku membuatku berhenti melangkah.

Ku dongakkan kepala dan benar saja dia adalah seseorang yang tak ku harapkan untuk bertemu. Ku hela napas dan segera mengalihkan pandangan ke hamparan perkebunan sayur yang menghijau. Kedua orang tuaku ikut berhenti melangkah dan memperhatikanku bersama ketua pasukan hijau.

"Aku sama sekali tidak tertarik jadi aku tidak pernah memikirkannya sedikitpun," Sahutku ketus. Wajah pria itu tampak dingin seperti sebelumnya, tatapan matanya yang tajam mengintimidasiku.

"Baiklah," Kata pria itu yang langsung pergi bersama dua orang pasukannya meninggalkanku yang masih berdiri. Itu bukan reaksi yang ku bayangkan dari pria itu, aku bahkan menghitung dalam hati di detik ke lima pria itu akan berbalik lalu menghajarku, tapi ternyata tidak. Dia tetap melanjutkan langkahnya yang angkuh mengelilingi perkebunan.

Ku rasa dia sedang mencoba untuk mengetesku, dia hanya berpura-pura dengan tawarannya beberapa hari lalu. Faktanya, dia sedang tidak benar-benar menginginkanku bergabung dengan pasukan mereka.

Ayah dan ibu segera menanyai mengenai kepentingan Pasukan Hijau denganku, dengan santainya aku hanya mengatakan semua kebenarannya. "Tapi ku rasa dia telah menemukan sosok lain yang lebih cocok sehingga melepasku dengan sangat mudah,"

"Ayah tidak menyukai nerekai, tapi jika hal itu akan membawa kebaikan untuk seluruh warga maka bergabunglah," Ujar ayah membuaku dan ibu memandanginya heran, "Terkadang ada sebuah kejutan, sebuah kebaikan luar biasa yang hadir setelah rasa tidak suka dan tidak nyaman," Sambungnya lagi.

Lagi-lagi aku terkejut dengan respon seseorang, kali ini ayahku bersikap sedikit berbeda padahal beliau dulunya sangat menolak jika aku harus bekerja di tempat yang jaih dan beresiko tinggi.

Ge dan Sam datang ke kebun dengan wajah yang tampak sumringah, tampak sangat bersemangat dan penuh energi positif. Aku menagamati dari balik topi bundarku, apa mereka baik-baik saja?

"Kita akan segera menjadi pahlawan. Semangat !" ujar Ge seraya menepuk bahuku dengab agak keras.

"Hahh?" aku segera mengangkat topi dan menampakkan wajahku.

"Aku sudah sangat siap dengan berbagai oelatihan yang akan kita hadapi. Bagaimana pak kapten?" Ge menyenggol bahu sepupunya sambil tertawa sangat sunringah.

"Hemm, aku akan mulai meregangkan otot sebelum memulai," Sahut Sam menanggapi.

Mereka sedang membicarakan mengenai pasukan hijau ku rasa, karena sebelumnya dua pria itu menawarkan diri kepada ketua pasukan hijau untuk menjadi bagian dari mereka. Masih menjadi misteri bagiku, apa yang sebenarnya ada di pikiran mereka berdua.

Matahari sudah semakin tinggi, angin tak begitu banyak bertiup siang itu. Aku dan kedua orang tuaku berkemas bersiap untuk pulang, kami akan beristirahat dan menikmati makan siang di rumah lalu nanti kembali berkebun lagi. Ge dan Sam mengajakku untuk pergi ke rumah Ge dan menikmati makan siang bersama tetapi aku tidak mau, aku tidak mau jika setelah makan siang aku akan kembali berurusan dengan Lila.

Para pasukan hijau sudah tidak lagi berkeliaran, mereka telah kembali ke kantor pusat dan akan kembali lagi ketika hari menjelang senja. Mereka melakukan itu setiap hari, membuatku semakin tak tertarik untuk bergabung karena kegiatannya tidak bergitu berarti.

Aku pergi ke rumah paman dengan membawa satu keranjang penuh buah jeruk hasil panen, ibu memang selalu mengirim hasil panen kepada paman karena beliau satu-satunya saudara yang ibu punya. Aku kesal karena harus membawanya sendirian, cukup berat sehingga aku harus berjalan dengan begitu pelan. Laya tidak dapat diharapkan tenaganya, dia lebih memilih untuk menemani orang tua kami makan daripada harus membantuku membawa buah-buah itu. Sering kali setelah aku memiliki kegiatan yang cukup melelahkan seperti itu, aku tidak lagi kembali ke kebun, hanya di rumah dan mengurus persiapan untuk makan malam.

Aku kembali menutup sebagian wajah dengan topi bundarku, suara orang-orang dan mobil yang lalu lalang tidak ku hiraukan. Sesekali aku berhenti untuk mehela napas, jarak yang cukup jauh membuat jantungku cukup merasa lelah. Inginku menumpang pada mobil barang tetapi aku bahkan tidak mempunyai cukup uang. Hanya beberapa koin di dalam saku ku yang akan ku gunakan untuk membeli minum sepulang dari rumah paman nanti.

Brukk !!

Seseorang menabrak tubuhku dengan cukup keras dari arah belakang membuatku dan keranjang buah terjatuh. Ingin sekali aku memaki tetapi itu semua tidak akan mengubah keadaan.

"maaf, aku benar-benar tidak sengaja. Apa kamu baik-baik saja?" Seorang pria yang berparas indah menghampiriku dengan segera. Tatapan matanya yang jernih membuatku terpana untuk beberapa saat. Tampan, pikirku.

"Aku tadi bertemu seekor anjing, makanya aku berlari kencang hingga menabrakmu. Aku sangat meminta maaf," Ujarnya lagi seraya membantuku untuk memunguti buah jeruk yang terhambur di jalanan.

"Iya," Jawabku singkat, aku sangat kesal tetapi aku tidak dapat mengatakan apapun karena aku tidak ingin mengeluarkan kalimat apapun saat aku lelah, penat dan emosi.

"Kamu mau pergi kemana?"

"Ke rumah pamanku," Jawabku masih tanpa ekspresi, aku langsung bangkit dan melanjutkan perjalanan.

Pria itu mengikutiku dan menarik keranjang buah dari tanganku, "Aku akan mengantarmu, anggap saja itu sebagai permintaan maafku," Ujarnya.

Aku langsung memberikannya tanpa mengatakan apapun, aku lanjut berjalan dengan diikutinya di belakang. Ku rasa aku pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya tetapi aku tidak yakin dengan ingatanku itu. Dia benar-benar terlihat seperti pria yang bermain gitar di samping Gedung Kuning, ataukah memang benar dia? Tetapi pria bergitar itu memiliki tatapan mata yang sangat tajam dan dalam berbeda dengan pria ini yang terlihat sangat ramah.

"Ami," Gumamnya membuatku menoleh seketika ke arahnya, bagaimana dia bisa mengetahui namaku?

Pria itu tersenyum memamerkan deret giginya yang rapih, "Bajumu bagus, apa kalian masih sering melakukannya?" Tanya nya. Seketika aku menyadari kalau dia baru saja membaca nama di bajuku. Baju yang memang merupakan seragam tim sepak bola di Distrik 25, aku memilikinya karena aku berteman baik dengan semua pemainnya sehingga mereka memasukanku dalam daftar walau tidak pernah bermain sekalipun, itu adalah ide dari Ge untuk memberiku seragam yang sama dengan mereka.

"Aku sudah lama berhenti," Jawabku.

"Oiya? Kenapa? Padahal itu adalah kegiatan yang sangat menyenangkan," Ujarnya yang tak lagi ku pedulikan.

Langkah kaki kami terhenti tepat di depan halaman rumah pamanku yang entah mengapa saat itu sangat ramai di datangi oleh pasukan hijau dan di sana aku juga melihat dua sosok yang ku kenal yaitu Ge dan Sam. Aku ingin segera mendatangi kerumunan itu tetapi pria tadi menahanku dan mengatakan kalau dirinya harus segera pergi ke pasar sehingga tidak dapat lagi membantunya membawa keranjang buah.

Aku sudah sangat berterimakasih karena dia telah membawakannya hingga depan rumah paman, tetapi pria itu masih sangat mencurigakan bagiku. Aku tidak mengenalnya tetapi dia bersikap baik dan seolah sudah lama mengenal diriku.

***

Bab berikutnya