webnovel

Apa Lagi

Aku segera menuju kerumuman di halaman rumah paman, ternyata mereka baru selesai melakukan pengukuran lahan yang akan mereka beli. Paman menjual sebagian lahannya yang tidak diurus kepada para Elit, beliau sangat membutuhkan uang untuk keperluan sehari-hari. Dulu saat baru awal sistem kepemimpinan berubah, ibu dan ayah sudah pernah mengajak paman berkebun untuk menjaga ekonomi keluarga. Ibu juga bilang kalau dengan berkebun maka semua urusan dan keperluan keluarga akan terpenuhi terlebih pamanku tidak lagi memiliki anak karena anak semata wayangnya telah menikah dan memiliki kehidupan sendiri di Distrik 22.

Aku hanya mehela napas melihat semua itu, aku duduk di dekat paman dan bibiku yang masih menghitung ulang uang yang diberikan oleh pasukan hijau.

"Setelah ini, apa yang akan kalian lakukan untuk menyambung hidup?" Tanyaku mengawali pembicaraan.

"Kami akan hidup berhemat dan memulai untuk berbisnis," Jawab paman, beliau adalah kakak dari ibu.

"Bisnis apa?"

"Entahlah, mungkin kami bisa berjualan perhiasan karena harga barang berharga itu sangat melonjak beberapa waktu terakhir ini," Sambung bibi yang duduk di samping paman.

Aku hanya mengangguk pelan tidak merespon lebih lanjut. Mereka sebenarnya bukanlah orang yang bisa berbisnis karena mereka sering kali gagal ketika melakukan hal-hal baru. Mereka memiliki karakter seorang atasan sehingga sikap mereka pun selalu menunjukkan kalau mereka itu layak untuk diberi pelayanan bukan untuk melayani. Dulunya mereka memanglah keluarga kaya karena ibu dari bibiku memberikan warisan harta yang sangat berlimpah, tetapi saying mereka tidak dapat mengelolanya dengan benar sehingga seiring berjalannya waktu harta mereka berkurang dan hingga kini hanya rumah dan tanah yang mereka tempati itu harta mereka. Aku berharap kepada mereka, semoga saja kali ini keputusan mereka benar-benar tepat dan dapat menjalani kehidupan yang lebih baik kedepannya.

Aku menyerahkan keranjang jeruk kepada mereka dan langsung berpamitan pulang, aku ingin mengurus rumah sambil sedikit bersantai sebelum orang tuaku kembali saat senja.

"Apa kamu sudah mempunyai keputusan?"

Suara ketua pasukan hijau tiba-tiba terlintas di kepalaku. Aku masih heran dengan responnya yang sangat biasa saja setelah aku menolak untuk bergabung, padahal sebelumnya dia memintaku untuk mempertimbangkannya. Mungkin dia bersikap seperti itu karena telah ada Ge dan Sam bersama mereka, yang sudah jelas mereka adalah pria dan memiliki kekuatan yang lebih dariku.

Tetapi sikap ketua pasukan hijau itu benar-benar menggangguku, semakin aku bersikap masa bodoh maka semakin aku memikirkannya. Kenapa dia tidak berkata kasar dan memaksaku untuk bergabung?

Di saat aku sedang memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya ku pikirkan, seseorang mengetuk pintu rumahku dengan cukup keras sehingga terdengar jelas dari dapur. Aku berjalan cepat menghampiri pintu, ternyata itu adalah Ge dan Sam. Mereka menyunggingkan senyum khas mereka dan mengajakku untuk pergi bersama. Aku menolak, karena aku masih banyak pekerjaan di rumah tetapi mereka tetap bersikeras untuk mengajakku hingga akhirnya aku meminta mereka untuk menunggu karena aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan terlebihdulu.

Aku meneriaki Laya dari luar dan mengatakan kalau aku akan pergi sebentar dengan kedua pria yang cukup menyebalkan itu. Mereka berdua sama sekali tidak memberitahuku kemana kami akan pergi, mereka hanya mengatakan kalau ini akan sangat menyenangkan dan aku akan menyukainya. Baiklah, aku harus berfikir kalau itu akan baik-baik saja.

Kami pergi ke arah Timur dengan menaiki mobil barang milik pedagang yang hendak menyetorkan dagangan. Suasananya cukup familiar dengan debu hitam yang mulai memenuhi udara Timur. Semakin masuk kea rah timur, suasana menjadi semakin gelap dan pengap, kali ini jauh lebih parah dibandingkan saat aku pergi bersama Ge beberapa waktu lalu.

"Kalian tidak sedang bercanda denganku kan?" Tatapanku terarah ke Ge dan Sam dengan bergantian. "Kita mau pergi kemana dan apa yang akan kita lakukan?" Tanyaku lagi, mereka berdua masih tidak memberi jawaban dan hanya tersenyum riang.

Ada yang salah dengan mereka.

Setelah cukup lama di perjalanan yang gelap, kami akhirnya tiba di sebuah bangunan sederhana seperti gudang yang lama tidak terpakai di dekat hutan. Kami bertiga segera turun dan masuk ke bangunan itu. Sepi, tidak ada satu orang pun yang berada di sekitaran bangunan itu. Saat pintu di buka aku dapat mencium aroma pengap dari ruangan yang lembab dan tidak berjendela. Bau bangkai kecoa, kotoran tikus semuanya bercamour aduk menyengat masuk ke dalam hidungku.

Berkali kali aku memukul lengan kedua temanku, mereka tidak merespon karena mereka juga tampak tegang dan menahan napas panjang sama seperti diriku. Ruangan pengap itu adalah sebuah trowongan yang panjangnya sekitar sepuluh meter, cukup membuat kami bertiga lemas karena menahan napas sambil berjalan pelan karena sangat gelap. Setelah kami bertemu dengan udara segar, kami langsung menghembuskan napas sekencang-kencangnya dan merasakan dinginnya oksigen masuk ke dalam rongga hidung kami. Benar-benar melegakan sekali telah perjalanan panjang.

Tiba-tiba aku tersadar, udara ini sangat dingin dan bersih tidak seperti udara yang kami lewati tadi, Kok bisa?

Ku pandangi sekeliling dengan seksama, hamparan lahan yang sangat luas dengan pepohonan rindang yang tumbuh subur di sekeliling kami seperti pagar alami yang sangat besar. Aku kembali menepuk bahu Sam dan menanyakan keberadaan kami tetapi dia juga tidak tahu. Dia dan Ge mengikuti pandanganku yang terus memandang sekeliling dengan perasaan heran.

"Terowongannya hilang," Ujar Sam membuatku dan Ge segera menoleh kea rah kami datang. Benar-benar tidak ada apapun di belakang kami. Kami hanya dapat mendengar suara hembusan angina yang menerpa dedaunan juga suara kicauan burung yang sedang bernyanyi dengan indahnya.

"Tempat apa ini? Kenapa kalian membawaku kesini?" Tanyaku geram, aku sungguh menikmati udara dan suasananya tetapi ada hal yang mengganjal tentang tempat ini. Aku tidak dapat menjelaskannya tetapi aku sungguh merasakan hal yang tidak beres.

"Aku juga tidak tahu, mungkin sebentar lagi dia akan datang," Kata Ge.

"Dia?" Tanyaku terheran.

Benar perkataan Ge, hanya berselang beberapa menit setelah dia mengatakan tentang'dia' datanglah seorang pria berseragam serba hijau menghampiri kami dengan mengendarai sebuah mobil kuno yang beberapa kali pernah ia gunakan untuk berpatroli.

Ketua pasukan hijau, aku tidak mengerti dari mana datangnya pria itu. Dia meminta kami untuk naik ke atas mobil, sebenarnya aku ingin menolak tetapi aku tidak tahu bagaimana cara untuk keluar dari tempat itu. Ingin sekali aku memaki dan menghajar Ge, tetapi perasaanku yang kacau membuatku menahan amarah karena aku tidak ingin semuanya menjadi semakin kacau.

Lahan hijau yang sangat luas dan asri membuat mataku terasa sejuk ketika melihatnya, dedaunan yang bergoyang seolah melambaikan tangannya ke arahku. Aku tidak yakin apakah itu adalah lambaian selamat datang atau malah sebaliknya.

***

Bab berikutnya