webnovel

Chapter 41 -Special Chapter-

(POV - Nicholas Shaw)

Dua ratus tahun yang lalu tidak ada yang lebih penting di dalam hidupku selain kekuasaan. Dua ratus tahun kemudian satu-satunya yang paling penting di dalam hidupku adalah seorang wanita. Jika aku bisa kembali ke masa lalu dan memberitahu diriku yang lebih muda tentang Eleanor, mungkin diriku di masa lalu hanya akan mendengus dan melupakannya.

Tapi sekarang...

Kumasukkan tangan kananku ke dalam saku celanaku, jari-jariku menyentuh permukaan lembut beludru yang berbentuk kotak kecil. Butuh waktu cukup lama untuk memilihnya hingga aku harus terlambat pulang. Tapi semua itu sepadan dengan cincin di dalam sakuku saat ini. Batu ruby lah yang akhirnya kupilih untuk Eleanor. Bahkan sejak pertama kali aku melihatnya aku tahu cincin ini akan sempurna untuknya.

Aku tidak merencanakan hal ini sama sekali, menikah bukan hal yang paling penting saat ini. Tidak, selama aku belum menyingkirkan Alastair maka Eleanor belum menjadi milikku sepenuhnya.

Tapi akhir-akhir ini Eleanor terlihat semakin jauh dariku, tidak peduli seberapa dekat Ia berada di sampingku aku bisa merasakan pikirannya berada jauh dariku. Aku ingin mengikatnya padaku dengan semua cara yang ada di dunia ini, sebelum Ia merubah pikirannya...

Dari sudut mataku sesuatu bergerak, kualihkan pandanganku yang sebelumnya terpaku pada balkon penthouse. Nafasku terhenti di paru-paruku saat memandang Eleanor yang berdiri di depan pintu kamar kami. Kedua mata ambernya sudah memandangku sejak tadi, aku tidak menyadari suara langkahnya ataupun nafasnya. Perlahan langkahku mendekatinya, Eleanor tidak mengucapkan sepatah katapun, begitu juga denganku. Aku tidak bisa mengingat bagaimana caranya berbicara, untuk saat ini otakku berhenti berpikir total. Lagipula siapa yang bisa berpikir saat berhadapan dengan malaikat? Kedua mata ambernya berkilau saat menatapku bersamaan dengan sudut bibirnya yang ditarik ke atas perlahan.

Jika Eleanor menginginkan agar aku melompat dari balkon penthouse saat ini juga, aku akan melakukannya dengan senang hati. Tangan kanannya terulur untuk merapikan dasiku lalu berhenti di atas jantungku, kuraih tangannya yang lain lalu menggenggamnya, ibu jariku mengelus nadi di pergelangan tangannya yang berdenyut cepat. Kuangkat tangannya lalu mengecupnya sekilas tanpa mengalihkan pandanganku darinya.

"Nick..." suaranya yang sedikit tercekat membuatku memandangnya dengan sedikit bingung. Ia terlihat sedih.

"Ada apa?" tanyaku setelah Ia menarik tangannya yang sebelumnya berada di atas jantungku. "Eleanor, ada apa?" ulangku dengan sedikit panik. Ia menggigit bibirnya sambil menundukkan kepalanya sedikit. Kuangkat wajahnya dengan salah satu tanganku agar Ia kembali memandangku tapi kedua matanya masih menghindariku. "Eleanor..."

Untuk sesaat pikiran itu kembali lagi ke dalam kepalaku, bagaimana jika Ia merubah pikirannya dan meninggalkanku? Perasaan panik menyergapku seperti aliran listrik. Tidak, aku tidak akan membiarkannya. Kali ini tanganku menangkup rahangnya memaksanya memandangku, dan saat kedua mata ambernya akhirnya memandangku rasa panik yang sebelumnya menyelimutiku berubah menjadi takut.

Nicholas Shaw, takut? Aku tidak bisa membuka mulutku lagi saat kedua matanya memandangku dengan ekspresi bersalah. Bagaimana jika Eleanor meninggalkanku? Pertanyaan itu kembali menggema di dalam kepalaku.

"Nick, aku hamil."

Rasa panikku membuat otakku lebih lambat untuk memproses apa yang baru saja Ia katakan, jadi aku hanya memandangnya dengan pandangan kosong selama beberapa saat. "Nick... aku hamil." Ulangnya saat aku tidak memberikan respon apapun. Kedua matanya kembali berkilau, kali ini karena air mata yang ditahannya. Dan saat itulah aku baru menyadari apa yang Ia katakan.

Kulepaskan tanganku darinya sambil mengerutkan keningku lalu memandang perutnya di balik gaunnya.

"Aku ingin memberitahumu lebih awal, tapi... tapi..." Aku mendengar suara tercekatnya lagi kali ini lebih jelas, "Nick katakan sesuatu."

Eleanor hamil. Kotak cincin di saku celanaku tiba-tiba terasa sepuluh kali lebih berat. Dan aku akan menjadi ayah. Kata 'ayah' terasa sangat asing untukku.

Eleanor hamil. Beberapa hal memenuhi pikiranku bersamaan, tapi hal yang paling menguasai pikiranku saat ini hanya satu. Alastair. Jika Eleanor hamil maka aku tidak bisa membunuhnya saat ini, karena jika Alastair mati...

"Nick!"

Kedua mataku berkedip memandang sebutir air mata yang jatuh dari matanya seperti berlian yang berkerlip. Aku bisa melihat segalanya dari pandangannya, rasa bersalah, takut, dan panik. Hampir sama seperti apa yang baru saja kurasakan. Mungkin apa yang dipikirkannya saat ini sama seperti apa yang kupikirkan beberapa saat yang lalu, Ia berpikir aku akan meninggalkannya. "Aku... aku harus berpikir." Gumamku sambil membalikkan badanku dan kembali duduk ke sofa, memunggunginya yang masih berdiri. Kubenamkan kepalaku ke salah satu tanganku sambil memejamkan mataku. Satu hal yang bisa kupastikan saat ini hanyalah, Eleanor tidak akan pernah menjadi milikku.

Bab berikutnya