Mario Pratama, Mahasiswa UI yang meninggal terbunuh di rumahnya sendiri. Mendapat kesempatan kedua untuk menemukan siapa pembunuhnya karena polisi telah menutup kasus ini sebelum kasusnya selesai. Alifya Zahranti, salah satu siswi SMA PERMATA di Jakarta. Hidupnya menjadi berubah semenjak bertemu dengan pemuda aneh dan tampan yang meminta bantuannya untuk mengungkap kasus kematiannya.
"Bagaimana, kamu suka?"
Dea memandang sekelilingnya dengan kagum. Taman belakang rumah Rio yang semula biasa kini menjadi sangat indah dengan dekorasi yang nyaris sempurna. Lampu warna-warni yang menghiasi tanaman bonsai, menjadi kombinasi unik dengan lampu bohlam kuning yang menjadikan suasana sangat romantis ditemani dengan taburan bintang.
"Ini kamu siapin buat aku?" Dea memandang Rio dengan tak hentinya berdecak kagum. Siapapun perempuan yang berada di posisi Dea, pasti akan sangat bahagia mendapat kejutan yang begitu istimewa.
Rio tersenyum tipis lalu mengangguk. Kemudian membimbing Dea untuk duduk di kursi yang juga telah ia sediakan lengkap dengan meja yang penuh hidangan lezat dan lilin sebagai penerangnya.
Dea masih dibuat terpana hingga tak menyadari Rio yang pergi dan kembali dengan sebuah gitar di tangannya. Suara petikan gitar mengalihkan atensi Dea. Mengembalikan kesadarannya yang sempat terbang.
Rio telah duduk di depannya dengan senyum yang begitu menawan. Jemarinya dengan lihai memetik senar gitar menciptakan instrumen yang menambah suasana romantis.
Kau kekasihku, tak pernah kulupakan
Kenanganku bersamamu
Kau pujaanku, selalu kurindu
Ku ingin bertemu denganmu
Ingin ku persembahkan laguku ini
Sebagai tanda cintaku untukmu
Untukmu....
Kau selalu ada di hati
Ku tak bisa lupakan mu
Dan tak bisa lupakan dirimu
Dan ku selalu mencintaimu
Ku tak mau jauh darimu
Kaulah yang terindah
Kasihku.....
Rio mengakhiri nyanyiannya dengan sempurna dan tersenyum manis ke arah Dea yang masih speechless dengan penampilannya.
"Ini ...."
"Iya, ini lagu ciptaanku khusus buat kamu," potong Rio seolah mengerti dengan apa yang ingin ditanyakan oleh Dea.
Mata Dea berkaca-kaca. Sungguh, ini adalah malam terbaik yang pernah ia lalui.
"Happy anniversary!"
Rio menghampiri Dea dengan sebuah kue dan lilin dengan angka 3 di atasnya.
"Happy anniversary untuk hubungan kita yang ke-3 tahun, Na. Aku memang bukan cowok romantis yang setiap saat bisa mengatakan cinta dan sayang. Aku juga tidak bisa menjanjikan untukmu selalu bahagia bersamaku, aku tidak bisa berkata untuk tidak menyakitimu. Tapi aku bisa memastikan untuk selalu ada di sampingmu apapun yang terjadi."
"Yo, kamu ...." Dea kehilangan kata-kata. Ini adalah kalimat ter-panjang dan ter-romantis yang pernah diucapkan oleh Rio. Rio yang selama ini terkenal dengan sifat cuek dan dinginnya bisa berubah 180 derajat malam ini.
Rio yang biasanya hanya tersenyum tipis dan berkata seperlunya, malam ini membuat seorang Dea Ananda seolah berada di Negeri Dongeng dengan Pangeran Berkuda Putih yang saat ini tengah berlutut di hadapannya.
"Nggak perlu mengatakan apapun, cukup mengangguk jika kamu masih mau melanjutkan hubungan kita," ucap Rio memberikan pilihan karena melihat Dea yang mulai meneteskan air mata.
Dea buru-buru mengangguk dengan senyum lebar yang tak lagi bisa ia tahan. Setelahnya, mereka serentak memejamkan mata dan meniup lilin itu bersama-sama.
Senyum manis keduanya tersungging, siap menapaki hubungan baru mereka selanjutnya. Tiga tahun yang telah mereka lewati bersama telah memberikan banyak kenangan tak terlupakan.
"Terimakasih," bisik Dea yang masih mampu didengar oleh Rio.
Rio mengangguk dan tersenyum kecil. Khusus malam ini ia berusaha sekuat tenaga untuk menjadi pria romantis seperti idaman para wanita meski ia harus memikirkan konsep ini beberapa minggu sebelumnya.
Mereka mulai menyantap makan malam yang mulai dingin, bercerita semua hal yang bisa membuat bahagia sebelum mata tajam Rio menangkap gerakan mencurigakan dari belakang Dea.
"Awas, Na!"
"DORR!!"
Kejadian yang berlangsung begitu cepat itu tak bisa dicerna oleh Dea. Tubuhnya membeku meski pelukan dari Rio terasa hangat. Perlahan, pelukan Rio melemah hingga jatuh ke tanah.
"Rio!!!!"
Dea mengangkat kepala Rio dengan tangan bergetar. Ia bisa merasakan ada cairan hangat kental yang mengalir dari kepala Rio. Mata Rio terpejam dengan wajah yang semakin memucat.
"Rio ... bangun, Yo! Kamu udah janji selalu ada di samping aku apapun yang terjadi, tapi kenapa kamu ninggalin aku kaya gini, Yo?" Dea terisak pilu. Haruskah kebahagiaan yang baru saja ia rasakan harus terenggut?
"RIO BANGUNN!!!!"
Tak ada lagi jawaban dari tubuh beku Rio meski Dea sudah berteriak sekuat tenaga. Nyatanya, manusia tak akan pernah bisa untuk melawan takdir-Nya.
***
See u next chap 👋👋
Thanks
_Dee
Sidoarjo, 06 Maret 2020