Qiandra menatap Ezell yang tengah terlelap di sebelahnya, "Tak diragukan lagi. Wajahmu sudah tampan sejak lahir." Qiandra makin mengagumi wajah Ezell. Ia sudah mengakui ketampanan Ezell sejak pertama kali mereka bertemu 12 tahun lalu. Dan sekarang dia masih tak menistakan itu, ketampanan Ezell adalah karya yang luar biasa yang diciptakan oleh Tuhan.
Ring.. Ring..
Qiandra meraih ponsel Ezell. "Celinna?" Qiandra tak mengerti kenapa Celinna selalu merusak waktunya dengan Ezell. Wanita ini benar-benar tergila-gila pada Ezell. Tadi siang mereka sudah bertemu dan tengah malam ia masih menelpon.
Ezell membuka matanya, suara ponselnya membuat ia terjaga, "Siapa yang mengizinkanmu menyentuh ponselku?"
"Maaf." Qiandra segera memberikan ponsel Ezell pada pemiliknya. Ini salahnya, harusnya ia biarkan saja ponsel itu berdering hingga Ezell terjaga. Niatnya dia hanya tak ingin tidur Ezell terganggu.
"Ada apa?" Ezell menjawab panggilan dari Celinna.
"..."
"Aku tidak bisa datang. Jangan ganggu tidurku!" Ezell memutuskan sambungan teleponnya. Tangannya meletakan lagi ponselnya ke atas nakas, "Apa yang kau lakukan? Cepat tidur!"
"Aku belum ngantuk."
"Sudah jam 3 pagi, Qiandra."
"Aku bisa tidur sampai siang besok."
"Tidur sekarang juga!"
"Baik." Qiandra tidak ingin memperpanjang. Ia segera menutup matanya. Bagaimana dia bisa tidur jika matanya tidak mengantuk.
Ezell meraih tubuh Qiandra untuk lebih dekat padanya, ia mengangkat tangannya dan mengelus alis Qiandra dengan lembut.
"Kau sedang apa?" Qiandra kebingungan.
"Mommy selalu melakukan ini jika aku sulit tidur."
Qiandra tak tahu harus merasa hangat atau terhenyak. Ia diam membiarkan Ezell mengelus alisnya dengan mata yang tertutup. Bahkan ibunya saja tak pernah memperlakukannya seperti ini. Entah berapa banyak Ezell kehilangan kasih sayang karena kematian Elizabeth.
Tuhan, kenapa harus ada cerita pahit seperti ini? Qiandra rasanya ingin menangis, tapi ia menarik nafasnya lalu menghembuskannya menghalangi agar air matanya tak jatuh.
"Terimakasih."
"Tidurlah. Tanganku lelah jika terlalu lama."
"Hm." Qiandra menutup matanya. Malam ini Ezell jauh lebih manusiawi padanya. Pria ini tidak menggunakan alat-alat yang tak Qiandra sukai saat mereka berhubungan badan. Tapi Ezell masih Ezell, dia tetap tidak melakukan pemanasan.
Akhirnya Qiandra terlelap. Ezell membuka matanya, "Kau membuatku melakukan hal-hal yang tidak pernah aku lakukan, Qiandra. Jangan mempengaruhi aku terlalu jauh jika kau masih ingin bebas dariku." Ezell tahu dia sudah melangkah keluar dari batasannya. Tak pernah dalam kisah hidupnya melupakan janji yang sudah ia buat. Malam ini harusnya ia bersama dengan Celinna, hari ini adalah hari yang penting bagi Celinna tapi ia melewatkannya karena seorang Qiandra. Dan kali ini dia mengelus alis Qiandra, hal yang tak pernah ia lakukan pada siapapun sebelumnya. Menceritakan tentang apa yang ia dan ibunya biasa lakukan juga tak pernah ia lakukan bahkan pada sahabatnya sekalipun.
♥♥
"Aku mengirimkan hadiah, apakah sudah sampai?" Ezell menanyakan tenang hadiah ulang tahun yang ia kirimkan pada Celinna.
"Aku sudah menerimanya. Kalung yang sangat indah. Terimakasih."
"Baguslah jika kau menyukainya."
"Apakah malam ini kau akan datang ke tempatku?"
"Jika aku tidak memiliki pekerjaan aku akan datang."
"Baiklah. Aku menunggumu memasangkan kalung indah ini."
Bisa Ezell asumsikan bahwa saat ini Celinna tengah melihat kalung pemberiannya dengan wajah tersenyum, "Tidak perlu aku untuk memasangkannya. Aku atau kau sendiri itu tidak ada bedanya." Seperti yang Ezell katakan, ia tidak akan mengistimewakan miliknya, meski itu Celinna yang ia kenal lama sekalipun. Tapi ini memang pertama kalinya Ezell tidak datang ke tempat Celinna saat wanita ini ulang tahun. Tidak ada pesta perayaan, tapi biasanya mereka akan makan-makan. Ia akan menemani Celinna hingga pagi tiba, menjadi satu-satunya orang yang menemani Celinna pada hari pergantian usianya.
"Kali ini saja, aku ingin sedikit keras kepala. Aku akan menunggumu memasangkannya. Ayolah, aku sedang berulang tahun. Kabulkan permintaanku."
"Aku akan segera pergi sekarang. Aku putuskan panggilan ini."
"Baiklah. Hati-hati dijalan."
Ezell memutuskan panggilannya, ia segera melangkah mendekat ke jet pribadinya. Dia akan keluar kota untuk meeting dan kembali lagi setelah meetingnya selesai.
♥♥
"Aku tidak akan pernah meminta maaf pada jalang itu!" Deane berkeras. Dia tak akan merendahkan dirinya meminta maaf pada wanita yang sudah menggoda suaminya, "Harusnya aku membunuhnya, dia sudah mencoba merebutmu dariku!"
"Deane, apa yang ada di otakmu! Sudah aku katakan berkali-kali, kami tidak ada hubungan apa-apa selain rekan kerja. Dia profesional dan tak merayuku sedikitpun. Kau salah menilainya!"
Pembelaan dari Albert membuat Deane semakin berang, "Aku tahu aku tidak menguntungkan sama sekali untukmu. Kau pergi ke pelukannya karena dia bisa membantumu. Karena dia kaya dan cantik! Aku tahu kau sudah benar-benar tidak mencintaiku lagi!"
"Kau semakin melantur. Sudahlah, kau harus ke rumah sakit untuk meminta maaf. Aku tidak mengenalmu hari ini dan kemarin, Deane."
"Aku yang tidak mengenalmu sama sekali!" Deane membalik kata-kata Albert, "Kau lebih memilih menemani jalang itu di kediamannya daripada menenangkan istrimu! Kau benar-benar tukang selingkuh!"
Plak! Tamparan keras mendarat di wajah Deane. Kali ini ia benar-benar tak bisa menerima kata-kata Deane. Dia tidak berselingkuh, hubungannya dengan Stevy adalah murni tentang pekerjaan.
"Jaga baik-baik mulutmu! Aku tidak melakukan hal yang kau katakan! Aku tidak melakukan itu lagi setelah kematian Elizabeth!"
"Kau berselingkuh! Kau tidak akan menamparku jika kau tidak melakukannya. Pencuri tidak akan mengaku sebagai pencuri!"
Albert kehilangan akal, dia nyaris gila karena Deane yang tak mengerti sama sekali apa yang ia katakan. Dadanya seperti ingin meledak karena kata-kata Deane. Menjelaskan pada Deane sama seperti menjelaskan pada batu.
"Dengarkan aku baik-baik, Deane. Stevy akan memenjarakanmu jika kau tidak meminta maaf padanya." Albert tak ingin mengatakan ini tapi sepertinya Deane harus benar-benar diberitahu agar mengerti, "Aku tidak ingin kau dipenjara, ini hanya kecemburuan saja dan kesalahpahaman. Dia hanya butuh kau meminta maaf, dan dia tidak akan melaporkannya. Luka yang dia terima darimu membuat kepalanya sakit. Dokter bahkan mengatakan jika Stevy harus memeriksakan kepalanya lebih lanjut jika sakitnya masih berkelanjutan. Aku tahu kau wanita yang baik, Sayang. Jangan keras kepala, kau salah paham."
Jika Albert berpikir Deane akan meminta maaf maka dia salah, semakin Albert membela Stevy ia semakin merasa marah. Albert benar-benar tak memikirkan perasaannya sama sekali.
"Ah, dia ingin memenjarakan aku sekarang! Benar-benar licik! Setelah merayumu dia ingin menendangku dari hidupmu. Itu tidak akan pernah terjadi!"
"DEANE!" Albert akhirnya berteriak keras, "Kenapa kau jadi seperti ini! Kecemburuan sudah mengotori otakmu! Kau melukai orang lain, kau harus meminta maaf!"
"Aku tidak akan melakukannya! Aku melakukan hal yang benar dan aku tidak akan meminta maaf."
Albert tak tahu harus mengatakan apa lagi, dadanya terasa sakit sekarang, ia harus segera menenangkan dirinya. Ia bisa mati karena serangan jantung kalau seperti ini.
"Mau pergi kemana kau, Albert!"
Albert tak mempedulikan teriakan Deane, ia terus melangkah hingga ia mencapai pintu keluar rumahnya. Duar,, ia membanting keras pintu rumah yang baru ia tempati beberapa hari.
Tempat yang Albert kunjungi adalah makam istrinya. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Hanya tatapan dengan ribuan penyesalan yang terlihat di wajahnya. Entah kapan Tuhan akan mempertemukannya lagi dengan Elizabeth.
♥♥
"Apa yang kau lakukan kali ini, Qiandra?" Ezell melihat ke Qiandra yang saat ini berbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutupi tubuh Qiandra.
"Aku tidak melakukan apapun." Qiandra bersuara cepat, "Aku hanya demam. Tadi hujan.. Aku.."
"Kau seperti anak kecil saja!" Ezell menghela nafas jengkel. "Apa kau tidak puas dengan siksaanku hingga kau menyiksa dirimu sendiri!"
"Aku suka hujan." Selain Beverly, Qiandra juga suka hujan. Hanya saja Qiandra tak seperti Beverly yang kuat dari hujan. Qiandra selalu akan sakit jika ia bermain hujan terlalu lama. Dan tadi dia bermain cukup lama hingga akhirnya dia berakhir seperti ini.
"Tapi hujan tidak suka kau!" Ezell menempelkan telapak tangannya ke kepala Qiandra, "Kau demam karena hujan."
"Aku akan segera sembuh."
Terus menjawab seperti biasanya. Qiandra benar-benar memiliki mulut yang baik dalam hal jawab-menjawab.
"Kau sudah makan malam atau belum?"
"Sudah. Aku juga sudah meminum obat." Qiandra tidak suka sakit berlarut-larut. Dia benci obat tapi untuk sembuh dia harus minum obat.
"Sekarang tidurlah."
"Hm." Qiandra menutup matanya, ia tak mendengar suara langkah kaki menjauh, itu artinya Ezell menunggunya hingga terlelap.
Setelah Qiandra tidur, Ezell pergi ke Cleopatra, jika saja Qiandra tak sakit dia tak akan mampir ke rumahnya dahulu.
Celinna menampakan wajah senangnya, ia tahu Ezellnya pasti akan datang.
Seperti yang Celinna mau, Ezell memasangkan kalung itu dilehernya. Wajah Celinna makin berseri. Ia meraba kalungnya, hadiah dari Ezell adalah hadiah yang paling ia sukai melebihi apapun di dunia ini. Bukan karena harganya tapi karena si pemberi.
"Aku tidak bisa menemanimu minum."
"Kenapa?"
"Aku tak harus menjelaskan alasannya, Celinna."
Tak perlu dijelaskan, sesuatu yang membuat Ezell kembali ke rumah adalah Qiandra. Celinna tahu itu.
"Baiklah. Memasangkan ini sudah cukup untukku."
"Aku pergi."
Ezell melangkah pergi. Celinna hanya menatap punggung Ezell yang kian menjauh. Selama ini dia menjadi yang utama untuk Ezell dan sekarang dia tersisihkan. Memang akan selalu ada masanya.
Celinna menghela nafas, ia duduk kembali di sofa dan menikmati wine yang harusnya ia nikmati bersama dengan Ezell.
♥♥
Deane mendatangi kediaman Stevy. Ia sudah salah melangkah, melawan Stevy tidak harus dengan kekerasan. Wanita licik seperti Stevy harus ia singkirkan dengan perlahan. Jika yang Stevy butuhkan adalah kata maaf maka ia akan meminta maaf. Ini bukan mengalah tapi melangkah mundur untuk kemudian maju dua langkah di depan Stevy.
Rencana Deane hanya tinggal rencana, amarah yang coba ia sembunyikan dengan kelicikan kini menguap bebas saat melihat Stevy membuka kemeja Albert. Bahkan mereka melakukannya di ruang tamu, apakah ini kesalahpahaman yang Albert sebutkan kemarin?
Dengan langkah kasar dan cepat, Deane menghampiri Stevy, brakk! Tubuh Stevy menghantam meja sofa hingga membuat wanita itu menjerit sakit.
"Apa yang kau lakukan, DEANE!" Albert memegang bahu Deane dengan kuat lalu melepaskannya kasar hingga Deane mundur beberapa langkah. Albert segera meraih tubuh Stevy.
Sial! Wanita bar-bar ini. Kalau saja tak ada Albert aku pasti akan menghancurkan wajahmu! Stevy memaki kesal. Pinggangnya yang menghantam meja terasa sangat sakit.
"Stevy, kau baik-baik saja?" Albert bertanya cemas. Baru saja Stevy memaafkan kesalahan Deane tapi kali ini Deane sudah membuat kesalahan lagi. Albert tak tahu apakah kali ini Stevy akan membiarkan Deane lagi.
"Kau memang bajingan, Albert! Kau memilih pergi dariku dan berlari ke wanita jalang ini!" Deane menunjuk Stevy tajam.
"Aku tidak bisa menerima ini lagi, Albert. Dia sudah keterlaluan. Aku akan menghubungi polisi!" Stevy melepaskan tangan Albert.
"Berhenti bersikap lemah, Stevy! Kau benar-benar rubah licik!"
"CUKUP, DEANE!" Albert tak tahan lagi, kepalanya ingin pecah sekarang, "Keluar dari tempat ini sekarang juga!"
"Kenapa! Kau ingin melanjutkan sex kalian yang terganggu tadi!"
Dada Albert bergemuruh hebat, bahkan Elizabeth yang benar-benar melihatnya berselingkuh tak pernah membuatnya seperti ini. Kali ini Albert benar-benar yakin bahwa wanita terbaik di dunia ini adalah wanita yang pernah ia sakiti hingga mengakhiri nyawanya. Meski ia berselingkuh, Elizabeth masih menghormatinya hingga akhir hayat hidupnya. Bahkan Elizabeth tak sekalipun berteriak padanya.
"Kau benar-benar tak memiliki rasa hormat sama sekali pada suamimu, Deane! Istri macam apa kau ini!" Stevy memanasi Deane. Di balik wajah prihatin Stevy akan Albert terselip rasa bahagia yang teramat besar. Melihat Deane meledak seperti ini adalah kebahagiaan yang luar biasa untuknya.
"Diam kau, jalang sialan!"
Albert tidak bisa menerima lagi, ia melepaskan Stevy lalu mencengkram tangan Deane, "Sudah cukup, Deane. Jangan mempermalukan aku lagi." Ia menyeret tangan Deane, membawa wanita itu keluar dari rumah Stevy dengan paksa.
"Aku akan membunuhmu, Stevy! Aku akan membunuhmu!" Suara teriakan Deane membuat Stevy yang mendengar samar tersenyum kecil.
"Benar-benar bodoh." Stevy duduk kembali ke sofa, "Ah, sialan! Pinggangku." Stevy memegangi pinggangnya yang masih terasa sakit.
Di luar kediaman Stevy, Albert dan Deane masih bertengkar. Albert membawa Deane kembali ke kediaman mereka.
"Aku tidak akan pulang ke rumah ini sebelum kau meminta maaf pada Stevy! Kau sudah benar-benar mempermalukan aku, Deane. Kau tidak mempercayai suamimu sendiri, kau berteriak padaku dan kau tidak menghormatiku lagi. Renungkan ini baik-baik jika kau masih ingin bersamaku!" Albert meninggalkan Deane, ia keluar dari rumahnya.
Deane berteriak keras, ia membanting vas bunga yang ada di dekatnya. Menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya. Air matanya jatuh ketika semua rasa sakit di hatinya mencekik lehernya.
"Kau milikku, Albert. Tak ada siapapun yang boleh memilikimu kecuali aku! AKHHHHH!!" Deane meluapkan semua kemarahannya dengan barang-barang di rumah itu. Sementara Albert, ia pergi ke kediaman Stevy, lagi-lagi untuk memohon agar Stevy memaafkan Deane.
♥♥
Ezell tersenyum tipis melihat betapa kacaunya Deane saat ini. Wanita itu tengah melangkah sempoyongan keluar dari sebuah bar. Ya, Deane mengkonsumsi alkohol. Wanita itu mengalihkan rasa sakitnya pada alkohol. Sudah dua hari ini Deane tidak mendapatkan kabar apapun dari Albert. Itu membuatnya benar-benar larut dalam kemarahan dan rasa takut kehilangan yang begitu besar.
"Stevy benar-benar bekerja dengan baik." Ezell puas dengan cara kerja Stevy, tak sia-sia ia membantu Stevy, "Ayo jalan, Robert."
Mobil Ezell melaju.
"Apa yang akan anda lakukan selanjutnya, Tuan?" Robert melihat Ezell dari kaca spion.
"Tentu saja membunuh Deane."
"Apakah anda benar-benar akan melakukannya?" Robert takut, ia takut Ezell akan menyesal nantinya, "Nona Qiandra pasti akan sangat membenci anda."
"Aku sudah mengatakannya sejak awal, Robert. Aku tidak akan berhenti sebelum Deane tewas. Qiandra membenciku bukan masalah untukku."
"Anda benar-benar tidak menyukai Nona Qiandra"
"Ibuku bunuh diri karena ibunya, dan ibunya akan mati karena aku. Apa mungkin suka bisa ada di antara dua orang seperti kami?"
Robert diam. Tak ada yang bisa ia lakukan dengan pemikiran Ezell.
Sampai di kediaman Ezell, Qiandra masih belum terlelap. Malam ini Ezell cukup larut pulang tapi Qiandra masih tetap menunggu Ezell pulang.
"Hy." Qiandra menyapa Ezell dengan ramah.
"Kenapa kau belum tidur?"
"Menunggumu."
"Aku tidak meminta kau untuk menungguku, Qiandra."
"Aku tidak bisa tidur. Mungkin aku butuh pelukan hangat." Qiandra tersenyum, ia sudah sedikit lebih dekat dengan Ezell. Tak ada hukuman sama sekali, tak ada penyiksaan lagi, meski Ezell masih sedikit dingin tapi dia tidak mengabaikan Qiandra lagi.
"Kau sudah makan malam atau belum?"
"Sudah. Aku tidak bisa menunggumu untuk masalah itu. Aku bisa hilang kendali kalau lapar." Qiandra melemparkan candaan.
Ezell menikmati bagaimana Qiandra tersenyum, matanya melengkung indah, lesung pipinya terlihat, sangat manis.
"Ayo naik ke kamarmu."
"Ya, tentu saja." Qiandra meraih tangan Ezell. Ia sudah benar-benar menikmati jadi milik Ezell. Tanpa kekerasan, Ezell adalah sosok yang luar biasa dan Qiandra akui bahwa ia menyukai sosok Ezell. Ia sudah sedikit percaya, bahwa perlahan-lahan kebaikan dan perhatian yang ia berikan pada Ezell mampu merubah Ezell.
tbc