"Pak, nona Qiandra ada di depan." Sudah satu minggu berlalu dan Qiandra sudah bisa berjalan lagi. Ia sudah sembuh sejak 2 hari lalu.
Ezell merasa tak memiliki janji apapun dengan Qiandra, untuk apa wanita itu datang ke perusahaan.
"Biarkan dia masuk."
Sekretaris Ezell keluar berganti dengan Qiandra yang masuk ke dalam ruangan tersebut.
Di dalam ruangan tidak hanya ada Ezell, di sana juga ada Celinna. Namun Qiandra merasa tak terganggu, sebenarnya ia berharap Ezell sendirian sekarang, jadi ia bisa makan siang bersama Ezell.
"Hy, Ezell. Hy, Celinna." Qiandra menyapa dengan ramah.
Ezell hanya memasang wajah datarnya, seperti biasa. Celinna membalas sapaan Qiandra sama ramahnya.
"Aku tidak memerintahkan kau datang kesini!"
Qiandra sudah tahu akan seperti ini, tapi bukan Qiandra namanya jika ia tak berani datang ke kantor Ezell tanpa perintah. Ia harus lebih dekat dengan Ezell, cara agar lebih dekat itu adalah dengan sering bertemud dan memberikan perhatian.
"Aku datang membawa makan siang untukmu."
"Aku tidak memerlukan makanan itu!"
"Ayolah. Jangan begitu kejam. Aku membuatnya sendiri." Qiandra mendekat, ia duduk tanpa dipersilahkan dan segera membuka apa yang ia bawa.
Ezell mengingat kata-kata Robert, waktu itu Qiandra jatuh dari tangga karena ia tak menghargai masakan Qiandra. Dan sekarang, dia tak tahu apa yang akan terjadi pada Qiandra jika tidak memakan makanan itu.
"Tutup kembali dan letakan saja disana. Aku akan memakannya nanti."
Qiandra berhenti menata makanan yang ia buat, ia memajukan bibirnya lucu tapi setelahnya ia tersenyum, "Sebenarnya aku ingin melihatmu memakannya tapi tidak apa-apa yang penting kau memakan makanan ini."
Qiandra selesai merapikan kembali wadah makan tadi.
"Kenapa kau masih disini? Urusanmu sudah selesai."
"Biarkan aku sedikit lebih lama disini." Qiandra mana mungkin akan pergi dengan cepat.
"Pergi atau kau akan menyesal!"
"Aku tidak akan menyesal." Masih dengan keras kepala yang sama.
"Baiklah. Celinna dia ingin bermain bersama kita. Buka pakaiannya!"
Threesome, Qiandra tak suka bagian ini. Tapi untuk mengikis jarak antaranya dan Ezell, dia akan melakukannya. Jika dengan jadi penurut Ezell akan lebih baik, maka dia akan melakukannya.
Celinna mendekat ke Qiandra, ia meraih resleting dress yang Qiandra kenakan.
Pakaian Qiandra sudah dilucuti, kini ia hanya menggunakan celana dalam dan bra. Ezell menatap Qiandra tajam, wanita ini benar-benar keras kepala.
"Celinna, pergilah!" Ezell mengusir Celinna.
Celinna tak pernah diusir seperti ini, tapi wanita ini menuruti mau Ezell. Ia meraih tasnya, mengecup bibir Ezell lalu pergi.
"Kenapa mengusirnya?"
Karena aku tahu kau tidak menyukai threesome. Ezell menarik tangan Qiandra, mendorong wanita itu hingga terlentang di sofa. Ezell melepas jasnya. Ia berjongkok di antara paha Qiandra. Membuka celana dalam Qiandra dan membuangnya ke sembarang arah.
Bermain tanpa pemanasan lagi, Qiandra sudah sering merasakan ini tapi ia masih asing dengan rasa sakitnya. Ia menjerit tertahan ketika Ezell menghujamnya dalam.
"Kau tidak lelah terus memakai topeng malaikat!" Ezell terus menghujam Qiandra. Ia tak peduli apakah yang Qiandra rasakan adalah sakit atau nikmat.
"A - Akh.." Qiandra menelan kembali kalimatnya, otaknya hilang kendali ketika ujung kejantanan Ezell menyentuh bagian terdalamnya hingga ke tulang.
"Kau pikir dengan melakukan ini aku akan mengubah sikapku padamu? Apakah kau berpikir aku akan membebaskanmu dan juga orangtuamu?! Tidak! Aku tidak akan tertipu olehmu!" Sentakan Ezell kian dalam. Sakit akibat sentakan itu membuat air mata Qiandra jatuh.
"Aku - hanya ingin - hubungan kita lebih baik. Meskipun aku - barang bagimu - tapi aku ingin - seperti Celinna. Menjadi milikmu - yang baiik."
Jemari Ezell mencengkram pinggul Qiandra erat, "Kau berharap aku percaya padamu?! Tch, tidak akan!"
"Aku tahu - sulit mempercayai anak wanita yang - sudah membuat kau dan Mommymu terluka. Tapi - aku tetap berharap - kau bisa - melihat aku bukan sebagai - putri Deanne, melainkan - sebagai Qiandra." Qiandra memejamkan matanya, menikmati hujaman Ezell yang dari sakit berubah rasa menjadi sesuatu yang membuat otaknya tak berfungsi dengan baik. Yang ia pikirkan hanyalah lebih cepat dan lebih cepat lagi.
Sudah.. Ezell sudah melihat Qiandra sebagai Qiandra. Inilah yang membuatnya marah, bahwa Qiandra telah membuatnya terganggu. Mengamati Qiandra selama satu minggu ini membuatnya melihat sisi asli Qiandra. Wanita periang yang masih bisa tertawa meski tahu bahaya terus mengancam. Tetap bisa bercanda meski tekanan masih berada di pundaknya.
Ezell benci kenyataan bahwa dulu, saat Elizabeth masih ada. Ia pernah mengatakan bahwa ia akan menikah dengan wanita yang periang. Menebar senyum mesko terluka. Dan semua itu ada pada Qiandra. Melihat wajah Qiandra memang mengingatkan ia pada Deane, tapi melihat keceriaan Qiandra membuatnya mengingat Elizabeth.
Ia sudah terganggu sejak beberapa hari lalu. Matanya terus mengawasi Qiandra tanpa henti tapi egonya tetap mengatakan bahwa ia tak peduli pada Qiandra. Dan hari ini egonya bertengkar dengan hatinya karena perhatian yang Qiandra bawa, membuat Ezell marah atas kebingungan antara ketulusan atau sebuah tipu muslihat Qiandra. Pada akhirnya ia menyerah, Qiandra sudah terlalu jauh bersandiwara jika ia menerima apa yang benar-benar tidak ia sukai.
"Kau meminta aku melihatmu sebagai putri Deane tapi saat aku membunuh Deane, kau akan mengkoarkan bahwa kau adalah putri Deane!" Alasan Si ego menang dari hati adalah kenyataan bahwa suatu hari nanti Qiandra akan begitu membencinya ketika ia berhasil membuat Deane mati. Ezell tak takut dibenci tapi ia takut akan rasa tersiksa yang akan menyerang Qiandra membabi buta. Ia merasakan sakitnya dikhianati oleh orang yang dipercaya, dan karena itu ia tak ingin memberikan harapan pada Qiandra. Ia juga tak ingin tersiksa karena peduli pada rasa sakit Qiandra. Cara terbaik menghindari itu adalah dengan membiarkan ego memimpin dirinya.
Qiandra diam. Apa yang Ezell katakan memang benar. Ketika ibunya tewas dia akan menjadi anak ibunya bukan Qiandra seperti yang ia katakan pada Ezell tadi. Meskipun ibunya salah, ia tetaplah putri ibunya.
"Berhenti mulai dari sekarang. Usahamu hanya akan sia-sia. Menyentuhku bukanlah kemampuanmu!"
"A-ku tidak akan ber-henti. Mengabaikan orang lain bukan keahlianku." Tak akan ada kata menyerah untuk Qiandra. Ia tak tahu akan berakhir kemana usahanya tapi setidaknya meskipun sia-sia ia telah berusaha. Lagipula, bukankah hasil tak akan mengkhianati usaha. Ia akan terus percaya pada apa yang dia pilih. Dan seseorang tak akan bisa menggoyahkan apa yang sudah ia pilih.
Ezell menyukai orang yang memegang teguh pendiriannya tapi kali ini ia benar-benar membenci pendirian Qiandra. Apa yang bisa membuat wanita ini berhenti percaya? Haruskah ia tewaskan Deane lebih cepat? Benar, segalanya harus lebih dipercepat agar semuanya selesai. Qiandra tak seharusnya berada di sisinya. Ezell sudah memutuskan dengan baik, ia akan melepaskan Qiandra jika Deane sudah tewas. Seseorang yang ibunya mati karena wanita jalang tak bisa berhubungan dengan seorang anak wanita jalang yang ia tewaskan. Kebencian di antara mereka tak akan terputuskan.
♥♥
Deane mendatangi kediaman Stevy. Ia tak bisa menahan rasa geramnya lagi. Wanita yang sudah membeli rumah suaminya ini masih saja terus berhubungan dengan suaminya. Entah itu lewat telepon ataupun bertemu langsung.
"Nyonya Kingswell. Apa yang membawamu datang kemari?" Stevy mencapai anak tangga terakhir. Ia melangkah mendekati Deane dengan wajahnya yang tersenyum namun terlihat angkuh.
"Jauhi suamiku!"
Stevy tersenyum, ia sudah menyangka akan hal ini.
"Apakah ada yang salah dengan hubungan bisnis kami?" Ia duduk di sofa, dagunya mendongak memperlihatkan betapa ia berkuasa. Deane bukan lawannya.
"Bisnis? Kau pikir aku tidak tahu kau merayu suamiku!"
Stevy tertawa kecil, "Aku tak merayunya, Deane. Dia pria yang pandai mencari pegangan. Aku bisa membantu keuangannya, aku bisa membantunya membangun bisnis baru. Kau harus berpikir dengan baik, apakah aku yang punya segalanya harus merayu pria yang hanya memiliki uang penjualan rumah dariku atau sebaliknya."
Deane mengepalkan tangannya, "Aku percaya suamiku."
"Kau sedang membual?" Stevy menaikan sebelah alisnya, "Seseorang yang percaya suaminya tak akan pergi ke rumah seorang wanita yang dekat dengan suaminya. Jika kau percaya, saat ini harusnya kau ada di rumah dan menunggu suamimu pulang." Stevy benar-benar tahu bagaimana caranya harus bersikap. Ia akan terus menekan Deane seperti yang Ezell perintahkan.
"Kau wanita sialan! Apa kau tidak bisa mencari pria lain!"
"Kau lupa berkaca. Kau yang wanita sialan. Aku tak sengaja melihat majalah beberapa tahun lalu, dan disana kau disebutkan sebagai perusak rumah tangga orang! Dan catat, bukan aku yang datang pada suamimu tapi suamimu yang datang padaku." Kalimat akhir yang Stevy katakan tidaklah benar, tapi karena cara penyampaian Stevy yang tanpa keraguan membuat kalimat itu ferasa nyata. "Dulu Albert melakukan kesalahan dengan meninggalkan istri sempurnanya untuk janda tak punya apa-apa sepertimu, dan sekarang dia sudah memilih jalan benar, berlari ke pelukanku yang bisa membuatnya kembali pada posisi puncak. Sadarlah, Deane, masamu bersama Albert akan segera berakhir!"
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi! Albert mencintaiku, dia tidak akan meninggalkan aku!"
Gelak tawa geli terdengar dari mulut Stevy, "Mencintaimu?" wajahnya kini terlihat mengejek, "Lihat ini dan pikirkan kenapa seseorang yang mencintai bisa melakukan ini dengan wanita lain." Stevy mengeluarkan ponselnya, menunjukan gambar ia dan Albert tidur di atas ranjang tanpa busana. Tidak hanya satu foto dan tidak hanya di satu tempat.
"Tidak mungkin!" Deane menolak percaya meski kecurigaannya selama ini benar. "Kau wanita jalang sialan! Aku akan membunuhmu!" Deane membabi buta menyerang Stevy.
Stevy yang tidak siap mendapatkan serangan dari Deane harus merelakan wajahnya tergores karena kuku panjang Deane.
"Satu kali saja, Deane! Aku tidak sama dengan mendiang istri Albert yang lemah itu!" Stevy mencengkram keras tangan Deane yang hendak mencoba untuk menamparnya lagi. Dengan satu kali sentakan tubuh Deane terjerembab di lantai. Stevy mencengkram rambut Deane dengan kasar, "Jangan pernah berpikir untuk merendahkanku dengan tangan hinamu! Kau tidak pantas sama sekali dengan Albert. Tak memiliki kecantikan, tak memiliki kekayaan dan kau hanya benalu yang bersembunyi di wajah lembutmu. Aku yakin jika Albert melihat apa yang terjadi saat ini dia pasti akan meninggalkanmu tanpa penyesalan sedikitpun!" Seseorang seperti Stevy bukanlah orang yang akan lembut seperti Elizabeth. Deane salah jika ia berpikir Stevy adalah orang yang mudah diurus.
"Jangan pernah datang kemari dengan arogansi mendarah daging didirimu, karena aku tidak selemah dan sebaik hati seorang Elizabeth!" Stevy melepaskan cengkramannya dengan sedikit menyentak tangannya. "Pergi dari sini sebelum aku menghancurkan wajahmu!"
Deane benar-benar terhina hari ini, "Kau akan menyesal karena sudah mencoba mengusik milikku!"
Stevy tersenyum, "Aku tidak kemanapun, Deane. Aku menunggu kapan kau akan membawa penyesalan itu padaku!"
Deane mengepalkan tanganya keras, ia benar-benar membenci Stevy.
♥♥
Albert semakin sibuk dengan kerjasamanya dan Stevy dibisnis. Ia bahkan sering meninggalkan Deane karena ada meeting penting. Terkadang dia tidak pulang ke rumahnya karena pekerjaan yang cukup menyita waktunya. Albert adalah tipe pria yang akan terus berusaha untuk bangkit, ia tak pantang menyerah. Stevy hanya membuka sedikit jalan untuk Albert, dan yang menentukan jalannya adalah Albert sendiri. Ketika Albert sibuk bekerja, Deane semakin was-was, ia tidak ingin marah-marah di depan Albert tapi membayangkan Albert tidur dengan Stevy membuatnya merasa ingin gila. Ada satu pilihan bagi Deane agar tetap bersama Albert, menutup matanya seolah tak ada yang terjadi. Dan Deane sedang mencoba, hanya saja hatinya diliputi kemarahan ketika ia mencoba untuk menutup matanya. Bayang-bayang akan kehilangan Albert membuatnya tercekik. Seperti es membekukannya dari ujung kaki naik hingga ke lehernya. Setelah tercekik, es berlari ke otaknya dan membuatnya sangat sakit.
Tak ada yang terjadi sebenarnya antara Stevy dan Albert, tapi disini Stevy benar-benar bermain cerdik. Ia menekan Deane tanpa Deane bisa melampiaskan kemarahannya pada Albert. Foto telanjang itu Stevy dapatkan ketika Albert tiba-tiba tidak sadarkan diri karena terlalu banyak bekerja, dan beberapa kali juga karena hal yang sama. Stevy awalnya cemas karena sudah 3 kali Albert tidak sadarkan diri tapi ketika dokter memeriksanya, dokter mengatakan bahwa itu efek dari terlalu lelah.
Hari ini Albert lembur lagi, ia sudah menghubungi istrinya untuk izin pulang terlambat atau mungkin tidak pulang karena harus mengejerkan sebuah proyek. Di dekat Albert ada Stevy yang juga bagian dari proyek. Albert pikir ia salah menilai Stevy. Ia berpikir jika Stevy adalah wanita penggoda tapi kenyataannya, Stevy tidak seperti itu. Wanita ini bekerja dengan profesional. Ia bahkan tidak melakukan kontak fisik dengan Albert. Mereka hanya melakukan perbincangan bisnis tanpa topik tambahan lainnya.
Ting.. Pulpen yang Albert mainkan terjatuh ke lantai.
"Biar aku ambilkan." Stevy membungkuk, meraih pulpen yang ada di bawah meja kerja Albert. "Bisa sedikit bergeser?"
Albert menggeser kursinya, ia membiarkan Stevy mengambil pulpen tersebut.
Cklek,, pintu ruangan Albert terbuka. Mata Deane membulat tajam ketika melihat kepala Stevy sedikit terlihat dibalik meja. Dari yang Deane lihat, Stevy sedang memberikan oral sex pada Albert.
"JALANG SIALAN!" Suara marah Deane membuat Albert terkejut. Stevy yang berada di bawah meja tersenyum, ia tak merencanakan ini tapi Deane sudah melihat ini dan ia yakin jika Deane memiliki pemikiran yang buruk.
Tanpa mengatakan apapun, Deane menarik Stevy, melayangkan tangannya menampar wajah Stevy keras.
"Deane!" Albert bersuara keras. "Apa yang kau lakukan!" Ia tak berpikir jika istrinya akan melakukan ini pada Stevy.
"Jalang sialan! Kau benar-benar mencari mati!" Deane mencengkram rambut Stevy.
"Apa yang terjadi pada anda, Mrs. Kingswell? Kenapa anda seperti ini?" Stevy mulai menunjukan sisi lemahnya. Ia harus melemah agar Deane makin berang padanya.
"Lepaskan dia, Deane!" Albert menggenggam tangan Deane. "Kau salah paham. Itu tidak seperti yang kau lihat. Stevy hanya mengambilkan pulpen yang terjatuh."
"Kau pikir aku akan percaya!" Deane membentak Albert, "Kau dan wanita ini sudah bermain-main di belakangku!" Deane menyentak tangan Albert kasar.
"Aku tidak akan membiarkan kau merebut suamiku! Tidak akan pernah!" Deane membenturkan kepala Stevy ke lemari yang ada di dekat meja kerja Albert. Darah mengucur dari kening Stevy.
Melihat darah itu, Albert segera menarik Deane dan mendorong wanita itu kasar hingga terjerembab ke lantai, "Kau sudah keterlaluan!" Ia segera memegang Stevy yang sengaja melimbungkan tubuhnya.
Deane bangkit dari posisinya, "Aku tidak seperti Elizabeth, Albert! Aku tidak akan diam saja ketika suamiku digoda oleh wanita lain!"
"Dia tidak menggodaku, Deane! Kau salah paham!"
"Kepalaku.." Stevy memegang kepalanya, detik selanjutnya matanya mulai tertutup.
"Aku akan membawamu ke rumah sakit." Albert menggendong Stevy, ia segera membawa Stevy pergi dan meninggalkan Deane.
"Brengsek!" Deane memaki keras. Ia menghamburkan apa saja yang ada di depan matanya. Meja kerja Albert kini jadi tak memiliki barang apapun diatasnya. Semuanya sudah berserakan di atas lantai. "Kau benar-benar brengsek, Albert! Aku tidak terima ini! Aku tidak akan membiarkan kau bersama dengan Stevy!"
Di rumah sakit, Stevy sudah di obati. Luka di kepalanya sudah ditutup dengan perban.
"Aku tidak bisa menerima apa yang istrimu lakukan padaku. Aku akan menempuh jalur hukum." Stevy mulai bermain lagi.
"Tidak. Tolong maafkan istri saya. Dia hanya cemburu."
"Aku tahu. Tapi aku tidak melakukan apapun denganmu. Aku tidak bisa menerima perbuatannya."
"Tolong maafkan dia, Nona."
"Bukan kau yang harusnya minta maaf. Aku bisa membatalkannya asalkan dia memint amaaf padaku."
"Saya akan membawanya pada anda. Dia akan meminta maaf pada anda."
"Seharusnya dilakukan dengan cepat. Aku tidak bisa menunggu lama."
"Baik. Secepatnya dia akan datang pada anda."
"Antarkan aku pulang. Kepalaku benar-benar sakit."
"Baik, Nona."
Stevy menang lagi. Dia akan membuat Albert tak pulang malam ini. Ia yakin jika Deane akan mengikuti Albert. Dan Stevy sangat senang membayangkan bagaimana sakitnya hati Deane ketika melihat Albert tak kunjung keluar dari rumah Stevy.
tbc