webnovel

Bab 22

Rindi sedang membuka-buka youtube, dia sedang mencari konten resep makanan asli Korea tapi halal. Rindi merasa frustasi mendengar perkataan dari Hyu Jin waktu itu. Semenjak Dia dan Stefano menikah, Rindi memang paling jarang sekali memasak lauk Korea. Dia lebih sering masak makanan menu Indonesia.

Stefano tidak pernah sekalipun protes atas apa yang dia masak. Tapi malam itu jelas sekali Rindi bisa melihat ekspresi wajah Stefano yang sedikit tidak enak karena masakan Rindi tidak cocok di lidah Hyu Jin. Rindi menghela napas frustasi kemudian Rindi menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Rindi memandang langit-langit apartemen tempat tinggalnya.

"Aku harus bagaimana?" Ujar Rindi bingung.

Di studio Stefano sedang menyelesaikan not terakhir lagu ciptaannya yang baru. Stefano tersenyum puas saat lagunya sudah selesai. Stefano kemudian beralih mengambil ponselnya yang tergeletak di meja samping mouse. Fano menempelkan ponselnya di telinga, tidak lama terdengar suara Rindi di seberang sana.

"Hari ini Aku pulang cepat, Kamu masak soto ayam ya. Sepertinya makan yang seger-seger enak," ucap Stefano antusias.

"Iya," sahut Rindi singkat.

Kening Stefano mengkerut mendengar suara Rindi yang terdengar lemas.

"Kamu kenapa?" Tanya Stefano ingin tahu apa yang terjadi pada istrinya itu.

"Gak kenapa-kenapa, Chan. Aku masak sekarang ya, cepat pulang!"

Rindi menutup telephone dari Stefano kemudian beranjak ke dapur. Dia sudah tidak tertarik dengan masakan Korea. Toh suaminya baik-baik saja dengan masakannya, bahkan justru sangat menyukai makanan Indonesia.

Di studio Stefano menautkan alisnya bingung.

"Rindi kenapa?" Ujar Stefano bermonolog.

***

Pagi sekali Rindi sudah rapi, entah mau pergi kemana dia. Rindi bahkan tidak memasak seperti biasanya. Rindi membuka pintu kamar dan Stefano sudah berdiri di depan kamarnya dengan wajah sangat bersalah.

"Maaf semalam Aku batal pulang cepat, ada hal yang harus di urus terlebih dulu ternyata," ucap Fano memberikan alasan.

Rindi menatap Fano sekilas kemudian menganggukkan kepalanya mengiyakan. Rindi kemudian menangkap tangan Fano dan mengucapkan salam.

"Aku harus ke kantor produksi hari ini, Aku harus menyerahkan naskah yang sudah Aku terjemahkan. Aku tidak masak, tapi di kulkas ada soto ayam permintaanmu semalam. Aku pergi dulu."

Rindi langsung berlalu pergi tanpa menunggu jawaban dari Stefano. Tapi suaminya itu berhasil menangkap tangan Rindi, dan itu sukses menahannya untuk tidak pergi. Stefano diam saja dan hanya mengusap tangan Rindi pelan, laki-laki irit bicara itu memandangi tangan Rindi lalu menghela napas berat. Dia tahu betul kalau istrinya pasti sedang marah sekarang.

"Maaf, Kamu pasti marah padaku," ujar Stefano pelan.

Rindi melepas pegangan tangan Fano dan hanya menggelengkan kepalanya. Dia memang tidak marah, tapi Rindi lebih merasa kecewa pada suaminya itu. Rindi melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Stefano begitu saja tanpa berkata-kata apapun lagi. Fano diam di tempat, dan hanya mengusap wajahnya kasar sekarang.

***

Rindi sedang duduk berhadapan dengan Jipyong, tanpa sengaja mereka bertemu di kantor Jay tadi. Rindi meminum ice kopi pesanannya. Entah kenapa Rindi ingin minum yang pahit-pahit saat ini. Terlihat jelas di wajah Rindi kalau dia sedang tidak dalam mood yang baik.

"Kau kenapa? wajahmu itu lecek sudah seperti cucian yang tidak di seterika," ujar Jipyong kemudian terkekeh.

Rindi mendongak memandang Jipyong kemudian mendengus kesal. Sedetik kemudian Rindi menghela napas berat. Dia menatap Jipyong lekat lalu kemudian bertanya.

"Apa masakanku rasanya tidak enak? Maaf kalau Aku terkesan memaksakan lidah kalian untuk memakan masakanku yang jauh dari rasa Korea," ujar Rindi kemudian menundukkan kepalanya.

Kening Jipyong mengkerut, kenapa juga istri sahabatnya ini jadi membicarakan masakan. Walaupun Jipyong memang tidak terbiasa dengan masakan Rindi, tapi menurutnya masakan Rindi tidak buruk. Justru rempah yang berbeda dengan rempah Korea membuat Jipyong menyukai beberapa jenis makanan yang di buatkan Rindi untuk Stefano.

"Kenapa Kau jadi memikirkan tentang makanan? Apa Kau tersinggung karena perkataan Hyu Jin malam itu, Noona?" tanya Jipyong yang menerka alasan Rindi jadi membicarakan masakan.

Rindi menghela napas kemudian menganggukkan kepalanya membenarkan perkataan Jipyong. Rindi kemudian meminum kopinya lagi. Entah sudah berapa kali dalam sehari ini Rindi menghela napas. Jipyong yang mendapat tanggapan seperti itu dari Rindi justru tertawa terbahak-bahak sekarang. Sebenarnya Jipyong memaklumi sikap dan kekhawatiran Rindi sekarang, perkataan Hyu Jin malam itu memang keterlaluan. Terlebih lagi Rindi memang harus banyak beradaptasi dengan lingkungan Stefano. Jipyong kemudian memegang tangan Rindi pelan, Rindi menatap Jipyong lalu reflek menarik tangannya.

"Maaf, Jipyong-a sikapku keterlaluan," ucap Rindi merasa bersalah saat tiba-tiba bereaksi seperti itu pada Jipyong.

Jipyong yang mengingat mereka berdua berbeda kemudian tersenyum dan menggerakkan tangannya bertanda tidak apa-apa.

"Tidak apa-apa, Noona. Aku yang seharusnya minta maaf, sudah lancang memegang tanganmu. Noona, jangan berpikiran yang tidak-tidak, walaupun Aku belum terbiasa dengan masakan, Noona tapi itu semua tidak buruk. Bahkan Aku menyukai sop sayuran yang, Noona buat," tukas Jipyong memaklumi semuanya. Jipyong bahkan tersenyum hangat pada Rindi, istri Stefano itu ikut tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Beruntung saja hari ini dia bertemu Jipyong, Rindi jadi bisa menceritakan semua perasaan gundah di hatinya. Pada akhirnya Jipyong bahkan merekomendasikan tempat kursus memasak pada Rindi.

***

Setelah menyelesaikan semua urusannya di beberapa kantor. Rindi pulang dengan mengendarai bus. Tidak terlalu lama di dalam bus, sekarang Rindi sudah berjalan menuju area apartemen tempat tinggalnya. Rindi berhenti berjalan saat merasa ponsel yang ada di sakunya bergetar. Mata Rindi kemudian berbinar saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

"Asalamualaikum, Tante," ucap Rindi antusias.

Di seberang sana terdengar Tante Rindi menjawab salam Rindi. Kemudian Tante Rindi diam lagi, Rindi langsung bisa menebak maksud dari Tantenya menelpon kali ini.

"Tante butuh apa lagi?" tanya Rindi pelan.

Rindi menghentikan langkah kakinya, dia terdiam mendengar Tantenya menceritakan kondisi mereka di Indonesia. Rindi yang sedari kecil sudah tinggal dengan mereka tahu betul kesulitan yang Tantenya alami, hanya saja Paman Rindi tidak memiliki banyak sifat tanggung jawab. Rindi menghela napas pendek kemudian mencoba tersenyum.

"Tante kan sudah pegang atm Rindi, pakai saja kalau Tante membutuhkannya. Rindi tidak apa-apa, Rindi di sini juga baik-baik saja."

Rindi langsung mematikan sambungan telepon dengan Tantenya itu, Rindi sudah tidak bisa menahan air matanya. Rindi berjongkok kemudian menangis sejadi-jadinya di suasana malam yang sedikit sepi. Rintik hujan yang tiba-tiba turun menambah suasana sedih yang menyelimuti Rindi saat ini. Rindi sesenggukan sendirian tanpa ada orang yang memeluknya.

***

Rindi menekan pasword apartemen Stefano, Rindi takut suaminyta itu tidak di rumah jadi dia tidak menekan bel sebelumnya. Setelah masuk dengan kondisi basah kuyup, Rindi diam di tempat melihat sepatu hitam berhak tinggi yang sudah pasti milik perempuan. Rindi melepas sepatu kets miliknya kemudian meletakkannya di lantai. Rindi mengucap salam kemudian mendapat pandangan menusuk dari Hyu Jin, Stefano sendiri menjawab salam Rindi dengan wajah terkejut. Tanpa berpikir dua kali, Stefano berjalan menghampiri Rindi.

"Kenapa basah kuyup? Seharusnya tunggu hujan reda dulu," ucap Stefano memegang kedua lengan Rindi.

Lagi-lagi dalam kondisi seperti ini, Rindi harus memaksakan diri untuk tersenyum.

"Aku mandi dulu, Kamu lanjutkan saja mengobrolnya," ucap Rindi kemudian berjalan pergi meninggalkan Stefano yang masih berdiri dengan ekspresi khawatir pada Rindi.

Setelah selesai membersihkan diri dan mengganti bajunya dengan pakaian yang sedikit lebih hangat dari biasanya. Rindi berdiri di depan pintu, dia sedang mengatur napas dan perasaannya. Dia tidak mau kalau Stefano sampai tahu kalau Rindi sedang sedih. Setelah benar-benar merasa dia bisa menyembunyikan dengan baik, Rindi keluar dari kamar.

"Kalian sudah makan malam?" tanya Rindi berdiri di samping Stefano duduk.

Hyu Jin terdengar mendengus kesal kemudian membuang muka ke arah meja yang ternyata ada sekotak ayam yang tinggal setengah. Rindi menyadari isyarat dari Hyu Jin lalu mengucapkan maaf.

"Kamu sampai harus membawa makanan sendiri ke sini, Aku memang belum pandai memasak makanan Korea," ujar Rindi.

Stefano menangkap ekspresi sedih di wajah Rindi, Stefano kemudain berdiri dan menarik Rindi untuk duduk di sebelah.

"Kamu sendiri sudah makan? Atau kita pesan makanan di luar saja??" tanya Stefano mencoba mencairkan suasana di apartemennya yang sedikit tidak enak ini. Rindi tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku sudah makan, sepertinya minuman kalian sudah habis. Aku buatkan kalian teh hangat dulu, kebetulan cuaca juga sedang dingin," ucap Rindi mencoba mengalihkan pembicaraan kemudian beranjak pergi lagi ke dapur.

Stefano jadi serba salah, jelas terlihat istrinya itu sekarang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Tapi Stefano tidak tahu karena apa, Stefano sudah akan mengejar Rindi ke dapur namun tangannya di cekal Hyu Jin.

"Tidak usah mengejarnya, toh kalian bukan suami istri yang sesungguhnya kan? Dia di sini hanya menumpang dan sebatas istri kontrak. Jangan terlalu menggunakan perasaanmu, Stefano_ya," ucap Hyu Jin.

Stefano membulatkan matanya terkejut, bagaimana mungkin Hyu Jin tahu tentang status pernikahan mereka. Apakah Ayah Hyu Jin yang memberitahukan semuanya. Hyu Jin kemudian melingkarkan tangannya di lengan Stefano. Hyu Jin meletakkan kepalanya di pundak Stefano.

"Setelah kontrak kalian selesai kita bisa bersama lagi kan?" ujar Hyu Jin bertanya tanpa berpikir Rindi mendengarnya atau tidak.

Stefano tercekat, laki-laki itu tidak bisa berkata apa-apa. Rindi sendiri menghentikan tangannya mengaduk teh yang dia buat, dengan sangat jelas Rindi bisa mendengar perkataan Hyu Jin. Rindi menelan salivanya dengan berat, Rindi kemudian memilih tersenyum miris.

***