Jiwoon membuka mulutnya lebar tatkala mendengar ocehan Navy. Astaga putra bungsunya itu termasuk spesies langka ternyata. Buktinya lagi sakit saja itu mulut masih tetap cerewet seperti biasa. Membuat Jiwoon diam-diam menghela nafas pelan dan tersenyum lega.
Mona tersenyum sambil mengecup lama dahi putranya yang di tutupi oleh plester penurun demam. Mendengar kembali putranya yang mengoceh. Membuat hati ibu enam anak itu sedikit tenang.
"Syukur Alhamdulillah kalo gitu. Ternyata anak Bunda peka juga."
"Bukan peka Bun. Dia-nya aja yang ga mau masuk sekolah." Serobot Vano yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Jiwoon. Omong-omong pakaian nya masih pakaian rumahan menandakan jika cowok itu belum mandi sama sekali.
Mendapati presensi Vano membuat Navy langsung mendelik sebal. Tapi tak lama bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman miring "ehh.. ada sesepuh monyet disini. Mau apa lo kesini? Kangen sama gue? Atau... jangan-jangan lo khawatir lagi." Navy tergelak di akhir kalimatnya yang terdengar menggelikan itu.
Vano berdecak lirih. "Ge-er banget lo jadi orang. Gue cuma mau nemuin Bunda kok."
"Alesan lo ga logis bro. Lagian ngapain lo nyariin Bunda? Udah sono mandi terus sekolah. Kehadiran lo disini bikin suasana harmonis hilang tau ga?." Usir Navy tanpa berperikesaudaraan.
Huh.. untung Vano sabar. Kalo tidak ingat jika adiknya sedang sakit, mungkin Navy sudah habis di bejek-bejek olehnya saat ini.
"Emang mau ke Bunda kok." Seloroh Vano sambil melototkan matanya ke arah Navy.
Kemudian tatapan Vano terkunci pada Mona yang kini tengah memandangnya penuh kelembutan. "Ada apa, sayang?." Tanya Mona.
Jiwoon yang mendengar Mona memanggil 'sayang' pada Vano langsung mencebik kesal. "Sayang-sayangan aja terus di depan gue. Ga tau apa ini suaminya lagi cemburu." Ucap Jiwoon dalam hati. Untung dalam hati, kalo di ucapkan langsung bisa-bisa dia di tertawakan karena kecemburuan akutnya itu. Masa sama anak sendiri saja cemburu. Apa kabar dengan dunia kalau seperti itu? Hah.. biarkan saja Jiwoon dengan segala perasaan cemburunya pada Vano. Kita kembali lagi pada Mona yang masih menanti jawaban Vano.
"Itu Bun.. buku Matematika aku udah habis. Jadi perlu diganti sama yang baru." Ujar Vano seraya menggaruk belakang kepalanya. Sedikit tak enak karena mengganggu Sang Bunda.
Mona kembali tersenyum. Ia mengangguk paham, kemudian beranjak dari tempat tidur Navy. "Bentar Bunda ambil dulu. Butuh berapa buku No?."
"Dua aja deh Bun."
Dan setelah berpamitan keluar sebentar Mona pun langsung bergegas keluar menuju tempat penyimpanan barang-barang seperti buku sekolah yang terletak di lantai bawah. Meninggalkan Jiwoon, Navy dan Vano di kamar.
"Appa juga mau keluar sebentar. Mau Telpon Dokter Vizan dulu."
Mengerti maksud perkataan sang ayah, Navy pun langsung menimpali. "Kenapa ga ke rumah sakit aja Appa? Kenapa harus Dokter Vizan yang datang kesini? Navy ikhlas kok di bawa ke rumah sakit."
"Sinting nih bocah." Batin Vano yang di peruntukan pada Navy.
Jiwoon yang hendak mendial nomor Sahabatnya pun menoleh pada Navy dengan sebelah alis yang terangkat tinggi. Kemudian setelahnya ia menggeleng tegas kala menemukan senyuman lebar dari putranya. "Nggak. Kamu kalo udah di bawa ke Rumah sakit. Susah di bujuk pulang, mending Vizan aja yang kesini. Toh sakit kamu ga parah-parah banget cuma demam kan?."
Navy menggeleng "pusing sama sedikit sesak Appa." Tambah Navy berharap dengan ucapan nya ini Jiwoon akan membawanya ke rumah sakit.
Jiwoon mengangguk pelan "pusing sama sedikit sesak. Ga terlalu parah jadi ga perlu ke rumah sakit. Udah ah Appa mau keluar dulu. Dan Kamu Vano cepat mandi keburu siang."
Vano mengangguk seraya menunjukan sign 'oke' pada Jiwoon sementara yang terjadi pada Navy? Anak itu malah meraup wajah kesal karena keinginan nya untuk di bawa ke rumah sakit tidak di kabulkan. Tatkala punggung Jiwoon telah menghilang di balik pintu.
Selanjutnya Vano menatap Navy penuh kemenangan. "Rasain lo, ga bisa ke rumah sakit. Emang enak. Lagian lo tuh aneh, orang mah pada ga mau ke rumah sakit, ini malah semangat. Otak lo kayaknya perlu di vermak atau di servis deh Nav." Kata Vano sambil mengedikkan bahunya.
Navy memutar bola matanya jengah tak lupa dengusan malas keluar dari mulut Navy. "Suka-suka gue lah. Hidup-hidup gue, lo ga perlu ikut cam-- ehh.. itu jari telunjuk lo kenapa anjing pake di plester gitu?." Navy mengalihkan pertanyaan ketika netra pekatnya melihat jari telunjuk kanan Vano yang di bebat oleh plester.
Vano refleks menatap jari telunjuknya yang malang dengan tatapan kesal. "Menurut lo karena apa? Ini semua gara-gara Bang Gevan yang seenak jidat nyuruh gue buat marutin kelapa sendirian. Telunjuk gue jadi korban nya kan." Misuh Vano.
Navy tertawa mengejek. Posisinya yang tengah berbaring itu rasa-rasanya membuat Vano ingin sekali menerkam sang adik laknat.
"Lagian salah lo sendiri ngebacot mulu kemarin. Kena getahnya kan."
"Bacot Babi." Sergah Vano
"Dihh.. kasar lo Anjing." Balas Navy sengit.
"Elo juga kasar monyet."
"Kalo lo ga duluan ngomong kasar. Gue juga ga bakalan ikutan goblok."
"Itu mah kebiasaan lo nya aja yang suka niru gue. Dasar tai."
"Gue ga nir--."
"Loh.. ini kenapa malah debat gini sih. Udah Van, kamu mending kembali ke kamar kamu terus mandi. Ini buku yang kamu minta tadi." Potong Mona melerai perdebatan diantara Navy dan Vano yang jika dibiarkan akan terus terjadi sampai tujuh hari tujuh malam berturut-turut.
Vano dan Navy memberenggut karena sesi debat mereka harus terpotong. Dengan sedikit malas, Vano mengambil buku tulis yang diberikan oleh Mona. "Ya udah kalo gitu Vano mau ke kamar Vano dulu Bun."
Tatapan Vano di alihkan pada Navy yang kini tengah menggerak-gerakan bibirnya seperti meniru ucapan Vano tadi. Diam-diam Vano tersenyum nakal. Terbesit ide laknat di otaknya yang bisa membuat ketentraman rumah ini sedikit terganggu.
Vano melangkah semakin mendekati Navy yang sepertinya tidak menyadari gerak-gerik Vano yang semakin merapatkan tubuhnya. Lalu setelah itu kejadian yang tidak terpikirkan oleh Navy pun terjadi.
Cup..
"Get well soon my little brother."
Blam..
Bunyi kecupan serta pintu yang di banting dengan keras membuat Navy terdiam di tempatnya ia masih berusaha menelaah apa yang terjadi pada dirinya tadi. Sedangkan di sisi lain Mona menahan kekehan nya agar tidak keluar saat melihat wajah Blank Navy.
Hingga di detik ke sepuluh saat Navy tersadar dari rasa terkejutnya seketika itu pula teriakan Navy yang semula padam kembali terdengar mengacaukan ketentraman di rumah besar itu. Bahkan Mona sampai Menutup kedua telinganya mendengar teriakan Navy yang penuh nafsu itu.
"ANJING TAI SETANN... ZEVANO SINTING. KENAPA LO CIUM PIPI GUE BEGO. ASTAGFIRULLOH PIPI GUE KENA RABIES."
Satu hal yang harus kalian ketahui, Navy sakit atau tidak kelakuan nya tetap sama saja. Mulutnya sama-sama tidak bisa diam dan mampu mengguncang ketentraman semua orang. jadi bukankah Navy adalah spesies langka yang patut di museum kan? Homo Navyrectus sepertinya nama yang cocok untuk spesies seperti Navy ini :)
****