webnovel

ZEN: Didunia Fiksi

Seorang remaja pria yang meninggal karena menyelamatkan teman masa kecilnya. Remaja itu lalu ditemukan oleh sebuah cahaya dan diberikan kehidupan kedua, untuk menjelajahi dunia anime dengan system yang diberikan kepadanya. . . Perhatian: - Saya tidak memiliki karakter apapun yang ada didalam cerita ini. - Saya juga tidak memiliki gambar yang digunakan pada sampul. - Cerita ini akan beralur lambat namun kadang kadang cepat. - Saya adalah penulis baru, saya membuat novel ini hanya karena kesenangan semata dan untuk belajar. Jadi jika ada masukan, saya akan sangat amat terbuka untuk menerimanya.

AciaRhel · Anime et bandes dessinées
Pas assez d’évaluations
275 Chs

Terlacak

Sinon akhirnya memutuskan untuk menerima perasaan Zen tersebut. Mereka akhirnya keluar dari wahana bianglala tersebut dengan raut wajah bahagia yang terukir pada wajah mereka masing – masing.

Zen sebenarnya akan mengantarkan dia kembali pulang setelah mereka makan malam bersama, namun Sinon memutuskan untuk keapartemen Zen untuk bertemu dengan Yui, karena dia sudah merasa dekat dengan anak perempuan tersebut dan ingin menemuinya.

Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang sambil membeli makanan dan dibawa pulang, agar mereka bisa makan bersama dengan yang lainnya diapartemen Zen. Mereka berdua akhirnya tiba didepan pintu apartemen Zen dan perlahan masuk kedalam.

Asuna, Suguha beserta Yui saat ini sedang berada diapartemen Zen. Setelah mendengar bahwa ada yang memasuki apartemen Zen, mereka mulai tersenyum setelah melihat siapa yang memasuki tempat tersebut.

Bisa terlihat seorang pria yang mereka cintai saat ini sedang menggenggam seorang wanita yang saat ini bersembunyi dibelakang Zen, yang sedang menyembunyikan perasaan malunya saat ini.

"Papa!" teriak Yui yang langsung berlari kearah Zen.

Zen sendiri langsung memeluk Yui sambil mencium pipinya saat ini. Namun Yui melihat kebelakang Zen dan melihat calon Mama barunya sedang bersembunyi.

Melihat Yui yang sedang memperhatikan Sinon, Zen hanya tersenyum dan mulai mencoba menggoda Sinon yang saat ini masih malu tersebut. Lalu Zen mulai membisikan sesuatu kepada putrinya tersebut.

"Benarkah?" tanya Yui yang saat ini sangat bersemangat.

"Mama!" teriak Yui yang sudah diturunkan oleh Zen dan mulai memeluk Sinon tersebut.

Sinon sendiri yang masih menyembunyikan perasaan malunya mulai terkejut dengan tindakan Yui tersebut dan membuat dirinya terlihat sangat lucu karena ekspresi canggungnya tersebut.

Asuna, Suguha dan Zen akhirnya mulai tertawa dan Asuna dan Suguha mulai menggoda Sinon, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk makan malam bersama.

Suasana hangat mulai tercipta dimeja makan tersebut dimana mereka mulai makan dan bercengkrama bersama. Namun bisa terlihat raut wajah kesedihan masih terukir sedikit pada wajah mereka saat ini.

Sinon akhirnya kembali merasakan kehangatan keluarga setelah bersama dengan Zen, dan sekarang dia semakin yakin dengan perasaannya kepada Zen.

Zen sendiri saat ini sangat bahagia dengan apa yang dialaminya sekarang, namun dia mulai memikirkan Lisbeth dan Silica, yang menurutnya akan sempurna jika mereka berdua bersama mereka saat ini.

Makan malam akhirnya selesai dan mereka memutuskan untuk diam diruang keluarga sambil menonton sebuah film.

Keesokan harinya, Zen terbangun karena suara dari dalam dirinya menganggunya saat ini.

[Pelacak Kakak sudah aktif, sekarang mereka berada disebuah tempat berlokasi di area J] kata Irene.

"Benarkah? Setahuku mereka pergi menggunakan kapal, mengapa mereka saat ini masih diarea tersebut?" kata Zen yang mendengar ternyata lokasi dimana pelacaknya aktif berada disebuah wilayah yang sama dengan dermaga kemarin.

[Sepertinya, kapal itu digunakan untuk mengalihkan perhatian Kak] kata Irene.

Zen setelah itu langsung beranjak dari tempat tidurnya dan mulai bersiap untuk pergi kelokasi tersebut.

"Ada apa Zen?" tanya Sinon.

Sinon dan Suguha memutuskan untuk menginap diapartemen Zen saat ini. Mereka saat ini sedang berada didapur dan sedang menyiapkan sarapan bersama Asuna dan Yui yang saat ini sedang duduk di meja makan.

"Aku sudah menemukan dimana lokasi bank ingatan berada" kata Zen.

Mendengar ini semua wanita yang berada disitu mulai terkejut. Zen sendiri mulai mengambil smarphonennya dan menghubungi Seijirou-san dan memberikan lokasi dimana pelacaknya tersebut aktif.

"Berhati – hatilah Zen" kata Asuna yang melihat Zen akan pergi, dan tidak ketinggalan Sinon, Suguha dan Yui turut mengucapkan hal yang sama.

Zen mulai mencium mereka satu persatu dan akhirnya meninggalkan tempat tersebut.

"Kalian tunggulah disini dan jangan kemana – mana, akan kupastikan Lisbeth dan Silica kembali bersama kita" kata Zen lalu dirinya sudah terlihat dari pandangan wanita yang mencintainya.

.

.

Zen akhirnya tiba duluan dilokasi tersebut. Tempat itu merupakan sebuah kantor yang tidak terurus dan sangat sepi. Tidak terlihat orang berada didalamnya. Zen lalu turun dari motornya, namun sebuah tebasan pisau menggores pipinya setelah dia berhasil menghindari sebuah serangan yang datang kearahnya.

Zen akhirnya mundur beberapa langkah dan memandangi orang yang menyerangnya tersebut. Orang itu saat ini sangat berbeda karena alat yang dugunakan pada tubuhnya saat ini sangat berbeda dan warna rambutnya juga berubah yang saat ini sudah memutih.

"Aku akan membalas perbuatanmu Zen" kata orang tersebut yang merupakan Eiji.

Eiji langsung maju menyerang Zen, Zen walaupun berhasil menghindarinya namun dia sangat terkejut dengan kekuatan Eiji saat ini, yang sangat berbeda dari sebelumnya yang saat ini mulai meningkat kekuatannya.

Eiji terus menebaskan pisaunya kearah Zen, Zen sendiri dengan tenang menghindarinya, lalu sebuah kesempatan dimana Zen bisa menyerangpun terbuka. Zen lalu menghindari serangan Eiji dan langsung menyerang bagian perutnya, namun sialnya reflek Eiji sangat cepat dan dapat menghindarinya.

"Hahahaha, apakah hanya sepeti itu saja kekuatanmu Zen?" teriak Eiji.

"Setidaknya aku menggunakan kekuatanku sendiri dan berhasil menahan seranganmu" kata Zen mencoba memprovokasi Eiji.

Mendengar ini Eiji akhirnya mulai maju kembali dan menyerang Zen menggunakan pisau ditangannya.

[Sepertinya kekuatannya setara denganmu sekarang Kak] kata Irene.

"Benarkah, bagaimana jika aku menggunakan ini" kata Zen mulai memanipulasi angin disekitarnya saat ini.

Zen mulai menambahkan skill anginnya dalam membantu dirinya bertambah kecepatannya. Eiji sendiri saat ini sudah menusukan pisaunya kearah Zen. Zen sendiri masih tenang dan akhirnya maju kearah Eiji yang mulai menyerangnya.

Eiji langsung menusukan pisaunya kearah Zen, namun Zen dengan sigap menghindarinya, lalu dengan bantuan skill anginnya Zen mulai menambahkan sedikit kecepatannya dan mulai menyerang balik.

Pukulan Zen berhasil mendarat tepat disamping perut Eiji yang mengakibatkan dia tertunduk sejenak, Eijipun tidak tinggal diam dan langsung mengayunkan pisaunya kearah Zen, namun Zen menangkap tangannya dan mulai mematahkannya seketika.

"AHHHHHHHHH" teriakan Eiji setelah tangannya yang memegang pisau tersebut patah.

Pisau Eiji mulai terjatuh dari tangannya yang patah, dan Zen mulai jalan perlahan kearah pisau tersebut terjatuh. Eiji yang tangannya sudah patah tidak bisa menahan kepanikannya saat ini.

"Me-Mengapa aku masih kalah darimu" katanya.

Namun beberapa orang mulai mendekati dimana Zen dan Eiji bertarung. Bisa terlihat seorang yang Zen sangat membencinya berada bersama kerumunan tersebut, yang sedang membawa senjata.

"Hahahaha. Apakah kau mengantarkan dirimu sendiri dipemakamanmu Zen-kun" kata seorang dengan urat yang berada diseluruh tubuhnya.

"Yo penghayal-san, lama tidak bertemu. Ternyata hayalanmu semakin kesini semakin membuat bencana" kata Zen.

"Hahahahaha. Bunuh mereka berdua" kata pria itu kepada anak buahnya.

"Apa! Apa mahsutmu ini profesor gadungan?" kata Eiji.

"Kamu sudah tidak ada gunannya bagiku sekarang" kata pria tersebut.

Semua anak buah dari pria itu sudah bersiap menembak, dan suara tembakan bisa terdengar. Namun sialnya sebuah peluru malah mendarat tepat dikepala beberapa anak buah pria tersebut.

Pria berurat tersebut mulai panik dan lari dari tempat tersebut setelah melihat anak buahnya mulai tertembak satu persatu.

"Maafkan aku terlambat Zen-kun"