Zen akhirnya mulai kembali kekerajaan Heilight setelah menghidupkan kembali Miledi dan merubah tubuhnya menjadi muda. Lyutillis tidak mengikutinya untuk kembali, karena mereka sedang mempersiapkan sebuah senjata yang akan berguna untuk melawan Ehit dimasa depan.
Zen memang mewanti – wanti Lyutillis untuk tidak membocorkan rahasianya, karena Miledi sama sekali tidak mempunyai tandanya dan akhirnya Lyutillis berjanji menjaga rahasia dari Zen, dan tidak membocorkan kepada Miledi.
Hari sudah malam saat Zen tiba di Kerajaan Heilight, namun sebelum dia kembali menuju markas Elite yang berada dikerajaan ini, dia mencoba berjalan – jalan sendirian, karena semua wanitanya saat ini sedang kembali ke Alaska untuk menyiapkan pernikahannya dan dia dilarang untuk mengikuti mereka.
"Hah... sebaiknya aku kembali" kata Zen yang akhirnya memutuskan untuk kembali kemarkas Elite saat ini.
Namun saat dia memasuki kawasan dari kelompok Elite pada kerajaan ini, dia melihat sesosok yang dikenalnya yang saat ini sedang duduk pada kegelapan malam, pada sebuah taman sendirian. Zen yang melihat itu, akhirnya mulai mendekati wanita tersebut yang duduk sendirian saat ini.
"Aiko-sensei... Mengapa kamu sendirian disini?" tanya Zen.
Aiko sangat terkejut setelah mendengar suara yang saat ini memanggilnya. Dia tidak menyangka tempat yang dia anggap sepi pada kawasn Elite ini, ternyata masih ada yang melihatnya dan menegurnya ditempat ini.
"Z-Zen?" kata Aiko dan melihat pria yang menegurnya sebelumnya, dan mulai duduk disebelahnya saat ini.
"Mengapa kamu sendirian Sensei?" tanya Zen.
"Ah... itu.. a-aku hanya ingin sendirian saat ini" kata Aiko.
Sebenarnya Aiko merasakan sangat amat bersalah tentang semua yang sudah terjadi pada muridnya, yang saat ini beberapa dari mereka ada yang sampai berhianat dan membunuh sahabatnya yang lain.
Aiko selalu membela muridnya dan tidak mempercayai bahwa muridnya akan sekeji itu, hingga dia harus membela mereka, saat mereka akan ditugaskan untuk memburu Zen karena tindakannya sebelumnya, hingga Aiko protes kepada pihak gereja hingga dia disekap oleh mereka.
Tetapi usahanya sia – sia, saat salah satu muridnya ternyata mempuyai tabiat yang sangat kejam, karena mampu membunuh sahabatnya sendiri pada penyerangan pasukan Iblis sebelumnya. Zen saat ini menatap Aiko yang tiba – tiba melamun dan mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam penyimpanannya saat ini.
"Kyaaa" teriak Aiko yang terkejut saat sebuah benda dingin menempel pada pipinya saat ini.
"Aku membawakanmu ini Sensei" kata Zen yang tersenyum melihat ekspresi dari Aiko yang terkejut tersebut, sambil memberikan sebuah bir yang dia ambil dari penyimpanannya sebelumnya.
"Kamu terlalu banyak melamun Sensei. Aku pernah bilang bukan, Sensei bisa menceritakan apa yang mengganggumu kepadaku" kata Zen.
"Terimakasih Zen" kata Aiko yang mencoba untuk tersenyum, sambil mengambil sekaleng bir yang diberikan kepada Zen dan mulai membukanya dan langsung meneguk isinya saat ini.
"Apakah kamu ingin mabuk seperti sebelumnya Sensei?" tanya Zen, yang langsung membuat Aiko menyemburkan minumannya karena terkejut dengan perkataan Zen itu.
Aiko langsung memerah setelah mengingat kejadian sebelumnya, yang dimana dirinya mabuk saat berbincang kepada Zen pada kota Ur dan dia mulai mengingat tindakan yang dilakukannya kepada Zen, yang menciumnya pada malam itu.
Namun sesuatu mulai menyentuh bibirnya saat ini, yang mencoba membersihkan sisa – sisa minuman yang disemburkan oleh Aiko karena terkejut dengan perkataan Zen sebelumnya. Zen dengan sigap sudah menggunakan sapu tangan bersih yang dia selalu bawa, dan mencoba membersihkan wajah dari Aiko.
Aiko yang mendapatkan perlakuan dari Zen, wajahnya mulai merona saat ini dan akhirnya hanya membiarkan Zen melakukan hal tersebut, sambil menikmati perlakuan yang diterimanya saat ini.
"Kamu bisa meminumnya dengan perlahan Sensei, karena aku masih mempunyai banyak bir untuk kamu minum jika kamu menginginkannya" kata Zen sambil mengeluarkan beberapa kaleng bir kembali.
"Apa kamu sengaja ingin membuatku mabuk Zen?" tanya Aiko kemudian, yang akhirnya mulai mencoba memulai percakapannya dengan santai bersama Zen.
Walaupun Aiko mempunyai tandanya, Zen belum memberitahukan semua rahasianya kepada Aiko, karena dia belum secara resmi menjadikan Aiko menjadi wanitanya. Aiko sebenarnya sudah mulai menyukai Zen pada malam saat dia mabuk dikota Ur saat itu, dan memendam perasaannya itu hingga saat ini.
"Kalau itu bisa mengurangi pikiran sensei yang mengganggu saat ini, mungkin aku akan melakukannya" kata Zen.
"Kukira kamu ingin mendapatkan ciumanku kembali" gumam Aiko pelan, karena dia mendapatkan jawaban yang dia tidak inginkan, karena dia berharap Zen mengatakan dia ingin mendapatkan ciuman darinya.
"Lalu apa yang membuatmu melamun seperti tadi Sensei?" tanya Zen kemudian.
"Hah..." Aiko menghela nafasnya dan kembali meneguk bir yang dipegangnya dan mulai menceritakan apa yang mengganggu dirinya saat ini.
Pertama tentang murid yang menjadi tanggung jawabnya, karena dia menganggap bahwa dirinya tidak menjadi pembimbing yang baik untuk semua muridnya saat ini. Bahkan dia membiarkan mereka saling membunuh karena Aiko menganggap bahwa kurangnya perhatian yang dia berikan kepada muridnya.
Namun, ada satu alasan lagi yang membuatnya seperti ini dan dia tidak beritahukan kepada Zen, yaitu tentang perasaan yang selama ini menganggunya, yaitu perasaan tentang dirinya yang selama ini selalu memikirkan Zen, seakan dirinya tidak bisa menghapuskan bayangan orang tersebut dari benaknya.
"Itu semua bukan salahmu Sensei. Dan kamu pasti tahu, bahwa ini semua merupakan perbuatan dari seorang dewa palsu yang menyebabkan semua kejadian yang telah terjadi sampai saat ini" kata Zen.
"Ya... aku tahu, tetapi aku merasa seperti tidak bisa mencegahnya melakukan hal tersebut kepada muridku" kata Aiko yang kembali menunduk.
"Tapi bukankah kamu menyelamatkan beberapa dari mereka Sensei?" tanya Zen.
Dalam benak Aiko, dia harus menyelamatkan semua muridnya, maka dari itu rasa bersalah terus menghantui dirinya. Tetapi dia tidak mengetahui bahwa berkat dirinya, beberapa dari muridnya masih selamat saat ini karena ketekunanya menahan kegoisan mereka.
Aiko mencerna semua perkataan Zen sambil meneguk bir yang baru saja dia buka sebelumnya. Aiko perlahan mulai menatap langit malam pada dunia ini sambil merenungkan perkataan Zen saat ini.
"Zen, bisakah aku meminjam bahumu?" kata Aiko. Namun bukannya menjawab, Zen langsung mendekatkan dirinya dengan Aiko dan membiarkan gurunya itu menyandarkan kepalanya pada bahunya saat ini.
"Terimakasih Zen" kata Aiko yang mencoba menikmati apa yang dia lakukan saat ini.
Kesunyian mulai memenuhi tempat dimana Zen dan Aiko berada. Zen sengaja membiarkan saja gurunya itu seperti ini, hingga akhirnya dia merasakan gurunya sudah terlelap pada bahunya saat ini.
"Kamu harus jujur dengan perasaanmu sendiri Aiko-sensei" kata Zen dan mencoba membawa gurunya tersebut kembali menuju pada sebuah penginapan dimana dia menginap.
Aiko sudah berada digendongan Zen sebenarnya tidak sepenuhnya terlelap, dia hanya ingin menikmati perlakuan Zen kepada dirinya saat ini. Aiko mulai merasakan kehangatan tubuh dari Zen serta mencium aroma khas dari pria yang menggendongnya saat ini.
"Terimakasih Zen"