webnovel

1.6 You and Me

Hari terakhir UTS meski terasa mudah bagi Lunar untuk mengerjakannya, tapi bukan berarti semua jawabannya akan benar. Lunar sudah belajar dengan sangat keras untuk bisa menjadi peringkat pertama di angkatan kelas 11, walau ia tahu itu mustahil.

Srukk...

"Hah... Bagaimana bisa ada yang tidak aku pahami." Lunar meletakkan kepalanya di meja, merasa frustasi dengan ujian terakhir itu. Semua anak sudah keluar dan hanya Lunar sendiri saja yang berada di kelas. Lunar memperhatikan siswa siswi dari jendela, mereka berhamburan seperti sekumpulan semut. Ia memperhatikan ada beberapa siswi yang berkumpul dan keluar bersama.

_Apa aku pernah pergi berkumpul ya?_

Lunar tidak pernah sekalipun pergi berkumpul dengan teman-teman yang lain selain Ian. Ya... Lebih tepatnya ia sangat jarang berkumpul dengan teman perempuan, dan sekarang teman laki-laki yang satu SMP hanya Ian seorang yang bersekolah di tempat yang sama.

_Tumben sekali Ian tidak menjemputku_

Lunar memeriksa ponselnya, ada chat dari Ian.

_Lunar. Maafkan aku. Aku harus pulang lebih cepat, aku punya urusan keluarga. Sungguh aku minta maaf_

Begitulah isi chatnya. Lunar kembali melihat ke jendela. Tidak sulit menemukan Ian diantara kerumunan karena hanya dia seorang yang berambut putih. Ia berlari keluar gerbang, tergesa-gesa dan menghampiri mobil putih.

Lunar tersenyum melihat Ian waktu menghampiri mobil putih itu.

"Pfft... Mobil putih untuk pria rambut putih." gumam Lunar. Ia langsung menyangkutkan tasnya dan keluar kelas.

"Ah..."

"Eh..." Lunar terkejut melihat Edward berdiri di depannya saat membuka pintu.

"Eemm... Aku tidak bermaksud mengejutkan. Aku tadi melihatmu bengong melihat keluar jendela, jadi aku hendak untuk menghampirimu." Jelas Edward. Rasanya canggung. Ditambah Lunar menatap Edward lekat-lekat. Membuatnya mengalihkan pandangannya ke arah lain.

_Rasanya wajahku bisa bolong kalo ditatap seperti itu_

"Emm... Apa ada yang salah di wajahku?" Tanya Edward memecah keheningan antara mereka berdua.

"Ahh... Tidak. Tidak apa-apa. Aku merasa sedikit aneh karena kamu menghampiriku. Padahal kita tidak sedekat itu sampai kamu harus menghampiriku." Ujar Lunar. Ia menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. Edward hanya terdiam dan ia tersenyum.

Sejenak Lunar berpikir bahwa Edward mirip dengan Ian saat tersenyum. Tapi senyumnya terlihat sedikit aneh.

Entah kenapa rasanya jantung Lunar berhenti berdetak melihat wajah Edward yang menawan, serta aromanya manis namun terlalu menyengat seperti...

"Lunar?" Lunar langsung tersadar. Dan mengalihkan pandangannya. Pipinya memerah seperti tomat.

"Ahh!! Maaf. Aku menatap terlalu lama ya." Lunar langsung berjalan pergi meninggalkan Edward yang masih terdiam. Ia berhenti dan berbalik. "Mau pulang bareng?" Edward mengangguk dan berjalan di samping Lunar.

Ponsel Lunar kembali bergetar. Pesan masuk dari ibunya. Semenjak banyaknya orang hilang akhir-akhir ini orang tuanya menjadi terlalu khawatir, sampai rasanya sangat muak karena Lunar tidak bisa bertindak semaunya sendiri.

"Ada apa?" Lunar langsung mematikan ponselnya, mengabaikan pesan dari ibunya.

"Bukan apa-apa. Ibuku hanya ingin aku cepat pulang." Ujar Lunar. Wajahnya menjadi tidak terlalu bersemangat setelah melihat ponselnya.

"Setelah ini apa yang akan kau lakukan? Ini adalah hari terakhir UTS." Lunar menjadi penasaran apa saja yang dilakukan oleh peringkat pertama di angkatannya yang satu ini.

"Belajar. Melakukan eksperimen kimia, membedah tubuh katak, dan belajar lagi." Ucap Edward dengan muka datar.

"Hah???!!" Lunar tercengang mendengarnya. Memang wajar kalau ia hanya belajar atau melakukan eksperimen. Tapi 'membedah tubuh katak'?

"Kau... Sering membedah tubuh katak?"

"Benar. Aku sering menjadikannya mainan."

Sadis. Satu kata yang dipikirkan oleh Lunar, karena ia tidak pernah tahan setiap diminta untuk ke lab biologi, terutama untuk membedah tubuh hewan seperti katak. Karena itu menjadi dokter atau ahli biologi tidak akan cocok untuknya.

"Kau... Apa tidak pernah melakukan hal lain?" Tanya Lunar, ia masih merasa mual membayangkan membedah tubuh katak.

"Tidak."

Lunar merasa iba dengan Edward. Menjadi peringkat pertama, membuatnya kehilangan banyak hal yang menyenangkan. "Apa ada yang kau senangi?"

"Aku hanya menuruti ucapan orang tuaku. Aku tidak pernah mencoba hal lain kecuali orang tuaku yang memintanya."

Lunar mengacak-acak rambutnya yang mulai memanjang. Rasanya seperti melihat dirinya sendiri yang sekarang. Lunar mengepalkan tangannya. "Mau ikut aku?" Lunar menatap Edward dengan mata yang berapi-api.

"Memangnya kemana?" Edward merasa sedikit tidak enak melihat Lunar yang berapi-api.

"Ikut saja kemanapun." Ujar Lunar. "Sebelum itu temani aku berbelanja dulu." Dan menarik paksa lengan Edward.

* * *

Dari awal Edward merasakan perasaan tidak enak setelah Lunar memintanya menemani berbelanja. Entah karena Charlotte punya hobi berbelanja atau kakak perempuannya yang juga punya hobi yang sama. Dan entah bagaimana ia bisa berakhir di toko pakaian favorit saudarinya.

Edward menghela napas panjang. "Pada akhirnya tanpa harus memilih aku tetap akan terseret kemari." tanpa rasa bersalah Lunar justru tertawa. Apalagi perjuangan untuk kemari cukup unik untuk ukuran seorang gadis dari keluarga terpandang.

Tidak ingin melewati gerbang depan atau pintu samping dekat rumah Pak Fredric (penjaga kebersihan lingkungan sekolah) yang ada CCTV-nya. Lunar lebih memilih melewati tembok setinggi 3 meter yang tidak terlihat CCTV, dan ada ujung runcingnya yang paling belakang di sekolah.

Ia memanjat dinding itu seperti sudah terbiasa membuat Edward tercengang.

Saat Lunar berhasil naik dan kakinya berada di sela sela bagian yang runcing, ia mengulurkan tangannya pada Edward dan memintanya untuk ikut memanjat dinding itu.

"Apa... Tidak bisa kita lewat gerbang depan saja?" Tanya Edward. Lunar terdiam sejenak.

"Tidak masalah. Tapi untuk menghampiriku kau harus memutar. Aku tidak bisa melewati gerbang depan atau pintu samping karena ada CCTV." Ujar Lunar dari atas. "Oh ya. Dari sini ada jalan kecil menuju alun-alun kota. Jadi lebih singkat kalau lewat sini."

Lunar langsung melompat ke seberang dan menepuk-nepuk pakaiannya. Edward hanya menggeleng-geleng. Peringkat kedua ternyata adalah gadis se-liar ini.

Edward pun memanjat dinding itu, mengikuti langkah Lunar dan mendarat dengan mulus. Lunar bertepuk tangan seperti baru saja melihat pertunjukkan yang menyenangkan. "Aku tidak mengira kau bisa melewati pagar itu dengan mulus. Berbeda dengan seseorang."

"Maksudnya Ian?" Lunar mengangguk.

"Benar. Saat aku mengajaknya melompati pagar setinggi 3 meter seperti ini tanpa bagian runcing itu ia mendarat non-mulus ke tanah dan tubuhnya terancam encok karena mendarat dengan posisi yang salah." Lunar tertawa. Ia kembali menyeret Edward dan secara refleks karena tahu tujuannya adalah untuk berbelanja pakaian Edward membawa Lunar ke toko pakaian yang sering ia kunjungi bersama saudarinya.

Begitulah perjalanan Edward bersama Lunar untuk pergi berbelanja. Lunar memperhatikan sekitar, ia tidak pernah datang ke toko pakaian ini. "Kenapa kita kemari?"

"Bukankah kau ingin berbelanja pakaian?"

"Memang benar, namun bukan disini. Tapi ya sudahlah." Bukannya melihat-lihat pakaian yang tergantung, Lunar justru mendatangi meja yang penuh dengan make up dan mencoba-cobanya di kulit.

"Kak. Tolong bungkus ini, ini dan ini ya." Ujar Lunar dan langsung pergi ke kasir. Setelah mendapatkan barang yang ia beli, Lunar langsung mengajak pergi Edward.

"Bukannya kau ingin beli pakaian?" Tanya Edward kebingungan.

"Memang benar. Tapi bukan disini." Lunar menarik Edward dan mengajaknya ke toko pakaian laki-laki. "Sekarang banyak perempuan yang suka berpakaian seperti laki-laki, tahu."

Lunar langsung memilih pakaian dan... Sepertinya ia asal ambil pakaian. Memang benar ia mengambil pakaian berwarna hitam dan putih, tapi bagaimana mungkin sekali lihat langsung masuk keranjang? Tanpa pikir panjang Lunar langsung membawa pakaian yang ia ambil secara asal ke kasir.

Ia juga mengambil satu kalung metal dan sepatu sneakers berwarna hitam. Lalu membawanya ke kasir juga.

"Kamu... Apa asal pilih?"

"Benar." Jawaban yang cepat, singkat, dan padat yang membuat Edward kembali tercengang.

"Há... Kenapa kau memilih asal?" Lunar mengambil belanjaannya dan langsung keluar diikuti Edward.

"Karena banyak hal yang terlewatkan jika terlalu lama memilih pakaian. Lagipula aku punya banyak uang (uang orang tua)."

"Jadi kemana kita pergi sekarang?" Edward menggelengkan kepalanya. Anak orang kaya memang seperti itu ya.

"Pertama-tama aku ingin ke toilet untuk ganti pakaian."

* * *

Sudah 1 jam Lunar berada di toilet, dan sudah 1 jam pula Edward mondar-mandir di depan pintu toilet umum, entah apa yang Lunar lakukan di dalam sana sampai membuatnya menunggu terlalu lama.

Ceklek... Pintu toilet terbuka.

Lagi-lagi Edward tercengang melihat Lunar. Rambutnya yang sebelumnya panjang sekarang menjadi cepak seperti rambut laki-laki, selain itu ia mengenakan make up sampai wajahnya tidak ia kenali.

"Rambutmu... Apa yang kau lakukan?" Edward tidak mengerti kenapa Lunar harus memotong rambutnya yang panjang nan indah itu.

"Oh... Ini wig. Bukan rambut asliku." Lunar merapikan wig yang ia kenakan itu. "Maaf ya harus menunggu lama. Merapikan rambut panjang agar tidak terlihat saat menggunakan wig itu cukup susah."

"Kapan kau membeli wig? Sepertinya aku tidak melihat kau membeli wig tadi?" Tanya Edward.

"Oh... Aku sudah memilikinya setengah tahun lalu. Tapi aku jarang menggunakannya." Jelas Lunar.

"Benarkah? Tapi kenapa kau berpenampilan seperti ini?" Ujar Edward. Lunar tersenyum.

"Tentu saja agar kita bisa banyak berulah!" Ujarnya. "Ini adalah penyamaran agar tidak diikuti oleh orang-orang menyebalkan yang disebut bodyguard itu!!"

Lunar tertawa dan kembali menyeret Edward. "Aku akan tunjukan hal yang tidak akan kau kira sebagai peringkat kedua di angkatan kita!!" Ujar Lunar dengan semangat.

"Kau sudah menunjukkan hal yang tidak terduga sebelumnya." Sikapnya bertolak belakang dengan Lunar yang ia temui di taman bermain.