webnovel

Galuh Kelana

"Sebelum itu izinkanlah saya bertemu Yang Mulia Zurine." Raut wajah Rick berubah.

Marie membulatkan matanya mendengar penuturan Rick.

Tak memperdulikan wajah adiknya yang terlihat sangat ketakutan, dan keterkejutan Marie. Rick kembali berbicara. "Setidaknya saya harus bersujud pada beliau atau rasa bersalah saya ini tidak akan hilang seumur hidup saya."

Suasananya seketika itu juga terasa aneh.

Marie terlihat gemetar sambil memelukku. Aku tak tahu apa masalahnya.

Ucapan Rick cukup mengejutkan bagiku karena ternyata ada juga orang di desa ini yang dengan berani bertemu dengan Zurine Sigor. Entah dia sungguh-sungguh ingin meminta maaf atau hanya penasaran dengan sosok Zurine Sigor.

Ini adalah kali pertama aku melihat Zurine Sigor. Walaupun begitu dia terlihat sangat familiar.

Di lihat dari jauh Zurine Sigor sama sekali tidak terlihat seperti penyihir seperti yang akhir-akhir ini aku bayangkan.

Meskipun dia memiliki rambut putih, dan iris mata abnormal, dia berbeda sekali dengan penyihir jahat yang kulihat dalam film. Maksudku, dia sama sekali tak memiliki keriput, dagu runcing atau hidung panjang nan bengkok. Wajah Zurine Sigor memang terlihat dingin (dan sedikit menakutkan) akan tetapi bukankah agak keterlaluan menyebutnya sebagai penyihir hanya karena hal tersebut?

"Nona Terrence?" Rick kembali memanggil Marie yang tiba-tiba membisu.

Marie mengedipkan matanya cepat. Dia berusaha tersenyum, namun aku tahu dia gagal. Marie sama sekali tak bisa berbohong atau menyembunyikan ekspresi wajahnya. "K-kalau begitu saya akan bertanya pada Yang Mulia Zurine terlebih dahulu. Silahkan masuk--"

"HUUUUAAAA! AKU TAK MAU BERTEMU MONSTER!" Tiba-tiba saja Ian berteriak. Dia memberontak dari cekalan tangan Rick dan berlari kabur dengan ketakutan.

Marie terbelalak.

Aku berjengit.

Sialan! Mengagetkan saja.

"Ah! Hei! Ian!" Rick berteriak memanggil. Namun, kelihatannya anak itu sama sekali tak berniat kembali ataupun menoleh. "Anak keras kepala itu ...."

"Anda pasti sangat terkejut, ya, Tuan Kecil." Marie langsung mengusap-usap punggungku.

Suasana kembali canggung.

Rick langsung menunduk dalam-dalam dan terus mengulang maaf.

Astaga! Bukan itu masalahnya, kan?!

Aku diam-diam melihat ke atas. Zurine Sigor sudah tidak terlihat di jendela. Aku berdoa dalam hati semoga saja wanita itu tidak mendengar teriakan anak nakal itu. Kalau rumor itu benar adanya, entah apa yang akan terjadi jika Zurine Sigor mendengarnya.

*

Aku sangsi seorang Zurine Sigor mau menemui rakyat jelata hanya karena alasannya yang bisa dibilang tidak penting.

Jadi, begini. Dia, si Zurine itu bahkan tak memperdulikan aku, putranya sendiri. Apa dia cukup peduli dengan orang yang terlibat dengan orang yang membuatku terluka? Aku sangat menolak untuk percaya kalau wanita berhati es itu akan mempersilahkan Rick untuk menemuinya. Meskipun pada kenyataannya Marie mengatakan bahwa Tuannya itu benar-benar menerima permohonan Rick.

Perhatianku tidak lepas saat Marie akhirnya mengantar Rick ke ruangan Zurine di lantai atas. Tempat yang bahkan tak bisa aku injak.

Aku tak habis pikir. Tentu saja.

Tapi, aku terlalu lelah untuk memikirkan hal itu. Yang paling penting, semoga saja Rick tidak berubah menjadi ayam setelah keluar dari rumah ini.

Beberapa menit kemudian Marie kembali turun.

Lalu melakukan rutinitas sebelum jam tidurku. Mulai dari membersihkan tubuhku dengan handuk hangat, mengecek seberapa parah lukaku di pelipisku dan kembali mengobatinya, berlanjut dengan menyiapkan makan malam, lalu menyuapiku. Dia juga menanyaiku bagaimana bisa aku membuatnya cemas karena menghilang dan menasehatiku agar tak melakukannya lagi.

Aku tidak terlalu fokus dengan hal-hal memalukan itu, karena fokusku masih pada Rick yang bahkan belum kunjung turun saat aku memasuki kamarku dan Marie mulai menceritakan dongeng sebelum tidur.

Aku menatap langit-langit kamar. Apa yang sedang mereka lakukan di atas sana?

Rumah terlalu hening.

Kelopak mataku memberat.

Samar-samar dari cahaya lentera di atas meja, wajah Zurine terlihat muda dan sangat cantik. Telapak tangannya menyentuh kepalaku, mengusapnya dengan lembut.

Aku terlalu mengantuk untuk berpikir. Jadi, mungkin ini hanya halusinasiku saja.

"■■■" Kulihat bibirnya mengatakan sesuatu. Aku tak bisa dengan jelas mendengarnya. Tapi, entah mengapa senyum di bibirku mengembang.

*

Galuh Kelana.

Itu adalah nama pemberian Ibuku.

Dulu sekali, aku pernah tiba-tiba iseng bertanya mengapa menamaiku demikian. Bukankah namaku sedikit kuno?

Ibuku lalu dengan bangga menjawab, bahwa dia menamaiku demikian karena menurutnya nama Galuh merupakan nama dengan pelafalan lembut dan merdu untuk dengar. Terdengar agak seperti omong kosong, ya? Tapi, kemudian dia kembali berkata bahwa Galuh jugalah merupakan nama seorang dari Kerajaan Sunda. Dia berharap kebijaksanaan dan kecerdasan Raja-raja Kerajaan Galuh menurun padaku yang memiliki namanya.

Namun, sepertinya Ibuku salah. Dia malah menambahkan Kelana di akhir nama Galuhku. Jelas arti Kelana adalah berpetualang atau orang yang tidak tinggal di satu tempat alias nomaden. Karena nama itulah aku bahkan sudah berapa kali keluar dari pekerjaan-pekerjaanku dulu. Aku ingat sebelum terlahir kembali ke dunia ini bahkan aku sudah menyerahkan surat pengunduran diri pada perusahaanku.

Jangan tanyakan masa sekolahku, karena itu lebih buruk lagi.

Aku jelas tak bisa menyalahkan Ibu yang memberiku nama itu. Namun, terkadang aku berpikir nama Kelana membuat nama Galuhku menjadi sia-sia saja. Akan tetapi, akhir-akhir ini aku berpikir keras, hingga bertanya-tanya; "Apakah nama Kelana itu jugalah yang membawaku kini ber'kelana' jauh hingga dunia ini?"

Aku pernah mendengar dari salah satu kepercayaan, bahwa reinkarnasi merupakan konsep perputaran yang memungkinkan bagi siapapun untuk mengalaminya. Entah tua atau muda, kaya atau miskin semua orang berpeluang merasakan perputaran atas kehendak Yang Maha Kuasa.

Akan tetapi, dalam hakikatnya sementara manusia berhati baik membuat jiwanya terlahir kembali sebagai manusia yang mulia dan baik pula, manusia jahat akan terlahir kembali menjadi seekor kecoa atau yang lebih menjijikkan mungkin kotoran.

Aku tak tahu, apakah semua ini merupakan kehendak Yang Maha Kuasa atau karena nama belakang 'Kelana'-ku itu?

Kemungkinan-kemungkinan lain bertumpang-tindih menjadi satu. Lalu kemungkinan-kemungkinan paling buruk itu mulai menetas.

Mungkinkah semua itu hanyalah mimpi?

Kehidupanku yang sebelumnya itu tak pernah ada?

Sejak awal hanya ada Hilarion Guzman di dunia ini?

Dan semua ini hanyalah imajinasi Hilarion Guzman selama ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggangguku dan agaknya sedikit membuatku frustasi.

Pagi ini aku terbangun dengan keringat dingin di sekujur tubuhku. Tiba-tiba saja ingatan-ingatan masa laluku terasa mulai mengabur. Wajah Galuh Kelana bahkan mulai hilang dari dalam ingatanku. Bukankah baru beberapa hari saja ingatanku terbangun? Apakah pada akhirnya ingatan-ingatan masa laluku juga akan benar-benar menghilang?

Ataukah pertanyaan-pertanyaan terburukku itu benar adanya. Tak ada yang namanya ingatan masa lalu, semua itu hanyalah imajinasiku saja.

Kepalaku sakit.

"Tuan Hilarion!"

Aku berjengit mendengar teriakan Marie.

"Tuan Hilarion, apa yang sedang anda lakukan!?"

Wanita itu berlari ke arahku dengan panik, menjatuhkan nampan berisi air yang dia bawa. Aku bahkan tak tahu sejak kapan dia masuk ke dalam kamarku.

Marie segera menyongsongku yang sedang duduk di tempat tidur. Dia menggenggam kedua tangan kecilku dengan erat.

"Apa yang terjadi, Tuan Kecil?" Wajahnya amat ketakutan. Ditatapnya wajahku dengan seksama. "Jangan memukul-mukul kepalamu begitu!"

Sesuatu seperti menyengat di dadaku. Rasanya sangat sesak. Mataku terasa memanas dan entah mengapa aku ingin sekali menangis.

Aku menatap Marie dengan mata berair.

"Kepalaku sakit, Marie," jawabku dengan suara bergetar.

Marie segera memelukku erat.

*

Kasihan.

Itulah sorot mata yang diperlihatkan Marie padaku. Wanita itu tengah berdiri diam-diam sembari mengawasiku di balik pintu kamarku. Dia mungkin mengira aku mengurung diriku karena sedih dan pundung.

Dia tak tahu saja kalau sebenarnya aku sangatlah malu untuk melihat wajahnya.

Bagaimana tidak?

Dia melihatku menangis!

Iya!

Dia melihatku menangis!

Seorang Galuh Kelana ini!

Menangis!

Ah ... aku ingin menghilang saja!

Sialan! Mau bagaimana lagi ... aku sempat panik saat itu.

Pikiran-pikiran negatif terus merasuki otakku bagaikan gas beracun.

Setelah pagi hari penuh drama dan air mata itu aku sekarang sedang duduk di lantai kamar.

Marie memberikanku kertas dan pena seperti yang aku minta. Saat ini aku sedang menggambar kira-kira ingatan-ingatan yang masih tersisa semasa aku hidup dulu.

Jangan tanyakan kenapa aku tak menuliskannya saja. Alasan pertama adalah aku tak ingin membuat Marie curiga seperti,

"Bagaimana mungkin seorang anak berumur 5 tahun bisa menulis? Apakah Tuan Kecilku ini anak jenius?"

Tidak. Tidak tidak tidak.

Aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak mau menarik perhatian. Dari pengalamanku yang sudah-sudah, perhatian berpotensi mengundang lebih banyak masalah. Jadi, kesimpulannya, perhatian sama dengan masalah (sudah berat masalahku ketika terlahir di keluarga 'istimewa' ini dan lalu tiba-tiba aku hampir kehilangan semua ingatanku aku tak perlu masalah lagi).

Lalu alasan keduanya kenapa aku tidak menulis saja .... Itu karena aku tidak bisa menulis.

Tunggu! Jangan menghakimiku.

Dulu tentu aku bisa menulis, tapi sekarang aku tak tahu kenapa tanganku terasa sangat kaku. Bahkan menggambar ini butuh kekuatan ekstra untukku. Lihatlah ... aku sampai tak sengaja membuat tintanya sampai berantakan di lantai kayunya.

Dan begitulah .... Aku akhirnya menggambar.

Aku tak tahu bagaimana bisa ingatanku tentang masa lalu mulai menghilang, dan aku belum mempunyai ide tentang bagaimana aku bisa terlahir kembali dalam dunia ini. Tapi, setidaknya aku masih mempunyai harapan untuk mengungkapnya. Perjalananku di dunia ini masih panjang, 'kan? Ingat. Aku adalah Galuh Kelana.

Aku tersenyum miring melihat hasil karyaku. Dengan begini untuk sementara aku tidak akan pernah lupa eksistensiku dulu.

Kalau sekilas orang melihatnya, kertas ini hanyalah berisi corat-coret tak keruan. Jadi, jika mungkin tiba-tiba saja Marie ingin melihat dia tidak akan tahu apapun. Tak akan ada yang tahu dibalik coretan-coretan ini berisi rahasiaku. MUEHEHEHE ....

*

14 Juni 2022