Hecantor, pesawat yang dibuat khusus untuk Ain, juga memiliki persenjataan canggih yang tak kalah dengan Agrrav.
Hecantor punya teknologi anti-materi yang mampu memecahkan molekul suatu benda. Singkatnya, memusnahkan tanpa bekas.
Dalam serangan yang baru saja diluncurkan, Ain sengaja mengatur agar serangan itu hanya menghancurkan pesawat saja. Sedangkan pasukan Abaddon yang berada di dalam pesawat-pesawat itu tidak terluka, mereka langsung mengaktifkan parasutnya begitu pesawat yang dikendarai menghilang begitu saja setelah terkena serangan Hecantor.
"Kami akan menyerang langsung ke dalam Agrrav, perintahkan semua pasukan Cerberus untuk melindungi Left Head. Selanjutnya Agrrav akan memusnahkan Left Head," pinta Ain pada Vabica.
Ain mengetahui tentang rencana Grief itu dari hasil analisanya. Ada alasan mengapa Agrrav melayang di dekat Right Head.
Senjata pemusnah milik Agrrav butuh jarak yang sangat jauh supaya efektif. Semakin jauh jaraknya, semakin kuat pula daya hancurnya.
Sebelumnya Ain sengaja membiarkan Agrrav menembakan senjata pemusnah itu ke Centra Head untuk menganalisa. Tapi tentu saja ia sudah memberi instruksi pada para pasukan Cerberus yang ada di dalam Centra Head untuk segera menuju ke bungker.
Informasi yang disampaikan Marlat sebelumnya juga berasal dari Ain --yang sempat diberitahu oleh Rha tentang teknologi-teknologi persenjataan Agrrav.
Vabica merasa heran, mengapa Ain bisa mengetahui rencana Grief sejauh itu? Tapi tidak ada waktu untuk bertanya. Gadis itu segera menjalankan instruksi yang Ain berikan padanya.
Setelah itu, wujud Hecantor perlahan berubah tak kasat mata. Hecantor masuk dalam mode penyamaran yang bahkan tidak bisa terdeteksi Agrrav.
Riev yang bertugas sebagai pilot bergegas membawa Hecantor untuk melesat cepat ke atas, mendekat ke arah Agrrav.
"Cukup, Ain?" tanya Riev setelah menghentikan laju Hecantor, beberapa meter dari Agrrav.
"Cukup. Nah, Kiev, mohon bantuannya."
"Serahkan padaku!" jawab Kiev dengan penuh semangat.
Ain dan Riev bersiap untuk masuk ke dalam Agrrav. Sedangkan Kiev diberi tugas untuk mendukung mereka dari dalam Hecantor.
Kiev menembakkan senjata anti-materi Hecantor untuk membuat lubang di bagian bawah Agrrav. Ain dan Riev yang sudah berada di luar Hecantor segera melompat masuk melalui lubang tersebut.
[•X-Code•]
Ain dan Riev berpencar, namun mereka masih bisa memantau situasi dan kondisi satu sama lain. Cincin mereka mampu membuat ketiga pemuda itu berkomunikasi layaknya sedang melakukan Video Call, namun tidak mengganggu penglihatan.
Sebenarnya komunikasi melalui cincin mereka bisa lebih canggih lagi. Cincin itu bisa membuat seolah penggunanya tengah berhadapan secara langsung. Tapi kali itu mereka mengatur agar komunikasi mereka hanya berupa layar hologram kecil yang terlihat di sudut kiri atas dari pandangan mata.
Lalu hal menakjubkan lainnya, mereka tidak perlu mengucapkan sepatah katapun. Cukup melalui pikiran, mereka sudah bisa berkomunikasi layaknya berbicara. Cincin itu bisa mengirimkan gelombang pikiran ke sesama pengguna cincin.
"Ayo kita mulai, Kiev." Ain memberi komando.
Kiev memejamkan matanya, lalu mengaktifkan kemampuan yang ia asah selama pelatihannya di Dinukha.
Otak Kiev sudah bisa memancarkan gelombang halus yang berfungsi sama seperti pemancar di radar. Melalui gelombang pikiran yang ia sebar itu, Kiev bisa mengetahui situasi dan kondisi dari radius tertentu. Ia bisa mengetahui ada siapa saja, ada apa saja, dan seluruh kejadian secara mendetail seolah ia melihat secara langsung.
Sayangnya, Kiev baru bisa memancarkan gelombang pikirannya beberapa puluh meter saja. Makanya, ia tetap berada di Hecantor agar bisa bergerak dengan leluasa dari luar Agrrav.
Dengan kemampuannya, Kiev memberi banyak informasi pada Ain dan Riev. Tidak perlu mengucapkan apapun, apa yang Kiev dapatkan dari Detector alami itu langsung tersampaikan pada Ain dan Riev.
Berkat itu, Ain dan Riev berhasil menjelajahi Agrrav yang sangat besar tanpa tersesat. Hingga akhirnya, sampailah mereka di depan ruangan tempat Grief berada.
Pintu besi ruangan itu terbuka, menyuguhkan seorang pemuda yang sudah bersiap sambil menggenggam pedang miliknya.
"Maaf, aku tidak bisa membiarkan kalian lewat," ujar pemuda yang sudah mereka kenal baik, Teir.
Riev mengeluarkan Scythe miliknya dari dalam cincin. Kali ini, ia tidak perlu menyentuh cincin tersebut. Cukup dengan pikiran saja, senjata itu bisa muncul dengan sendirinya.
Bukan hanya cincin Cerberus milik mereka saja yang sudah dimodifikasi oleh Rha, senjata plasma mereka juga telah diperkuat dengan Logardium. Radiasi dari Logardium bisa memperkuat plasma yang dihasilkan dari senjata mereka. Sederhananya, senjata mereka menjadi lebih kuat beberapa kali lipat dari sebelumnya.
Dengan sangat cepat, Riev menebaskan Scythe miliknya ke arah Teir.
Tidak seperti saat mereka bertarung di Khyterra, kali ini Teir merasa cukup kewalahan mendapat serangan dari Riev. Walaupun ia bisa menangkis serangan itu, tapi Teir harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk menahan tekanan dari serangan Riev.
"Pergilah, Ain!" ujar Riev melalui gelombang pikiran miliknya.
Dengan cepat, Ain melesat melewati Teir yang masih kewalahan menghadapi Riev.
"Tidak akan kubiarkan!" Teir bersiap untuk menyerang Ain, namun Riev kembali menghadangnya.
"Hei! Lawanmu itu aku! Jangan membuatku patah hati dong~" ucap Riev dengan nada yang terkesan seperti meremehkan, namun bukan itu tujuannya. Riev hanya membuat Teir sedikit goyah.
"Baiklah, kalau itu yang kau mau."
[•X-Code•]
Di dalam ruangan itu, Grief sudah berdiri tegak dengan senjata terhunus yang ia genggam. Tatapannya tajam, mengarah langsung pada Ain.
Selain Grief, Agna dan Ive juga ada di sana.
"Kak! Ain!" pekik Agna merasa senang, sekaligus khawatir melihat Ain yang tiba di sana. Ia takut Ain akan terluka.
Ive melempar senyumnya dari kejauhan. Ia membawa Agna untuk menjauh. "Mari kita lihat, siapakah Utusan Perdamaian di antara kalian?" ucapnya dalam hati sembari memperhatikan Ain dan Grief yang sudah berhadapan satu sama lain.
"Aku tidak menyangka kau bisa sampai sejauh ini," ujar Grief yang secara perlahan, tubuhnya mulai mengeluarkan aura.
Setiap manusia memang memiliki gelombang elektromagnetik yang menyelubungi tubuh, yang disebut 'Aura'. Namun karena frekuensinya lemah, wujud dari aura akan sulit terlihat.
Tapi kalau energi yang dimiliki seseorang melampaui batas tertentu, aura mereka bisa terlihat dengan jelas bahkan oleh orang awam sekalipun.
"Tuan Grief, izinkan aku bertanya sebelumnya. Apa tujuanmu sebenarnya? Ini semua hanya permulaan, bukan?"
Grief cukup terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia tidak menyangka kalau Ain bisa mengetahui, apa yang ia lakukan saat itu hanyalah batu loncatan untuk tujuan yang sebenarnya.
Grief mengangkat pedangnya tinggi-tinggi sambil menengadahkan kepalanya, "Itu tujuanku."
"Atas? Langit?" Ain tak habis pikir. "Yah, apapun tujuannya, aku tidak bisa menerima caramu untuk mencapainya."
Ain mengeluarkan kedua senjatanya sembari mengatur kuda-kuda. Sama seperti Grief, tubuh Ain juga secara perlahan mengeluarkan aura kebiruan.
Grief terkejut melihatnya. Ia tidak menyangka kalau Ain bisa berkembang sejauh itu dalam waktu yang singkat. Di balik rasa terkejutnya, Grief merasakan sesuatu yang sangat ia sukai. Sebuah sensasi saat adrenalin terpacu karena terlalu bersemangat.
"Aku yakin, kau bukan pemuda lemah seperti waktu itu. Kali ini aku akan mengerahkan seluruh kemampuanku. Jangan salahkan aku kalau kau mati, anak muda!"
Tatapan tajam Ain tidak lepas dari wajahnya. Jauh di lubuk hatinya, ia juga merasakan hal yang sama dengan Grief. Ia begitu bersemangat untuk bertarung dengan seseorang yang sangat kuat.