webnovel

Chapter 9

Anin terpaksa menerima tawaran Jayden yang mengajaknya untuk pulang bersama. Meskipun ia masih merasa sungkan, namun ini jalan satu-satunya agar bisa kembali pulang ke rumahnya. Dirinya sudah lelah berharap kepada sang suami yang sejak tadi tidak dapat dihubungi.

Mobil tesla milik Jayden terparkir di samping gedung kantor. Alhasil, dirinya dan juga lelaki berkulit putih ini meminta pinjaman payung kepada salah satu sekuriti yang berada di dalam kantor agar bisa menuju ke tempat parkir mobil tersebut.

Sayangnya, sang sekuriti hanya memiliki satu payung yang membuat ia dan Jayden harus berbagi tempat agar terhindar dari derasnya hujan.

Keduanya sempat bingung bagaimana cara agar mereka sampai di tempat parkiran hanya dengan satu payung yang berukuran tidak terlalu besar ini?

Karena tidak ada jalan lain, Jayden pun merapatkan dirinya ke arah Anin dan meminta izin untuk memegang pundak wanita ini agar payungnya cukup untuk mereka berdua.

"Maaf ya, aku izin pegang kamu," tutur Jayden sebelum ia merapatkan dirinya sembari menyentuh pundak wanita itu.

"Oh, iya pak nggak masalah," kelakar Anin yang ikut merapatkan diri pada tubuh tinggi lelaki bermarga Adhitama ini.

Setelah melewati derasnya hujan, akhirnya mereka telah sampai dan berada di dalam mobil. Netra Anin tak sengaja menangkap bahu kiri pria ini yang basah kuyup karena terkena tempias air hujan saat menuju kemari.

Dengan inisiatif yang keluar dari kepalanya, Anin mengambil beberapa lembar tissue dari dalam tas jinjing yang ia bawa dan memberikan lembaran tissue tersebut kepada pria yang telah berbuat baik padanya ini.

"Jas pak Adhitama basah," seru Anin menjelaskan sembari menunjuk ke arah bahu kiri Jayden.

Jayden ikut menatap ke arah yang sama lalu menerima lembaran tissue tersebut seraya bergumam terima kasih kepada wanita yang duduk di sampingnya ini.

"Kalau di luar kantor, panggil aku senyaman kamu aja Nin," kelakar pria ini menyela dengan kedua tangan yang mengelap sisa air di jas hitam yang ia kenakan.

Anin yang terlihat memasang sabuk pengaman diatas tubuhnya, sempat melirik sekilas kepada pria berjas ini. Sejurus dengan itu, ia pun mengangguk pelan.

Jujur saja, setelah kejadian di bawah payung tadi, lalu sekarang berada di dalam mobil ini hanya berdua dengan Jayden cukup membuat dirinya merasa tidak enak karena telah merepotkan pria baik hati ini.

Sudah dua kali mereka bertemu, dan untuk kedua kalinya juga ia merepotkan pria pemilik dimple ini untuk mengantar dirinya pulang.

Tak berapa lama setelahnya, mobil tesla ini berjalan menembus hujan yang masih setia turun begitu derasnya. Baru saja mereka keluar dari pelataran parkir kantor, mereka dihadapkan dengan kemacetan jalan raya yang sebagian areanya telah diisi dengan banjir.

Meskipun tidak terlalu tinggi, namun tetap saja membawa dampak yang cukup nyata pada laju kendaraan yang melintas di jalan ini. Jayden pun ekstra hati-hati saat mengendarai mobilnya.

Suasana di dalam sini terasa hening. Jayden yang sempat mencuri pandang ke sisi Anin, dapat melihat aura kikuk tampak begitu jelas diatas wajah wanita cantik ini. Mulutnya sempat terbuka untuk menanyakan alamat tempat tinggal Anin lalu berlanjut mengobrol hal lain, berharap agar wanita ini merasa nyaman berada satu mobil hanya berdua dengannya.

"Maaf ya kak karena harus anter aku pulang. Jadi nggak enak, udah dua kali ngerepotin," ucap Anin meminta maaf setelah ia menyebut alamat rumahnya dengan lengkap.

"Tidak masalah Nin. Toh, rumah kamu masih searah sama apartemenku," sahut Jayden merendah agar wanita yang menyepol rambut hitamnya ini tidak merasa terbebani.

Setelah perbincangan singkat itu, suasana kembali hening seperti semula. Keduanya merasa sangat bingung apa yang harus mereka bahas lagi untuk mengusir rasa sunyi.

Oh ayolah! Mereka baru bertemu dua kali dan keduanya sama-sama tidak saling mengenal dengan sangat baik, bukankah hal yang sangat wajar jika keduanya terjebak dalam situasi canggung seperti saat ini?

Pada akhirnya mereka pun pasrah dengan keadaan hening yang tercipta. Anin memilih untuk menatap keluar jendela, menikmati pemandangan bangunan-bangunan yang ada di sekitar sini diguyur oleh derasnya hujan yang turun seraya menahan lapar karena jam telah menunjukkan waktu untuk makan malam.

Hm, kalau cuacanya begini, enaknya makan yang panas-panas biar badan hangat, seru Anin dalam hati sembari membayangkan semangkuk makanan berkuah yang masih mengepulkan asap masuk ke dalam mulutnya.

Hingga keheningan inipun akhirnya terhenti saat perut Anin secara tak sengaja mengeluarkan bunyi kerucuk karena lapar.

Sontak saja keduanya sama-sama terkejut, bahkan wanita yang memakai stelan kerja berwarna rose gold ini secara refleks memegang perutnya seolah ingin menutupi bagian tersebut agar tidak mengeluarkan suara lagi.

Malu! Anin memaki dirinya dalam hati karena bunyi tersebut berasal dari perutnya. Walaupun Jayden sempat terkejut, namun pria ini kembali menormalkan raut wajahnya seakan dirinya tak mendengar sama sekali. Bahkan juga tak mempermasalahkan itu.

"Nin, kalau aku mau singgah sebentar, kamu keberatan?" tanya Jayden di saat Anin berusaha mengusir rasa malunya di depan Jayden.

"Mau singgah kemana kak?" sahut Anin dengan raut wajah berkerut bingung.

"Sudah waktunya makan malam. Aku mau mampir ke salah satu warung makan yang ada di sekitar sini, kebetulan aku lagi lapar. Kamu mau temani aku makan dulu?"

Anin terdiam mendengar tawaran itu. Ia semakin mengumpati dirinya dalam hati. Anin sadar, alasan Jayden berkata seperti itu pasti pria itu merasa peka akan dirinya yang tengah menahan rasa lapar serta mencoba untuk menyembunyikan rasa malu Anin karena kejadian tadi.

"Nin?" Jayden kembali berseru karena belum mendapat jawaban dari Anindya.

"Terserah kak Jay, aku ngikut aja," desis Anin pelan. Dalam hati, Anin berterima kasih sekali atas sikap baik dan pengertian pria ini.

"Kita nepi di warung soto itu aja ya? aku mau makan yang berkuah-kuah," Anin kembali mengangguk setuju.

Sepertinya Jayden memiliki kemampuan membaca isi otaknya saat ini karena sejak tadi dirinya tengah membayangkan sedang menikmati makanan yang berkuah-kuah.

Mobil Jayden akhirnya menepi di dekat warung makan tersebut. Mereka pun segera masuk ke dalam warung itu dengan bantuan payung berwarna silver yang tersedia di dalam mobil Jayden.

Suasana di rumah makan ini begitu ramai dikunjungi oleh orang-orang yang terjebak macet hingga kelaparan seperti mereka. Keduanya pun memesan menu andalan di warung ini yaitu soto lamongan. Anin sempat berpesan bahwa ia ingin koyanya ditambah lebih banyak.

Setelah acara memesan selesai, keduanya pun duduk berhadapan. Lagi dan lagi tak ada perbincangan diantara mereka. Mulut keduanya terkatup rapat sembari menunggu pesanan datang.

Anin yang benar-benar tidak tahan dengan situasi seperti ini, menanggalkan rasa sungkan dan malunya untuk membuka suara terlebih dahulu. Mengucapkan terima kasih atas kepekaan seorang Jayden yang mengajaknya makan sebelum pulang.

"Justru aku yang harus minta maaf karena hanya membawamu makan di warung makan seperti ini," sahut Jayden membalas rasa terima kasih Anin.

"Eh, nggak masalah kak. Aku bukan orang yang milih-milih tempat makanan kok. Walau warung kecil sekalipun, asalkan bersih dan makannya enak, aku nggak masalah. Apalagi kalau harganya murah," Anin sengaja membubuhkan kata-kata candaan agar suasana diantara mereka tidak kaku.

Jayden tersenyum geli mendengar hal itu. Bersyukur sekali Anin bukanlah tipikal wanita seperti Mawar yang memilih-milih tempat makan ketika ketika harus bersantap diluar rumah.

Perbincangan itu pun pada akhirnya berlanjut dan membuat suasana di meja mereka terasa hidup. Baik Jayden maupun Anin berusaha menanggalkan kecanggungan diantara mereka dengan sibuk mengobrol membicarakan masalah makanan.

Ternyata mereka memiliki kesamaan dalam hal makanan. Jayden dan Anin sama-sama menyukai makan di warung-warung pinggir jalan seperti ini daripada harus makan di restoran mewah.

Mereka juga begitu menggemari makanan tradisional daripada makanan luar. Anin berkata, selain harganya murah, cita rasanya sangat pas di lidah Anin yang sangat suka dengan masakan dengan bumbu rempah yang cukup kuat.

Hingga tanpa terasa makanan mereka datang dan perbincangan mereka pun sempat terhenti sejenak.

"Kamu tahan pedas ya Nin?" kelakar Jayden ketika iris matanya menyaksikan Anin memasukkan dua sendok lombok ke dalam mangkuknya.

"Nggak juga sih kak, cuma kalau cuacanya dingin begini, makan pedas memang lebih mantap! kalau kak Jay sendiri? pasti nggak tahan pedas ya?" seru Anin dengan wajah sedikit mengejek seraya mencampur sambal di kuah sotonya.

"Aku sih masih bisa makan pedas, tapi dalam standar yang wajar. Kalau terlalu pedas sampai over, perutku nggak sanggup."

Perbincangan mereka pun kembali berlanjut sepanjang keduanya menyantap soto ayam yang terasa nikmat di cuaca seperti ini. Membahas makanan memang tidak ada habisnya. Bahkan kini tanpa disadari mereka sibuk memberitahu berbagai macam spot favorit mereka masing-masing.

Karena Anin bukan berasal dari Jakarta, ia memberitahu berbagai macam makanan khas dari daerah asalnya yaitu Jogja. Jayden pun begitu serius mendengarkan dan juga menyela beberapa kali untuk memastikan spot makanan enak yang tengah dibicarakan oleh Anin.

Kebetulan keluarga dari pihak ibu Jayden banyak bermukim di kota pelajar itu. Hingga dalam setahun, setidaknya Jayden akan pergi ke kota gudeg itu untuk mengunjungi eyangnya yang telah sepuh. Jadi dia sedikit banyak tahu tentang jalanan di kota tersebut.

"Wah, aku baru tahu kalau ada mie godog di daerah situ. Next time kalau aku mampir ke Jogja, bakalku cari tempatnya," kelakar Jayden dengan pasti. 

Setelahnya mereka berdua pun semakin larut dalam nuansa malam kota Jakarta yang diselimuti oleh hujan sembari menikmati semangkuk soto dan teh hangat.