webnovel

WHEN MAFIA LOVES ANGEL [Bahasa Indonesia] - 1

"Apakah aku sudah mati dan berada di surga sekarang ?" Dave berkata lirih. Kamukah wahai bidadari surga yang ditunjuk untuk menyelamatkanku ? Tanya Dave dalam hati. Ia memicingkan mata agar wajah gadis itu terlihat jelas. Seorang gadis keturunan Asia, berambut coklat tua terurai panjang bergelombang, memiliki bola mata hitam yang bagus, dianugerahi mulut mungil yang indah serta berkulit putih halus mulus bak kapas, saat ia merasakan gadis itu mengusap darah di dahinya dengan lembut. Dan Dave pun pingsan kedua kalinya pada pangkuan gadis cantik tersebut. Dave, seorang pewaris tahta mafia terkenal di Mexico ingin mendapatkan cinta Annisa, seorang turis wanita yang suatu ketika datang berlibur ke negaranya, namun niatnya terhalang karena ingin menjaga keselamatan wanita yang dicintainya tersebut. Lika-liku perjuangan Dave untuk meraih gadis impiannya ke dalam pelukannya membawa Dave berpetualang ke Indonesia demi mencapai keinginannya. ~ Zanetta Jeanne ~

ZanettaJeanne · Action
Pas assez d’évaluations
15 Chs

The Captive Angel [11]

Annisa terbangun dalam ruangan gelap gulita. Ia merasakan kepalanya berdenyut-denyut. Dengan mencoba menahan sakit ia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Hal terakhir yang berhasil terbayang dalam pikirannya adalah ia sedang mengamati Dave yang sedang berjalan keluar dari apartemennya dari kejauhan. Lalu ia merasakan hidungnya menangkap bau menyengat yang cukup kuat dan akhirnya semuanya menjadi gelap. Ia tak dapat mengingat apa-apa lagi setelah itu.

Di mana aku sekarang ? Apa yang sedang terjadi ? Annisa menegakkan sandaran duduknya di kursi kayu yang terasa keras di punggungnya. Ia baru menyadari kalau kedua tangannya terikat tali ke belakang kursi. Ia mencoba untuk menggerak-gerakkan kedua tangannya yang terikat, namun sia-sia. Simpul ikatan tali yang dibuat cukup erat.

Di ruangan yang lembab dan pengap itu ia memicingkan mata, mencoba mengamat-amati sekitar, tak begitu banyak yang bisa dilihatnya karena tidak banyak cahaya yang masuk ke sana.

Seketika Annisa dilanda kepanikan, bingung mengenai apa yang terjadi dan ia merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia kemudian menghirup napasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Berulang-ulang ia lakukan sampai ia merasa tenang.

Tenang Annisa, tenang... Annisa berkata pada dirinya sendiri. Kuatkan hatimu, jangan panik.

Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Secercah cahaya masuk ke dalam ruangan diikuti dengan suara langkah kaki. Terdengar bunyi saklar lampu dinyalakan. Ruangan mendadak jadi terang benderang.

Annisa menyipitkan mata, ia mencoba beradaptasi terhadap silaunya cahaya lampu yang masuk ke matanya. Ia melihat dua orang lelaki datang menghampiri dirinya yang sedang terikat di kursi kayu yang terletak di ujung ruangan.

"Jangan takut Cantik, kami tidak akan melukai kamu kalau kamu tidak bersikap macam-macam apalagi mencoba melarikan diri dari sini." Lelaki berambut klimis itu menyeringai dan melanjutkan pembicaraannya.

"Kamu tinggal duduk manis di sini dan tunggu sampai Dave datang untuk menyelamatkanmu. Baru nanti kamu akan kami lepaskan."

"Dave ? Apa hubungannya aku dengan Dave ?" Annisa berpura-pura bodoh.

"Aku tidak ada hubungannya dengan Dave. Kalian salah orang. Dave tidak akan datang untuk menyelamatkanku. Jadi lebih baik kalian lepaskan aku sekarang." Annisa mencoba berbohong untuk menyelamatkan diri.

Lelaki tersebut memandangi temannya yang berkepala botak kemudian mereka tertawa terbahak-bahak bersama.

"Cantik-cantik pintar berbohong ! Kami tidak bodoh, Nona !" Pria yang berkepala botak memegang dagu Annisa dan menyentakkannya ke atas.

"Tenang kawan, ingat pesan bos tadi untuk tidak menyentuh dan melukai gadis ini." Temannya berbisik di telinga pria botak itu.

Annisa menelan ludah dan mencoba untuk menguatkan diri. Ia menahan sekuat tenaga agar tubuhnya tidak gemetar. Ia tidak ingin kedua pria tersebut melihatnya ketakutan.

Annisa berpikir keras mencari hubungan antara penculikan dirinya dengan Dave.

Apa hubungan Dave dengan orang-orang menyeramkan ini ? Apa yang telah Dave lakukan ? Apa sesungguhnya yang mereka inginkan ?

Banyak pertanyaan berkecamuk dalam kepalanya sekarang.

Dave mengurung diri selama beberapa hari di kamar hotelnya. Nico yang bolak-balik mengetuk pintu kamarnya dari pagi hari sampai malam menjelang pun tidak digubrisnya. Ia menenggelamkan diri di bawah selimut tebal, meringkuk, memeluk guling dengan erat. Yang ia inginkan saat itu adalah tidur dan tidur. Tidur dan tidak pernah bangun lagi. Karena pada saat ia bangun, ia kembali dalam kenyataan bahwa ia telah kehilangan Annisa, gadis yang teramat dicintainya.

Dave telah beberapa hari ini mencarinya kemana-mana. Ke apartemennya, ke kantornya, ke tempat-tempat favoritnya, bahkan menelepon ke rumahnya di Ubud. Namun tidak ada kabar tentang keberadaan Annisa di mana pun juga. Panggilan telepon ke ponsel Annisa pun langsung masuk ke kotak pesannya. Tidak ada tanda-tanda bahwa telepon genggam Annisa aktif digunakan sejak kemarin.

Di manakah kamu sekarang gerangan berada, Annisa ? Mengapa dirimu menghindariku ? Dave memejamkan mata membayangkan amarah di wajah Annisa terakhir kali waktu mereka bertengkar.

Ia merasakan sakit di dadanya, perih hatinya mengingat-ingat kejadian terakhir kali ia bertemu dengan Annisa. Rasa itu bertambah pilu ketika adegan Raka memeluk dan mencium mesra Annisa tiba-tiba terbayang di pelupuk mata. Seolah-olah ada sebuah palu menghujam jantungnya.

Terdengar suara ketukan di pintu. Dave tetap tidak menghiraukannya. Namun kali ini berubah menjadi gedoran keras.

"Dave, buka pintunya ! Ayo buka atau aku akan panggil pengurus hotel dan satpam untuk mendobrak pintu ini !" Nico mengancam sambil terus menggedor-gedor pintu dengan kuat.

Dave dengan langkah gontai terpaksa bangun dari tempat tidurnya. Ia tidak ingin keributan terjadi di hotel itu. Terlebih lagi dengan melibatkan orang banyak ke dalam masalahnya. Ia pun membukakan pintu untuk Nico dan mempersilakannya untuk masuk.

"Apa yang terjadi padamu, Dave ? Kamu mengurung diri selama beberapa hari ini dan tidak mau berbicara denganku." Nico mengamati Dave yang saat itu hanya duduk terdiam mematung.

"Ayahmu terus-terusan meneleponku menanyakan kabarmu. Katanya ponselmu tidak aktif sehingga ia tidak bisa meneleponmu. Ia sangat mengkuatirkanmu, Dave."

"Katakan padaku apa masalahmu. Kita sudah bersama-sama sejak kecil. Masalahmu adalah masalahku juga." Nico tersenyum mencoba membujuk Dave untuk membuka mulut.

Dave pun menceritakan masalah yang dihadapinya kepada Nico, tentang kegelisahannya dan kekalutannya karena ia tidak dapat menemukan Annisa di manapun.

"Rasanya aku ingin menyerah saja, Nico. Mungkin sudah takdirku untuk tidak bisa mendapatkan cinta Annisa. Aku berpikir untuk kembali ke Mexico secepatnya."

"Sebelum kamu berpikir tentang kembali ke Mexico, aku ingin tahu tentang beberapa hal. Sudahkah kamu mencari Annisa ke tempat-tempat favorit yang dikunjunginya ? Tempat yang mungkin ia datangi ? Bagaimana dengan Ella ? Apakah ia memberitahumu tentang keberadaannya ? Sudah berapa hari Annisa menghilang ?" Pertanyaan dari Nico datang beruntun menuntut jawaban dari Dave.

"Aku sudah mendatangi semua tempat yang terpikir dalam benakku. Tidak ada yang terlewat satupun. Dan aku juga sudah bertanya pada Ella, ia sama sekali tidak tahu menahu di mana Annisa berada saat ini. Aku tahu Ella berkata jujur padaku saat itu karena ia menawarkan diri untuk bersama-sama mencari Annisa sahabatnya." Dave terdiam sejenak.

"Sudah tiga hari Annisa menghilang Nico. Aku mulai kuatir tentang dirinya. Keluarganya pun tidak tahu di mana keberadaan Ella sekarang. Aku sudah bertanya kepada Bu Sukma namun beliau mengatakan bahwa Nisa belum meneleponnya sejak tiga hari yang lalu." Dave menghela napas panjang. Raut mukanya terlihat cemas dan kuatir memikirkan gadis kesayangannya.

"Kalau ia marah kepadaku dan menghindar dariku, aku bisa terima itu. Tapi tidak mungkin ia tidak memberi kabar kepada keluarga dan orang terdekatnya Nico. Rasanya Annisa bukan tipe orang yang seperti itu. Aku mulai cemas. Jangan-jangan ada apa-apa dengannya." Dave bangkit dari duduknya dan mulai mondar mandir sambil memegangi kepalanya yang tiba-tiba pening.

"Umm...Dave... Bagaimana dengan Raka ? Apakah kamu sudah menanyainya juga ?" Nico bertanya dengan hati-hati, ia tak ingin melukai hati sahabatnya.

"Apa katamu Dave ? Raka ? Huh tak sudi aku menemuinya lagi !" Dave menepis ide Nico dengan segera.

"Dengar dulu penjelasanku, Dave. Aku bukannya bermaksud untuk ikut campur urusan cinta segitiga kalian. Namun demi Annisa, bukankah kita harus melakukan semua usaha yang kita bisa ?" Nico berusaha menenangkan hati Dave yang sedang panas terbakar api cemburu itu.

Dave kemudian duduk di tepi tempat tidurnya. Ia terdiam dan berpikir untuk mengambil keputusan tentang hal itu. Akhirnya setelah beberapa lama ia mulai mengeluarkan suara.

"Okelah Nico, semuanya akan aku lakukan demi menemukan Annisa. Tampaknya aku harus menekan egoku sekali lagi untuk berbicara dengan Raka. Semoga saja aku mampu menahan kesabaranku untuk menghadapinya kali ini." Dave pun akhirnya mengalah.

"Bagus kalau begitu, kawan. Hal yang perlu kamu lakukan terlebih dahulu adalah menelepon ayahmu dan memberi kabar kepadanya bahwa kamu baik-baik saja. Jangan membuat ayahmu cemas juga, Dave." Nico menyodorkan telepon genggam milik Dave untuk segera menelepon Tuan Edward.

"Apa kabarmu Dave ? Mengapa teleponmu tidak aktif selama beberapa hari ini ?" Ayahnya menuntut penjelasan di ujung telepon.

"Aku baik-baik saja, Ayah tidak perlu kuatir akan diriku." Dave berusaha menyembunyikan masalahnya. Ia tidak ingin menyulitkan ayahnya dengan masalah yang saat ini ia hadapi.

"Tuan Swastika baru-baru ini menghubungi Ayah. Ia memberitahu Ayah bahwa hubunganmu dengan Raka tidak berjalan seperti yang ia inginkan. Bahkan kalian sempat hampir terlibat perkelahian. Apakah benar, Dave ?" Suara Tuan Edward tiba-tiba meninggi.

"Benar Yah. Aku kehilangan kesabaranku waktu itu. Aku telah mengecewakan Ayah. Maafkan aku, Yah." Dave merasa menyesal.

"Tuan Swastika tidak suka mendengar hal itu dan telah membatalkan perjanjian kerjasama bisnis dengan keluarga kita secara sepihak. Terus terang Ayah merasa kecewa, Dave. Ayah tidak pernah menyangka kamu akan melakukan hal itu. Apa yang sebenarnya telah terjadi, Nak ?" Suara Tuan Edward perlahan melunak setelah mendengar permintaan maaf dari anaknya.

"Perasaanku tidak menentu waktu itu. Jadi aku terbawa emosi dan hampir bertikai dengan Raka."

"Ceritakan pada Ayah apa masalahmu. Siapa tahu Ayah bisa membantumu, Dave." Tuan Edward menawarkan bantuannya kepada anak sulungnya yang dicintainya.

"Aku memerlukan koneksi Ayah untuk mencari Annisa kembali. Ia tiba-tiba menghilang dan aku cemas karenanya." Dave berharap ayahnya bisa membantunya mencarikan solusi yang tepat.

"Ayah rasa kali ini Ayah tidak bisa membantumu, Dave. Ayah belum memiliki jaringan yang kuat di sana. Karena itulah Ayah meminta kamu untuk melobi Tuan Swastika sebelumnya, supaya bisnis kita bisa berkembang dengan baik di Bali."

"Tapi Ayah yakin kamu bisa menyelesaikan masalahmu dengan baik, Nak. Keturunan Moreno adalah orang-orang yang gigih dan pantang menyerah. Cobalah kamu berpikir dengan tenang dan jernih. Pasti kamu akan menemukan jalan keluar dari masalahmu dengan baik." Tuan Edward memberikan semangat kepada Dave.

"Baik Yah, aku tidak akan mengecewakan Ayah lagi kali ini. Doakan aku semoga berhasil ya." Suara Dave terdengar mulai tenang. Ia pun menutup sambungan telepon dengan Ayahnya, semangatnya mulai bangkit kembali.

"Nah, begitu dong !" Nico menepuk pundak Dave menyatakan dukungannya kepada sahabatnya.

"Jangan lupa bahwa kamu terlahir sebagai seorang pejuang sejati, Dave ! Kalau kamu bisa menyelamatkan diri sendiri pada saat kamu tenggelam di kolam renang waktu kecil dulu, kamu pasti bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik. Semangat !" Nico mengguncang-guncang kedua bahu Dave dengan kedua tangannya memberikan semangat.

"Baiklah Nico. Aku akan datang menghadap Tuan Swastika untuk meminta maaf atas kelakuanku terdahulu dan aku akan mencoba berbaikan dengan Raka. Semoga ia bisa menerima maksud baikku." Dave memegang kedua tangan Nico supaya berhenti mengguncang tubuhnya.

"Selain nanti aku dapat memperbaiki hubungan kerjasama bisnis terjalin baik seperti semula, aku juga berharap keluarga Swastika mau membantuku mencari Annisa. Mereka tentunya memiliki jaringan yang cukup kuat di pulau Bali ini." Dengan mata berbinar-binar Dave memaparkan rencananya kepada Nico.

"Ide yang luar biasa, Dave ! Sambil menyelam minum air. Mengapa tak terpikirkan ide tersebut olehku sebelumnya." Nico memuji ide yang dikemukakan oleh Dave.

"Ayo kita buat rencana dengan matang. Namun sebelum itu sebaiknya kita beristirahat dulu, Dave. Ini sudah lewat tengah malam." Nico pun bergegas mengajak Dave untuk tidur.