webnovel

When Love Knocks The Billionaire's Heart

L'amour est comme le vent, nous ne savons pas d'ou il vient. Cinta datang seperti angin, kita tidak tahu kapan dia datang. -Balzac- ---- Ditinggalkan dua orang wanita yang sangat dicintai dalam hidupnya membuat William James Hunter, 27, kesulitan untuk mempercayai wanita. Di matanya, wanita hanyalah objek pemuas hasratnya. Dengan uang yang ia miliki ia bisa dengan mudah mendekati wanita manapun yang ia mau. Pandangan William pada wanita mulai berubah ketika ia bertemu Esmee Louise, 24, di sebuah restoran kecil di desa Riquewihr, Perancis. Perlahan tapi pasti, sikap hangat dan pribadi Esmee yang pekerja keras kembali mengetuk hati William. Pada awalnya, William berencana ingin menghancurkan restoran milik Esmee karena gadis itu tidak mau menjual restoran tersebut pada perusahaan milik keluarganya. Namun, perasaan yang ia rasakan pada Esmee akhirnya membuat William memikirkan kembali semua rencana yang sudah ia buat untuk menghancurkan restoran tersebut. Akankah William kembali melanjutkan rencananya untuk menghancurkan restoran milik Esmee agar ia bisa menjadi pewaris seluruh kekayaan keluarganya? Atau, ia akan memilih melupakan warisannya dan memilih cintanya pada Esmee? Let's find out by adding this book to your library for an update. Support this book on WSA events through reviews, comments, power stones, gifts, etc. Your support means a lot. Thank you, and happy reading. ^^ Cover source: Pinterest *The cover is temporary until the main cover is ready

pearl_amethys · Urbain
Pas assez d’évaluations
409 Chs

The Mortal Arrow 6

Esmee kembali menemani William yang sedang menikmati soupe au pestou buatan Marie. "Habiskan saja kalau kau memang lapar."

William menatap Esmee sebentar, ia lalu menuangkan sisa sup yang ada di panci ke dalam mangkuknya. Esmee tertawa pelan melihat William yang benar-benar menghabiskan sisa sup buatan Marie.

Esmee lalu kembali bangkit dari tempat duduknya. Ia mengambil gelas dan menuangkan air putih untuk William. Esmee kemudian kembali duduk di sebelah William sambil meletakkan gelas berisi air putih itu untuk William.

"Terima kasih sudah menjagaku," ujar Esmee.

William menganggukkan kepalanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari makanan yang ada di mangkuknya. Esmee sedikit menyipitkan matanya ketika ia melihat sehelai rambut panjang yang menempel pada bahu William. Tangan Esmee langsung bergerak untuk mengambil rambut tersebut.

Namun apa yang dilakukan Esmee ternyata membuat William terkesiap. Ia refleks menjauhkan bahunya dari tangan Esmee.

"Aku hanya mau mengambil rambut yang ada di bahumu," ujar Esmee. Tangannya kemudian dengan cepat mengambil rambut panjang yang tersangkut di bahu William.

Esmee kemudian menunjukkan rambut panjang berwarna pirang itu pada William. "Lihat. Sepertinya rambutku tercecer di lantai."

William kemudian kembali melemaskan bahunya dan membiarkan Esmee membersihkan bahunya. Dengan mulut yang penuh sup, William memperhatikan Esmee. "Sepertinya kau sudah lebih baik."

Esmee menatap William sambil tersenyum simpul. "Terima kasih untukmu. Sepertinya kau merawatku dengan baik semalam."

William berdecak pelan. "Aku tidak melakukan apapun. Aku hanya menemanimu dan memberikan obat untukmu."

Ingatan William tiba-tiba melayang pada saat ia memasukkan obat ke dalam mulut Esmee dengan perantara mulutnya sendiri. Hal itu membuatnya tersedak makanan yang sedang ia kunyah.

William menepuk-nepuk dadanya. Sementara Esmee tertawa pelan sambil membantu William menepuk punggungnya. Esmee kemudian mendekatkan air putih milik William.

"Harusnya kau makan dengan perlahan," ujar Esmee.

William segera meminum air putihnya. Ia kemudian sedikit mendongakkan kepalanya sambil berusaha mengendalikan dirinya. William menghela nafas panjang setelah akhirnya ia berhenti terbatuk.

"Sudah," ucap William pada Esmee yang masih menepuk punggungnya.

Esmee segera berhenti menepuk punggung William. Ia kemudian tertawa pelan sambil menatap William. "Kenapa kau tiba-tiba tersedak?"

"Tidak apa-apa," jawab William. Ia kemudian kembali meminum minumannya.

"Biar aku yang bereskan," ujar William setelah ia selesai memakan makanannya. Ia dengan cepat merapikan mangkuk dan juga panci yang ada di meja makan lalu membawanya ke bak cuci piring.

Esmee duduk di tempat duduknya sambil memperhatikan William yang kini sedang mencuci piring. "Setelah ini kau boleh pulang. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku lagi."

William yang sedang mencuci piring tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Ia terdiam sejenak lalu berbalik dan menatap Esmee. "Kau bilang hari ini kau menutup restoran, kan?"

Esmee menganggukkan kepalanya. "Kau selalu memintaku untuk beristirahat, kan?"

William mengangguk pelan seraya berjalan menghampiri Esmee. "Kau bukan saja membutuhkan istirahat. Kau juga butuh liburan. Bagaimana kalau kau pergi keluar hari ini?"

"Kau baru saja mengajakku jalan-jalan keluar?" tanya Esmee.

"Iya. Kalau diingat-ingat, sejak aku menginjakkan kakiku di tempat ini, aku belum pernah berkeliling sama sekali," ujar William.

Esmee menatap William. "Kau ingin berkeliling?"

William menganggukkan kepalanya. "Bagaimana?"

"Baiklah. Sepertinya cuaca di luar sedang sangat bagus. Tidak ada salahnya untuk menghirup udara segar," jawab Esmee.

William tersenyum lebar sambil menatap Esmee. "Kalau begitu, setelah ini aku akan pulang dulu untuk berganti pakaian. Nanti aku akan menjemputmu di sini."

"Oke. Aku akan menunggumu di sini," ujar Esmee.

William kembali tersenyum pada Esmee. Ia kemudian beralih ke bak cuci piring dan segera mencuci kembali mangkuk dan panci kotor yang ada di bak tersebut. Begitu selesai mencuci piring, William segera berpamitan pada Esmee. Setelah William pergi meninggalkan restoran, Esmee segera beranjak ke kamarnya dan bersiap-siap.

----

"Bagaimana malammu bersama Esmee? Apa ada yang terjadi diantara kalian?" tanya Charles begitu William melangkah masuk ke dalam rumah tinggal mereka.

William langsung melempar Charles dengan mantelnya. "Tutup mulutmu itu."

Charles tertawa sambil menyingkirkan jaket milik William. "Tidak terjadi apapun?"

William menghentikan langkahnya dan menatap Charles. "Memangnya kau berharap akan terjadi sesuatu antara aku dan Esmee? Gadis itu demam semalaman. Kau pikir aku pria tidak berperasaan yang meniduri gadis yang sedang sakit?"

Charles mengangkat bahunya. Ia kemudian terkekeh melihat ekspresi wajah William. "Ya, bisa saja demamnya turun lalu kalian—"

"Hentikan pikiran kotormu itu," ujar William sambil melemparkan sepatunya ke arah Charles. Ia kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Charles berdecak pelan ketika William memasuki kamarnya. "Aku yakin sudah terjadi sesuatu di antara mereka berdua. William hanya terlalu gengsi untuk mengatakannya."

----

Setelah tiga puluh menit berlalu, William kembali keluar dari kamarnya dengan mengenakan kemeja biru muda pendek dan celana panjang berwarna coklat tua. Charles yang melihat William terlihat lebih rapi dari biasanya tidak tahan untuk mengomentari William.

"Sejak datang ke sini, baru kali ini aku melihatmu serapi itu. Kau seperti seseorang yang mau pergi berkencan," ujar Charles.

"Mana kunci motormu?" tanya William tanpa mempedulikan ucapan Charles.

"Kau benar-benar mau pergi berkencan? Apa kau akan pergi bersama Esmee?" Charles balik bertanya pada William.

William menghela nafas panjang. "Sebaiknya kau tidak banyak bertanya dan cepat berikan kunci motormu. Oh, tidak. Sebenarnya itu motor milikku. Cepat berikan."

Charles mengernyitkan keningnya. Ia kemudian bangkit berdiri dari tempat duduknya dan segera berjalan ke kamarnya. Tidak lama kemudian, Charles keluar dari kamarnya dan memberikan kunci motor milik William.

William segera mengambil kunci motornya. Namun Charles dengan cepat menariknya kembali.

"Katakan dulu padaku. Kau akan pergi bersama siapa?" tanya Charles.

William menghela nafas panjang. "Oh, come on, Charl. Cepat berikan kunci motorku."

William berusaha merebut kunci motornya dari tangan Charles. Akan tetapi Charles menggodanya dengan memindahkan kunci itu ke tangannya yang lain.

"Kau akan pergi bersama Esmee, kan?" goda Charles.

"Cepat berikan kuncinya," sergah William sambil kembali mencoba merebut kunci motornya.

"Sepertinya kau memang ingin pergi bersama Esmee." Charles akhirnya membiarkan William merebut kunci motor dari tangannya.

Charles kemudian terkekeh melihat William yang nampak kesal dengan apa yang dia lakukan. Ia menatap William dengan tatapan jahil. "Benar, kan? Kau akan berkencan dengan Esmee?"

William menghela nafas panjang sambil mengenakan jaket dan kacamata hitamnya. "Aku hanya ingin menghirup udara segar."

"Tentu saja. Pergi bersama Esmee akan sangat menyegarkanmu. Mengingat kau sudah lama tidak berhubungan dengan wanita," timpal Charles.

"Sekali lagi kau menggodaku, aku akan meminta Dimitri untuk memindahkanmu ke dapur di manor ayahku," sahut William.

"Oh, coba saja. Aku rasa Dimitri tidak akan mendukungmu kali ini." Charles menjulurkan lidahnya untuk menggoda William.

William menepuk wajah Charles lalu segera berjalan pergi meninggalkan rumahnya.

"Bersenang-senanglah, Monsieur!" teriak Charles yang diiringi dengan tawa pelan.

"Lakukan saja pekerjaanmu dengan benar," sahut William sambil menutup pintu rumah tempat tinggalnya bersama Charles.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts