webnovel

When Love Knocks The Billionaire's Heart

L'amour est comme le vent, nous ne savons pas d'ou il vient. Cinta datang seperti angin, kita tidak tahu kapan dia datang. -Balzac- ---- Ditinggalkan dua orang wanita yang sangat dicintai dalam hidupnya membuat William James Hunter, 27, kesulitan untuk mempercayai wanita. Di matanya, wanita hanyalah objek pemuas hasratnya. Dengan uang yang ia miliki ia bisa dengan mudah mendekati wanita manapun yang ia mau. Pandangan William pada wanita mulai berubah ketika ia bertemu Esmee Louise, 24, di sebuah restoran kecil di desa Riquewihr, Perancis. Perlahan tapi pasti, sikap hangat dan pribadi Esmee yang pekerja keras kembali mengetuk hati William. Pada awalnya, William berencana ingin menghancurkan restoran milik Esmee karena gadis itu tidak mau menjual restoran tersebut pada perusahaan milik keluarganya. Namun, perasaan yang ia rasakan pada Esmee akhirnya membuat William memikirkan kembali semua rencana yang sudah ia buat untuk menghancurkan restoran tersebut. Akankah William kembali melanjutkan rencananya untuk menghancurkan restoran milik Esmee agar ia bisa menjadi pewaris seluruh kekayaan keluarganya? Atau, ia akan memilih melupakan warisannya dan memilih cintanya pada Esmee? Let's find out by adding this book to your library for an update. Support this book on WSA events through reviews, comments, power stones, gifts, etc. Your support means a lot. Thank you, and happy reading. ^^ Cover source: Pinterest *The cover is temporary until the main cover is ready

pearl_amethys · Urbain
Pas assez d’évaluations
409 Chs

Booby Trap 1

"Boss!" seru William ketika ia tidak sengaja bertemu Esmee yang sedang dalam perjalanan menuju restoran.

Esmee yang sedang berjalan kaki sambil membawa bahan makanan yang baru saja ia beli segera menoleh pada William. "Oh, William."

William segera menghampiri Esmee dan membantunya membawa kantung belanja yang sedang dibawa oleh Esmee. "Kau selalu berbelanja sendiri, Boss?"

"Tolong jangan panggil aku Boss. Aku tidak terbiasa dengan panggilan seperti itu," ujar Esmee.

"Lalu aku harus memanggilmu apa?" tanya William.

"Panggil saja namaku. Aku tidak keberatan," jawab Esmee.

"Esmee," ujar William.

Esmee tersenyum sambil melirik pada William. "Itu lebih baik daripada kau memanggilku dengan sebutan Boss."

William ikut tersenyum. "Rasanya sedikit aneh memanggil atasanmu dengan nama depannya."

"Aku tidak ingin membuat jarak dengan para pekerjaku. Sebisa mungkin aku memperlakukan mereka seperti teman-temanku," sahut Esmee.

William mengganggukkan kepalanya. "Kau belum menjawab pertanyaanku tadi."

"Yang mana?"

"Apa kau selalu membeli bahan makananmu sendiri."

Esmee bergumam pelan. "Oh, itu. Iya, aku selalu membeli bahan keperluan dapur sendiri. Aku merasa lebih puas kalau aku bisa memilih sendiri bahan-bahan yang akan aku gunakan."

"Tidak ada yang membantumu?"

"Sekarang kau sedang membantuku," jawab Esmee.

Esmee lalu menatap William. "Kebetulan sekali kita bertemu. Apa rumahmu di sekitar sini?"

"Aku menyewa kamar kosong di sekitar sini. Jaraknya hanya sepuluh menit dari restoranmu," jawab William.

Esmee menganggukkan kepalanya. Sepanjang perjalanan menuju restoran, William terus mengajak Esmee untuk berbicara padanya. Ia sengaja mengalihkan perhatian Esmee agar wanita itu tidak sadar bahwa ia hendak menukar bahan makanan yang sedang ia bawa dengan bahan makanan yang sudah dipersiapkan oleh Charles.

William sudah melihat daftar bahan-bahan makanan yang akan dibelanjakan Esmee dari catatan yang ia temukan di dapur restoran. Ia kemudian meminta Charles untuk membeli bahan makanan yang sesuai dengan daftar yang sudah dibuat oleh Esmee namun dengan kualitas yang tidak terlalu bagus.

Selanjutnya ia akan mengalihkan perhatian Esmee dan mereka akan menukarnya ketika William dan Esmee melewati tikungan sebelum menuju restoran D'Amelie. William tersenyum di dalam hatinya ketika ia melihat kantung belanja yang ia bawa. Itu adalah kantung belanja yang sudah berisi bahan makanan yang dibelanjakan oleh Charles.

"Akhirnya kita sampai," ujar Esmee ketika ia dan William akhirnya tiba di restoran.

Esmee langsung membuka pintu depan restoran dan membiarkan William masuk terlebih dahulu. Setelah itu, ia kembali menutup pintu restoran. "Sebentar, aku ambilkan air minum untukmu."

William memijat-mijat lengannya yang terasa pegal setelah membawa bahan makanan untuk restoran. Ia mendesis pelan sambil menatap kantung berisi bahan makanan tersebut. "Apa yang Charles beli sampai bisa seberat ini?"

"Lenganmu pasti pegal setelah membawa bahan-bahan makanan itu," ujar Esmee ketika ia muncul dari dapur sambil membawa baki berisi air putih untuk William.

"Sedikit," sahut William. Ia lalu meminum air yang dibawakan Esmee untuknya.

Sementara William meminum minuman yang ia bawakan, Esmee kembali ke dapur sambil membawa kantung belanja yang tadi dibawakan oleh William. Sudut mata William menangkap Esmee yang terlihat kesulitan ketika sedang membawa kantung belanja tersebut.

William segera meletakkan gelasnya dan kembali menghampiri Esmee. "Biar aku bawakan. Ini memang sangat berat. Apa kau membawa beban seberat ini setiap hari?"

Esmee berdecak pelan. Ia kemudian bergumam pelan. "Ini tidak seberat beban yang aku rasakan saat ini."

William terdiam setelah ia tidak sengaja mendengar ucapan Esmee. Meski Esmee mengucapkan kalimatnya dengan sangat pelan namun William masih bisa mendengarnya karena suasana di dalam restoran yang masih sangat sepi. Hanya ada mereka berdua di dalam restoran tersebut.

"Apa kau memerlukan bantuanku lagi?" tanya William setelah ia mengangkat kantung berisi bahan makanan ke atas meja dapur.

Esmee tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Terima kasih. Kamu bisa melanjutkan pekerjaan yang lain."

"Lain kali, aku akan menemanimu berbelanja bahan makanan," ujar William.

Esmee menganggukkan kepalanya. "Terima kasih, William."

"Kalau begitu, aku akan membersihkan meja-meja yang ada di depan," ujar William.

"Kau sudah tahu lemari penyimpanannya, kan?" tanya Esmee.

William menganggukkan kepalanya. "Panggil aku kalau kau memerlukan bantuan."

Esmee kembali tersenyum pada William. Setelah itu William segera keluar dari dapur untuk membersihkan meja-meja yang ada di dalam restoran. Sementara Esmee mulai merapikan bahan makanan yang baru saja ia beli.

----

"APA INI?!" seru seorang pelanggan restoran Esmee ketika ia melihat porsi makanannya lebih sedikit daripada yang biasa ia makan.

Pria bertubuh tambun itu lalu memanggil Marie. "Marie! Kemarilah."

Marie yang sedang mencatat pesanan dari tamu-tamu yang lain segera menyelesaikan catatannya dan menghampiri pria bertubuh tambun tersebut. "Ada apa, Gustav?"

"Lihat! Kenapa porsi makanan hari ini lebih sedikit daripada biasanya. Aku sudah lama menjadi pelanggan di sini, tapi kenapa kalian berlaku tidak adil padaku," ujar Gustav.

Marie melirik sebentar ke piring makanan milik Gustav. "Tunggu sebentar. Aku akan menukarnya dengan yang lain."

"Cepat tukar. Aku sudah kelaparan," sahut Gustav dengan nada yang sangat ketus.

Marie lantas segera membawa piring makanan milik Gustav ke dapur. Sementara Gustav menyilangkan kedua tangan di depan dadanya sambil memperhatikan tamu pengunjung yang lain. "Cih, kalau mereka berbuat curang seperti ini, lama kelamaan mereka akan benar-benar kehilangan pelanggan."

-----

"Ada apa, Marie?" tanya Esmee ketika Marie masuk ke dapur sambil membawa piring berisi makanan.

Marie menghela nafas panjang. "Gustav protes kalau porsi makanannya lebih sedikit daripada biasanya. Dia minta kau memberikan porsi seperti yang biasa kita berikan."

"Kalau aku memberikannya sesuai porsi yang biasa kita berikan, tamu-tamu lain kemungkinan tidak akan bisa menikmati makanan yang sudah aku siapkan," sahut Esmee.

"Apa maksudmu?" tanya Marie.

Esmee mendesah pelan. Ia lalu menarik tangan Marie dan membawanya ke bagian belakang restoran. "Lihat itu!"

Marie mengerutkan keningnya. "Kenapa kau membuang banyak sekali bahan makanan?"

"Semua bahan itu tidak layak dijadikan bahan baku untuk membuat hidangan. Aku juga terpaksa membuangnya. Karena itu, coba beri pengertian pada Gustav. Katakan padanya, aku memberi diskon khusus untuknya. Lain kali, aku akan memberikan porsi tambahan untuknya," terang Esmee.

Marie mendesah pelan. "Semoga saja pria gendut itu mau mendengarkan ucapanku."

"Kau pasti bisa meyakinkannya. Selain itu, mungkin kita akan tutup lebih awal hari ini," ujar Esmee.

"Baiklah," sahut Marie. Ia kemudian kembali masuk ke dalam restoran.

William segera bersembunyi di balik pintu ketika ia melihat Marie melangkah masuk ke dalam restoran. Sejak tadi ia sudah mendengarkan percakapan antara Esmee dan Marie yang sedang membahas masalah bahan baku makanan yang terjadi di restoran tersebut.

Setelah Marie melangkah masuk ke dalam restoran, William mengintip Esmee yang sedang berdiri sambil memandangi tempat pembuangan restoran. "Harusnya kau menjual tempat ini selagi aku memberikan penawaran yang tinggi."

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pear_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts