webnovel

Hutang Lima Belas Ribu Dollar

POV SHEINA CHARLOTTE

Pagi-pagi aku dibangunkan oleh suara ketukan pintu dan teriakan yang keras.

"Permisi! Permisi!"

"Ya, sebentar!" Aku turun dari kamar sambil menggulung rambut. Di saat yang bersamaan, Hellena juga ke luar dari kamarnya. Kami saling pandang beberapa detik sebelum akhirnya Hellena yang membukakan pintu untuk tamu tersebut.

Tampak seorang pria seumuran ayah berbadan kekar sedang berdiri di depan pintu rumah kami. "Apa benar ini kediaman Bapak Roberth?" tanyanya.

"Iya, benar, Pak," sahut Hellena.

"Apa kalian anak-anaknya?" Ia menatapku dan Hellena secara bergantian, kami pun mengangguk pelan meski masih bertanya dalam hati apa tujuan laki-laki itu datang ke sini.

Seolah mendengar isi kepala kami, pria itu pun berkata, "Kami ke sini untuk memberi tahu bahwa ayah anda, Bapak Robert memiliki hutang sebesar lima belas ribu dollar. Ini bukti-bukti surat hutangnya." Ia memberikan sebuah dokumen pada Hellena. Aku merapat ke Hellena untuk turut membaca isi dokumen tersebut. Ternyata benar, ayahku memiliki hutang sebesar lima belas ribu dollar pada orang itu dari tahun lalu.

"Karena Bapak Robert sudah meninggal, maka kalian yang harus membayar hutang-hutang ini. Saya mengerti kalian sedang berduka, saya tidak akan memintanya hari ini. Saya kasih kalian jangka waktu tiga bulan. Jika kalian tidak sanggup membayar sampai jatuh tempo, terpaksa kasus ini saya bawa ke pengadilan." Setelah berkata demikian, pria itu langsung meninggalkan kediaman kami.

Aku menatap Hellena dengan tatapan putus asa. "Lima belas ribu dollar, Kak. Bagaimana caranya kita dapat uang sebanyak itu dalam waktu tiga bulan," desahku.

"Kau tahu kenapa ayah bisa meminjam sebanyak ini pada orang itu?"

Aku menggeleng.

"Lihat tanggal ini!" Hellena menunjukkan tanggal di dokumen itu padaku. "Tanggal ini adalah tanggal di mana kau sedang melakukan perawatan intensif di rumah sakit. Artinya, ayah punya hutang sebanyak ini karenamu!"

Aku terhenyak mendengar pernyataan kakakku tersebut. Oh, Tuhan! Hellena tak salah. Yang dikatakan Hellena pasti benar.

"Kau sudah membuatku kehilangan ibu! Kau sudah membuatku kehilangan ayah! Kau juga harus membuatku menanggung hutang sebanyak ini! Kenapa kau harus terlahir ke dunia ini? Arrggghhhh…!" Hellena mengamuk dengan menyapu botol-botol bekas wine di atas meja.

Prangg… Prangg..

Seperti botol-botol itu yang pecah ketika menyentuh ubin, seperti itu jualah perasaanku ini. Aku terhenyak di sofa, sementara Hellena ke luar rumah, entah ke mana perginya. Hellena benar, semua memang salahku. Ibu meninggal saat melahirkan aku. Ayah meninggal saat berusaha menebus obat untukku. Dan kini, kami berdua harus menanggung hutang sebanyak ini, juga karena aku. Aku mengusap dahiku. Oh, Tuhan! Kenapa Kau takdirkan aku untuk lahir ke dunia ini jika hanya akan menjadi beban untuk semua orang?

Tidak. Aku tidak boleh mengeluh dan putus asa seperti ini. Aku harus mencari pekerjaan. Aku lebih bertanggung jawab atas hutang itu daripada Hellena. Tapi, bagaimana caranya aku bisa memiliki pekerjaan? Pertama, aku tidak pernah menempuh pendidikan formal. Kedua, aku menderita Cryopyrin-associated periodic syndromes, sebuah penyakit alergi udara dingin yang membuatku tidak bisa beraktivitas dengan bebas di luar rumah. Alih-alih mencari cara untuk membayar hutang, aku pasti hanya akan menambah-nambah hutang.

Saat pikiranku sedang kusut-kusutnya, aku teringat dengan laki-laki yang kutemui tadi malam di bar. Ia tinggal di apartemen mewah, ia punya bodyguard, ia pasti bisa memberiku pekerjaan. Satu hal lagi yang terpenting, ia punya tubuh yang hangat, aku bisa bekerja di sebelahnya tanpa harus takut penyakitku kambuh.

Tapi, laki-laki itu mesum! Dia menyebalkan! Ah! Tidak usah kupikirkan hal itu dulu, yang jelas sekarang aku harus mencoba meminta pekerjaan padanya. Semoga ia bersedia membantuku.

Aku kembali datang ke apartemen megah itu dengan mengenakan setelan baju panjang, lengkap dengan jaket, kaos kaki dan sarung tangan. Aku menekan bel yang kemudian dibukakan oleh salah seorang dari bodyguard yang kulihat tadi malam.

"A-aku ingin bertemu dengan Tuanmu," ucapku sedikit tergagap karena gugup.

"Silakan masuk!" Ia membukakan pintu untukku.

Aku dipersilakan duduk di sebuah sofa yang begitu empuk, sementara bodyguard tadi tampak memasuki ruangan lain, mungkin untuk menemui Tuannya.

***

POV KENNETH IMMANUEL

Aku menatap layar monitor, memerhatikan perkembangan sahamku di beberapa perusahaan besar. Sebagian besarnya mengalami peningkatan, hanya beberapa saja yang anjlok. Tiba-tiba aku menemukan sebuah iklan tentang perusahaan baru yang bergerak di bidang teknologi yang sedang berkembang pesat. Mungkin akan jadi peluang bagus juga jika aku menaruh saham di perusahaan itu. Namun mataku terbelalak saat membaca sebaris nama; George Geraldo, CEO GG Company. Rahangku mengeras. Berani-beraninya ia masih bertahan hidup di bumi ini!

Tok! Tok!

Aku menoleh saat mendengar suara ketukan pintu. Nico terperanjat saat melihat taring dan bulu lebat yang tumbuh di lenganku hingga ke ujung kuku. Ya, saat sedang emosi, aku akan berubah bentuk menjadi wujud asliku, seekor serigala.

"Tu-tuan, ada gadis yang tadi malam kembali datang ke sini. Ia ingin bertemu dengan Tuan," ucap Niko.

Gadis tadi malam? Untuk apa ia datang lagi ke sini?

"Suruh dia menunggu sebentar!" perintahku pada Niko.

"Baik, Tuan."

Niko meninggalkan aku di ruangan itu, saat itulah aku berusaha untuk meredam emosiku sendiri agar bisa kembali ke wujud manusia. Beberapa menit berselang, aku menemui gadis yang sudah menungguku di ruang tamu itu.

"Untuk apa kau datang ke sini?" tanyaku dengan nada dingin.

Ia tampak terperanjat saat melihat kedatanganku, lebih kaget lagi begitu mendengar suaraku. "A-aku butuh pekerjaan. A-apa kau punya pekerjaan untukku? Tolong beri aku pekerjaan," ucapnya.

Permintaan gadis itu kontan membuatku mengerutkan dahi. "Berani-beraninya kau meminta pekerjaan dariku setelah menamparku tadi malam?" sinisku.

"Aku minta maaf. Aku sungguh minta maaf. Aku tahu kau orang baik. Kau pasti mau memaafkanku, kau pasti juga akan mau memberikan pekerjaan untukku."

Aku tertawa sinis mendengar kalimatnya. Apa ia pikir aku akan luluh mendengar pujian seperti itu darinya? Oh, tidak segampang itu mengambil hatiku.

"Aku bisa melakukan apapun, Tuan. Aku bisa membersihkan rumah, aku bisa memasak, aku juga bisa menyetir."

"Aku sudah punya dua bodyguard handal untuk melakukan itu semua. Aku tak butuh kau," tandasku.

Di luar dugaan, gadis itu justru bersimpuh di kakiku. "Tolong aku, Tuan! Berilah aku pekerjaan! Aku sedang butuh uang! Ayahku baru saja meninggal dan dia meninggalkan hutang yang banyak. Aku tidak tahu bagaimana harus membayarnya. Aku tidak bisa mencari pekerjaan lain, Tuan. Hanya kau satu-satunya harapanku saat ini," pinta gadis itu.

Aku sama sekali tidak iba mendengarnya. Tapi pernyataannya itu cukup menjawab rasa penasaranku kenapa ia bisa datang ke bar tadi malam, bahkan sampai mabuk dan salah masuk kamar.

Aku ingin mengusirnya, tapi ketika bola mataku bertemu dengan bola matanya yang bening itu, seketika itu juga aku jadi berubah pikiran.