webnovel

WELCOME BACK, TITA

Keadaan sekitar hening seketika saat lonceng pada Caffe berbunyi tanda manusia lain masuk ke dalamnya. Xander menatap sekitar dengan wajah datar, satu tangannya yang terbebas dari pintu tembus pandang Caffe ia masukan ke dalam saku celana bahan yang dipakainya.

Sedangkan beberapa anak muda yang secara tidak sengaja singgah di dalam caffe ini langsung menghentikan kegiatan mereka masing-masing, lalu saling berbisik lecil. Bohong bila mereka bilang tak mengenali laki-laki bernetra tajam yang baru saja memasuksi caffe tempat mereka singgah sekarang.

"Selamat datang, Tuan. Terima kasih telah memilih Caffe saya saat singgah di take a rest KM 176," ujar Nyonya Laura yang entah sejak kapan sudah berdiri tak jauh dimana tempat Xander berpijak.

Mata elangnya menatap Laura sedetik, kemudian kembali mengedarkan pandangan untuk mencari tempat duduk yang strategis. Xander mengangguk sebagai tanggapan, kemudian kembali melangkahkan kaki menuju kursi dekat jendela yang belum lama ditinggalkan oleh pengunjung lain.

Sedangkan di bagian meja pegawai, empat orang gadis termasuk Calista menatap pengunjung baru yang kini telah duduk di salah satu kursi, ekspresi wajah mereka bermacam-macam. Yang terpenting, hanya Calista yang memilih untuk melanjutkan pekerjaannya di bagian kasir. Menurutnya, mendekat pada manusia seperti Xander sama saja melayangkan nyawanya secara cuma-cuma.

"Biar aku yang menghampiri Tuan Xander," celetuknya dengan nada angkuh yang melekat. Namanya Selly, pegawai pertama yang bekerja di Caffe ini saat baru dibuka. Tidak ada yang membantah perkataan wanita itu, Calista pun memilih membiarkan. Netranya kini malah bergulir menatap Xander yang duduk pada kursi dengan tubuh menghadap ke arah meja kasir. Calista tak merasa percaya diri, namun mata tajam menusuk itu seolah menusuknya tepat pada manik walau indra perasa bungkam tak bersuara.

Ia disadarkan menuju dunia nyata saat Selly berhasil menghampiri Xander, wanita itu menyodorkan menu yang ada di caffe ini dengan seutas senyum tipis. Sebenarnya sistem di caffe ini mengharuskan pembeli menuju meja kasir untuk memesan dan membayar pesanannya. Namun Xander berbeda, ia tamu exsclusive di Cafe ini. Itu yang ada di dalam pemikiran Calista Carrol.

"Jangan banyak melamun, ada pemesan baru." Eveline menyadarkan Calista yang memilih hanyut pada pemikirkannya, tubuhnya tersentak karena terlalu kaget. Gadis itu lebih dulu menatap Eve dengan raut wajah kesal, kadang gadis itu menyebalkan sekali.

"Aku tahu, kembalilah mengerjakan pekerjaanmu," ujar Calista dengan tangan yang mulai menuliskan pesanan yang pengunjung baru inginkan.

Sesekali ia menampakan senyuman tipis saat kembali menanyakan pesanan berikutnya, ia tak bodoh jika tak mengerti keadaan. Tuan Xander tengah menatapnya dengan pandangan mengintimidasi.

"Nona, kau pasti sadar bila sedang di tatap oleh Tuan Xander," ujar pengunjung yang sedang menunggu pesanannya dicatat oleh Calista. Gadis itu sontak mendonggak menatap pengunjung laki-laki yang sepertinya berusia lebih muda di banding dirinya.

Gadis berapron putih itu memilih menganggukan kepala kembali seraya tersenyum tipis, "Aku menyadarinya, Tuan."

Kekehan mengudara dari pengunjung laki-laki itu, ia menerima uang kembalian yang disodorkan Calisa beserta struk pembeliannya pada Caffe ini. "Kau harus berhati-hati mulai saat ini," ujarnya setelah kekehannya redam.

Calista mengangkat kedua alisnya bingung, "Mengapa aku harus berhati-hati?"

Pemuda itu malah mengendikan bahunya, "Entahlah hanya menuruti naluriku," ujarnya Sebelum berlalu menuju bangku yang jauh dari tempat duduk Xander.

Helaan napas keluar begitu saja, Calista menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa saat sebelum memilih mengambil lap untuk membersihkan meja kerjanya. Namun suara datar itu membuatnya membeku. Ia tak salah dengar, Xander melayangkan suaranya begitu saja. Ini memang bukan kali pertama Xander bertamu di Caffe ini setelah dirinya bekerja, bisa dibilang ini kali keduanya laki-laki bernetra tajam itu singgah di tempat bekerjanya.

"Aku ingin dilayani oleh gadis itu." Suara bas khas Xander kembali mengudara setelah Sally mencoba membujuk Xander untuk cepat-cepat memesan sesuatu. Selly langsung menatap arah jari telunjuk Xander, ia kembali membola saat menyadari Calista yang dimaksudkan laki-laki itu.

"Apa bedanya, Tuan? Kami sama-sama pegawai di sini," ujar Selly yang ternyata tak ingin kalah.

Nama baiknya sebagai pegawai tetap di Caffe ini tercoreng, bagaimana bisa pesonanya disingkirkan begitu saja oleh anak baru seperti Calista.

Di meja Kasir, Calista memebeku. Tubuhnya benar-benar meremang ketakutan, mengapa diantara banyaknya pegawai shift malam di dalam Caffe ini harus dirinya yang menjadi fokus perhatian Tuan Xander? Eveline tak kalah berbeda kagetnya dengan Calista, gadis yang terang-terangan menatap Xander dengan pandangan binarnya kini menatap sang teman dekat dan laki-laki berpakaian formal itu secara bergantian.

"Tak begitu buruk juga," ujar Eveline sembari mengulum senyumnya.

"Apanya yang tidak begitu buruk?" tanya Hemy, pegawai laki-laki yang sedari tadi memilih menjadi pasif.

"Calista cocok bila disandingkan dengan Tuan Xander," ujarnya menjelaskan. Bukannya tanggapan paham yang Hemmy layangkan, laki-laki berseragam sama dengannya itu malah melayangkan tangan menuju dahi Eve, menyentilnya seolah ingin membuat teman kerjanya sadar dengan apa yang baru saja ia katakan.

"Aku yakin nyawamu melayang bila Tuan Xander mendengarnya." Mendengar itu, Eve menelan ludahnya susah payah.

Di sisi lain, Sally menyerah lantaran Xander terus mengacuhkan keberadaanya. Ia menuju bagian kasir sembari menghentak-hentakan kedua kakinya. Gumaman kesal terus mengudara dari indra perasanya.

Tentu saja ia hanya bisa mengumpati Xander tanpa sepengetahuan laki-laki itu. Ia masih ingin hidup lebih lama, Xander dan dunia gelapnya memang membuatnya takut. Namun tetap saja ia kesal lantaran laki-laki itu menolaknya secara terang-terangan.

"Ia memintamu yang melayaninya," ujar Selly dnegan nada ketus sembari menyodorkan menu yang sedari tadi dipegangnya.

Calista menatap menu itu dan Selly secara bergantian, ia cukup segan dan takut untuk menerimanya.

"Tidak apa-apa, lagi pula suasana hatiku sudah berantakan hari ini," ujarnya tenang sebelum berlalu menuju ruang istirahat pegawai.

"Kau pasti bisa," ujar Eveline setelah menepuk bahu teman kerjanya beberapa kali. Calista gugup, ia tak ingin berurusan dengan Tuan Xander walau hanya urusan kecil seperti ini.

Ia mengangguk untuk menanggapi ucapan Eve, kemudian melangkahkan kedua kakinya menuju meja Xander dengan pandangan menunduk. Pasalnya laki-laki bertubuh tegap itu masih memandangnya dengan pandangan intimidasi.

"Silahkan pilih pesanan anda, Tuan," ujar Calista sopan setelah menyodorkan menu makanan dan minuman di Caffe ini. Ia setia menundukan wajahnya untuk mneghindari kontak langsung dengan presensi tegap yang duduk tenang dengan kedua tangan bersedekap dada.

"Bantu aku pilihkan kopi," ujar Xander singkat tanpa mengalihkan perhatian.

"Americano," jawab Calista tanpa berpikir panjang.

Dalam hati Xander bersorak senang, bibirnya terangkat ke atas walau samar dan sebentar. Ia tak akan pernah salah mengenali seseorang yang pernah terikat dengan dirinya di masa lalu.

"Kau masih sama, hanya raut wajahmu yang kini berubah." Xander setia menatap Calista yang sudah pucat pasi di tempatnya. Ia paham bila seluruh manusia yang ada di dalam Caffe ini tengah mengamati pergerakannya.

"M-maksud tuan?" tanya Calista dengan suara yang terbata.

Xander kembali tersenyenyum miring, pencariannya berujung hari ini.

"Welcome back, Tita."