webnovel

VENESIA

"Tuanmu sudah pulang?" Pertanyaan itu terlontar saat mobil yang ditumpanginnya berhenti di samping mobil Xander yang sudah terparkir rapih. Robert menatap sang nona lewat kaca pada mobil, kemudian mengangguk saat mendapati Calista ikut menatapnya lewat pantulan cermin yang sama.

"Sepertinya Tuan mengerjakan pekerjaannya lebih cepat dibanding hari-hari biasanya," jelas Robert menimpali.

Sang sopir yang mendapat kode dari Robert untuk membukakan pintu Calista langsung mengangguk. Kemudian keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk sang nona. Robert ikut turun, kemudian mengedarkan pandangannya dengan insting untuk memastikan aman atau tidaknya seperti biasa.

Badannya langsung dibungkukan saat mendapati Xander keluar dari pintu utama, laki-laki itu tampak santai dengan kaus hitam yang menempel jelas pada tubuh kekarnya. Dada bidang Xander tercetak jelas dan dapat dilihat dengan mata telanjang.

Sopir yang mengemudikan mobil mengambilkan tongkat Calista untuk gadis itu gunakan, namun gerakannya tertahan saat Xander berjalan mendekat dan memaksanya untuk menundukan kepala, aura laki-laki itu terlalu mencengkram siapapun.

"Biar aku yang mengurus Tita, kalian bisa kembali pada pekerjaan masing-masing," ujar Xander. Atensi laki-laki itu tertuju pada gadis di dalam mibil yang rupanya masih menatap Robert dan beberapa pengawal berjalan menjauh dan berpencar ke beberapa titik.

"Sudah puas menikmati keadaan luar?" Tubuh Calista tersentak, tangan gadis itu reflek memegang dadanya sendiri sembari mengalihkan netranya pada Xander dengan kedua bola mata yang membola. Bukan apa, ia kaget dengan suara bariton yang terdengar sangat jelas pada telinganya. Kedua tangan Xander mengurung tubuh kecilnya yang duduk menghadap pintu keluar, jangan lupakan wajah datar dan terkesan dingin yang, wajah itu selalu melengkapi bagian dari dirinya.

"Kau membuatku kaget!" seru Calista dengan bibi mengerucut, rambut pajang gadis itu disapu angin sore yang menyejukan.

Senyuman Xander terbit, ia menatap Calista cukup lama untuk sekadar menyalurkan rasa rindu dan lelah yang hari ini dirasanya terlalu berlebihan. Ia merasa resah dan tak tenang akan kepergian Calista di luar sana, itu sebabnya laki-laki itu memilih untuk mengerjakan sisa pekerjaannya di rumah dan menunggu kepulangan sang gadis dengan pikiran bercabang dua.

"Sudah puas, Tita?" tanya Xander mengulang dengan senyuman yang belum padam.

Tampak dari netranya, Tita mengulum senyum dan ikut menatapnya lama. Diluar dugaan yang Xander pikirkan, bahkan gadis itu mengaluangkan kedua tangan kecil miliknya pada lehernya tanpa melunturkan senyuman.

"Sangat puas. Tetapi, kakiku terasa sakit karena terlalu lama berjalan," adu gadis itu. Kali ini ekspresi wajahnya berganti kembali, memelas dan mengadu seolah melaporkan sesuatu pada orang tuanya.

Xander kian melebarkan senyumannya, pemandangan yang sangat jarang ia tampilkan selain pada orang-orang terdekatnya. Ia menyukai sidfat Calista yang sedemikian, melihat gadis itu bersikap manja dan penurut sudah cukup membuat suasana hati laki-laki itu kembali stabil.

Menahan rasa gemas yang kini berada dipuncaknya, kali ini Calista hanya bisa memkik kencang dan mengeratkan pelukan kedua tangannya pada leher Xande rsaat laki-laki itu menggendongnya Bride Style tiba-tiba.

"Kau sedang mengkodeku agar digendong, right?" tanya Xander tetap sasaran. Laki-laki itu mulai emlangkahkan kedua kaki panjangnya menuju teras dan memasuki ruang utama.

Mendengar penuturan Xander, Calista langsung terbahak, kedua kakinya yang menjuntai bebas digerak-geraknya seirama.

"Kau memang tak berubah, selalu mengerti apa yang kuinginkan," puji gadis itu dengan senyum yang sampai saat ini belum padam pada tempatnya.

Xander menaiki satu persatu anak tangga, kemudian menatap Tita yang terang-terangan memuju dirinya.

"Give me a gift," pinta Xander di sela perjalanan mereka menuju lantai dua.

Tita terkekeh, "What do u want?" tanya Tita dengan kedua alis yang terangkat.

Ada keheningan sebentar diantara mereka beruda, Xander menatap sang gadis cukup lama sebelum Jonathan menipali dialog antar keduanya.

"Kau banyak tingah seperti anak kecil yang meminta imbalan atas apa yang dilakukannya," sinis Jonathan. Rupanya sisi lain laki-laki itu merasa tersaingi dan cemburu oleh kedekatan keduanya. Namun Xander tak menghiraukannya, atensinya penuh pada Tita.

"Give me a kiss."

Calista membelalakan matanya, sontak ia memukul bahu kekar milik Xander dengan ekspresi galak. Di lantai dua banyak penjaga dan maid yang sedang mengerjakan tugasnya, sudah pasti mereka mendengar walau masih berekspresi datar.

Sebagian dari mereka menatap tak percaya dengan tindakan Calista yang terlihat lancang, memukul bagian tubuh sang tuan dengan sengaja. Namun lebih mengejutkan lagi melihat tanggapan Xander yang biasa-biasa saja. Ia menanggapinya dengan kekehan kecil, pemandangan yang menguntungkan bagi maid yang bekerja dari tak jauh dari posisi keduanya.

"Apa itu masalah besar?" tanya Xander.

Laki-laki itu memasuki kamarnya sendiri dengan Tita yang masih ada dalam gendongannya setelah pengawal yang berjaga di depan kamarnya membukakan pintu. Tak bertahan lama bongkahan kayu itu terbuka, sebab sang penjaga langsung kembali menutupnya untuk menghargai privasi antar keduanya.

Helaan napas keluar dari mulut Calista, Xander selalu membawanya ke dalam kamar laki-laki itu sendiri. Apa terlalu sulit untuk menggendongnya sebentar lagi hingga sampai di atar ranjang kamarnya sendiri?

Merasa Xander akan melepaskan pegangannya pada leher dan belakang kedua lututnya, sontak Calista ikut melepaskan pelukan kedua tangannya pada leher laki-laki itu.

Xander menatap Tita yang berbaring di atas ranjang dengan kedua tangan yang berkacak pinggang, semua manusia yang melihatnya pasti akan tertawa. Tak terkecuali Calista yang kini tertawa walau dengan waktu yang cukup singkat.

"Berat badanmu sepertinya bertambah, kau terasa berat sekarang," ujar Xander dengan nada menggodanya.

Ia ingat apa yang dulu membuat Calista marah dengan dirinya, gadis itu sangat sensitif bila menyangkut berat badan. Sepertinya tak jauh dari perempuan kebanyakan saat ditanyakan tentang hal itu.

Terbukti sata kedua bola mata cantik itu membola, jari telunjuk gadis itu menunjuk Xander dengan wajah garang. Ternyata Tita-nya tidak berubah, syukurlah.

***

"Bibi sudah makan?" Pertanyaan itu membuat tubuh Amera tersentak seketika. Wanita paruh baya dengan seragam khas yang masih menempel erat pada tubuhnya langsung membalikan badan. Menunda kegiatannya mencuci piring kotor saat mendapati pertanyaan yang berasal dari pintu masuk yang menghubungkan ruang makan dan empat mencuci.

"Astaga, Nona. Anda membuat sata kaget," ujar Amera jujur dengan senyuman tipisnya.

Calista terkekeh, kemudian mengucapkan permintaan maaf yang langsung diangguki oleh Amera.

"Apa nona membutuhkan sesuatu?" tanya Amera dengan nada sopan. Gadis di hadapannya saat ini ia umpamakan sebagai berlian yang harus dijaga ketat oleh seluruh pekerja Xander. Calista milik tuan mereka. Fakta itu harus mereka tanam dalam hati masing-masing, dulu itu yang diucapkan Robert saat Calista menginjakan kaki kembali di dalam mansion ini.

Calista mengangguk, mengiyakan ucapan Bibi Amera bahwa saat ini dirinya sedang membutuhkan sesuatu.

"Apa yang nona butuhkan?" tanya Amera.

Calista bergeming sebentar sembari membenarkan letak tongkat yang masih dibawanya.

"Dibandingkan dengan kata butuh, lebih tepatnya aku membuatuhkan jawaban bibi," ujarnya dengan nada sedikit sungkan.

Amera langsung menubah ekspresi wajahnya menjadi ekspresi wajah keibuan. Andai saja anak perempuannya masih hidup, pasti saata ini sduah sebesar Calista.

"Katakan saja, nona." Amera kembali merespon dengan senyuman tipis setelah beberapa detik dirinya bungkam.

"Hanya hal kecil, apa benar bibi berasal dari Venesia?"

DEG ....

Degupan pada jantung Amera langsung menggila, mengingat kota yang dulunya menjadi tempat singgah ternyamannya membuat wnaita itu langsung bungkan.

Calista menyadarinya langsung, sekarang ia merasa bersalah karena menanyakan hal itu.

"Maaf bibi, Tita hanya mencoba lebih dekat dengan Bibi. Tapi sepertinya bibi merasa tidak nyaman sekarang, maaf." Calista sadar, dulu semua hal yang dirinya tanyakan pada Xander pasti laki-laki itu jawab dengan sebuah kejujuran. Kadang kejujuran yang dirinya ketahui merupakan pivasi orang lain. Hal itu membuat mereka marah saat gadis itu menanyakannya ulang walau sudah mengerti jawabannya. Sepertinya Bibi Amera merasa sedemikian sekarang. Calista hanya ingin lebih dekat, namun tak mengerti bagaimana caranya.

Tapi Calista kali ini tak bermaksud seperti itu. Ia hanya ingin dekat dengan Amera dan menganggapnya seperti ibu sendiri, ia juga ingin mempunyai ibu seperti teman-temannya yang lain.