webnovel

KABAR BURUK

Satu minggu berlalu begitu saja, Calista kembali memulai pekerjaannya sebagai seorang kasir di take a rest seperti biasanya. Setleah memastikan apron pada seragam hari rabunya melekat dengan benar, gadis dengan rambut panjang tergerai itu berjalan menuju tempat kasir dengan langkah riang.

Ia tersenyum menanggapi beberapa pegawai yang ikut menyapanya disela kegiatan mereka sore ini.

Netranya menghadap siulet oranye yang tembus pandnag pada kaca bening tempat bekerjanya. Ia tersenyum lebar, sepertinya hari ini suasana gadis itu sedang bagus.

"Cal, kau sudah dengar berita pagi ini tidak?"tanya Eve dengan raut wajah tak biasanya.

Calista yang sebelumnya membersikan meja di depan tempat kasir kini menoleh, ia mengangkat alis heran saat mendapati raut tak mengenakan yang terpancar pada wajah teman kerja dekatnya itu.

"Berita apa maksudmu?" tanyanya bingung. Selain dirinya yang paling muda di antara pekerja lainnya, Calista mengakui dirinya yang tidak terlalu mengerti berita. Ia kurang update, itu yang selalu dipaparakan Eveline saat dirinya tidak mengerti berita terbaru yang terjadi di sekitar mereka.

"Kau benar-benar belum mendengarnya?" tanya eveline tak menyangka dengan wajah terperangah, bagkan gadis bermabut sebahu itu kini duduk pada kursi kosong tak jauh dari Calista membersihkan debu-debu pada meja pelanggan.

Gadis berambut panjang itu memilih mengendikan bahu untuk dijadikan tanggapan atas pertanyaan tak menyangkan Eveline. Lagi pula ia di sini untuk bekerja, bukan mendengar gosip atau berita yang kadang kebenarannya tak bisa dipercaya.

Belum sempat ucapan Eve mengudara, suara cempreng milik Selly terdengar kesegala penjuru Cafe.

"Semuanya, Nyonya Laura meinta kita berkumpul di tempat istirahat." Sally berkata singkat dengan kedua tangan bersedekap dada. Wanita itu belalu memasuki ruang istirahat pegawai lebih dulu. Mendengar hal itu Calista mengangkat kedua alisnya bingung, mengapa Nyonya Laura mengadakan rapat pegawai tiba-tiba? Apa sesuatu terjadi pada tempat kerjanya?

"Apa ini berita yang kau maksudkan, Eve?" tanya gadis itu penasaran setelah mengalihkan pandang pada gadis yang setia duduk di kursinya. Eve mengangguk mengiyakan, kemudian ia berdiri dan menyeret Calista untuk ikut serta menuju ruang istirahat agar temannya mengerti tanpa harus ia jelaskan panjang lebar.

Nyonya Laura yang merasa pegawainya lengkap memilih berdiri dengan helaan napas yang tak berhenti ia paparkan, wanita anggun itu berjalan mendekat ke arah pegawainya dengan pandangan prihatin. Terlihat dari raut wajahnya, siapapun pasti mengerti bila sedang terjadi sesuatu yang buruk.

Begitu pula Calista yang langsung terdiam, apa sistem di indonesia memungkinkan pekerja di pecat karena pemiliknya kehabisan dana untuk menggaji pegawainya? Tapi sepengetahuan dirinya, caffe ini adalah caffe dengan pengunjung paling ramai di antara tiga cafe lain yang ada di take a rest ini.

"Nyonya, apa terjadi sesuatu yang buruk?" tanya pegawai laki-laki dengan raut wajah penasarannya. Calista langsung melirik, ia baru sadar bila semua pekerja yang biasanya terbagi menjadi dua shift kini diberangkatkan semua.

"Caffe ini akan aku tutup," ujar Nyonya Laura memberitahu. Pandangannya kosong dan menatap nanar masing-masing pegawainya.

Degupan pada jantung Calista kembali menggema, ternyata berita ini yang ingin Eveline beritahukan. Ia Eveline melirik pada Calista, gadis itu pasti sedih karena kehilangan pekerjaannya. Begitupun ia dan pegawai yang lainnya, rasanya sudah nyaman berada di caffe ini.

"Tapi mengapa alasannya, nyonya? Mengapa mendadak seperti ini? Bagaimana pekerjaan kami selanjutnya?" tanya pegawai lain yang merasa tidak terima. Tampak raut merah padam tertanam jelas pada wajahnya.

Nyonya Laura hanya menganggapi pertanyayan itu dengan gelengan kepala, ia meminta semuanya bubar dengan mengitruksi Selly sebagai pegawai terpercayanya.

"Tunggu berita berikutnya, aku tahu kalian pasti kecwa. Tetapi memang ini jalannya," ujar Selly tegas sebelum meminta seluruh pekerja bubar dan kembali pada pekerjaannya.

Eveline menuntun Calista yang masih bungkam, ia paham bila temannya itu tidak memiliki siapapun di negri ini.

"Tidak apa-apa, Cal. Kita akan mencari pekerjaan baru di seluruh Jakarta bersama-sama," ujarnya menyemangati yang langsung di tanggapi Calista dengan senyuman tipis.

"Terima kasih, Eve. Kau benar-benar baik denganku," ujar Calista tulus.

namun resah tetaplah resah, ia bingung akan dikemanakan raganya setelah ini? Mengapa semuanya berakhir rumit sedemikian setelah kehidupannya tampak baik baru-baru ini?

***

Gila kerja, mungkin itu kata yang cocok untuk mendeskripsikan Xander sekarang ini. Bahkan sisi di dalam tubuhnya kini menyerah untuk meminta Xander beristirahat barang sebentar saja. Sejak kejadian meninggalkan sang gadis di negri orang, Xander kembali ke dalam dirinya yang dulu. Prinsipnmya hanya menuntaskan pekerjaan agar dirinya lebih leluasa menikmati waktu di Indonesia.

"Behenti bekerja bodoh, kau ingin mencoba mati ya?" maki Jonathan untuk kesekian kalinya pada Xander. Perkataan itu tak digubrisnya, ia tak memusingkan waktu yang kian semakin larut.

"Aku masih hidup," jawabnya beberapa menit kemudian setelah merasakan Jonathan tak lagi melayangkan ucapan.

"Kau belum tidur sejak kemarin, kau pikir aku tidak ikut lelah?" Xander menggeram, ia tak konsentrasi sekarang. Pikirannya kembali dipenuhi oleh Calista.

BRAK!

Jonathan langsung terdiam saat melihat laki-laki itu memecahkan vas bunga dengan gerakan kilat.

Xander merasa payah sekarang, ia memilih bangkit dari kursi kerja yang sudah didudukinya sejak kemarin siang. Kemudian berjalan gontai menuju kamarnya di sisi ruang kerja dengan perasan campur aduk.

"Tuan," panggil suara dari arah tangga. Xander menghentikan langkahnya sebentar, rasa bingung menggerogotinya. Mengapa Robert masih ada di rumahnya dini hari seperti ini?

"Mengapa kau belum pulang?" tanya Xander dengan nada rendah.

Robert menatap bingung Tuannya yang sepertinya berbicara tanpa berpikir, bukannya Xander sendiri yang menyuruh dirinya tetap tinggal selama laki-laki itu menyelesaikan pekerajaannya?

"Anda butuh istirahat," ujar Robert memilih tak menjawab pertanyaan sang Tuan.

"Aku tahu itu, kau pulanglah dulu." Xander kembali melangkahkan kakinya menuju kamarnya sendiri. Sesekali tangannya mengudara untuk memijat pelipisnya yang sedikit nyeri saat ini.

Jonathan ternyata terbungkam oleh gebrakan yang dilayangkan Xander, terbukti karena sisi laki-laki itu tak lagi membuka suara dan menjauh dari suasana hati Xander yang jauh dari kata baik.

Dengan kemeja biru tua yang masih melekat pada tubuhnya, serta beberapa kancing kemeja yang dibiarkannya terbuka, juga kedua lengan kemeja yang ditekuknya. Siapapun yang melihatnya pasti menelan ludah karena aura yng menguar dari tubuh laki-laki itu.

Xander merebahkan tubuhnya di sisi ranjang, tangannya meraih benda pipih yang tiga hari ini dibiakannya di atas nakas tanpa ia sentuh.

Hanya ada gambar Tita, sanga pemilik hati dan raga yanga terpampang saat benda pipih itu menyala. Senyuman pada wajah laki-laki itu sontak terbit begitu saja, ia mengusap foto yang ia ambil secara diam-diam empat tahun lalu dengan gerakan sayang. Hanya Tita yang bisa membuatnya sekalut ini. Xander kembali merasakan sifat aslinya muncul setelah satu minggu pertemuannya dengan Tita berlalu begitu saja.

"Tita, racun apa yang kau gunakan? Mengapa berbisa sekali?" gumamnya sebelum masuk ke dalam alam bawah sadar.