webnovel

BIBIR MANIS MILIK TITA

"Tita, cepat makan makananmu," perintah Xander yang mulai bosan mengamati sang gadis yang sibuk mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruang makan.

Calista tak menanggapi penuturan Xander lebih lanjut, ia masih sibuk meneliti tiap sudut isi mansion besar ini yang dulu sering dikunjunginya beberapa waktu silam. Tak banyak yang berbeda, hanya beberapa bagian dan ruangan yang berganti letaknya. Suasanyanya tak berubah, hening dan mencengkram bila sang pemilik rumah berada di dalamnya.

"Dia masih mengamati rumah kita, Xan. Biarkan saja," ujar Jonathan menimpali. Namun Xander malah menanggapi ucapan sisi lain dari tubuhnya dengan dengusan tidak suka, ia melakukannya tanpa memalingkan wajah dari sang gadis, aura laki-laki itu bertambah kental jauh lebih dari sebelumnya.

Hal itu membuat Tita terpaksa menoleh, gadis itu mendengar dengusan itu dan mengartikannya sebagai sebuah tanggapan tidak suka laki-laki itu akan sikapnya sekarang. Hal itu membuat suasana di dalam ruang makan berubah mencengkram, ugh itu benar-benar membuat Calista tidak nyaman.

"Baiklah, aku akan makan sekarang," ujar Calista sembari menampakan senyuman tipis nan canggung.

Lontaran itu membuat Xander lega, bukan apa masalahnya gadis itu belum memakan apapun sejak pagi tadi. Bisa dibilang, Calista hanya memakan dua potong roti dan selainya.

Dentingan sendok beradu di antara mereka, suasana ruang makan luas yang hanya di tempati Xander dan Calista membuat siapapun yang mengeluarkan suaranya langsung berdengung.

Tampaknya sifat asli Tita sudah mulai muncul, gadis itu tak lagi berkata ketus dengan Xander. Tak lagi meronta dan memilih menurut akan penuturan Xander. Itu hal yang luar biasa bagi Xander. Sebab, Tita selalu melakukan sesuatu atas kemauan dirinya sendiri.

Namun bersama Xander dalam dua hari ini sepertinya membuat gadis itu melupakan prinsip hidupnya sendiri, itu di sebabkan oleh kenyamanan. Ia nyaman dengan kehadiran Xander jauh sebelum hari ini mereka kembali dipertemukan.

"Xander, ayo buka mulutmu," pinta Tita dengan wajah berseri. Binar harap dengan mata yang dibuat menggemaskan tampak pada wajah gadis itu. Hal itu membuat Xander reflek mengigit bibir bawahnya menahan diri. Bila bukan karena pertemuan dirinya dengan Tita yang masih singkat, ia berani jamin bila gadis itu sudah dikurungnya sedemikian erat di bawah tubuhnya sendiri. Jonathan tak jauh berbeda, sisi lain Xander juga berdecak dan menggerang dengan artian kegirangan.

Calista mengembuskan napas kecewa saat tangan kanannya yang menggengam garpu untuk menyuapi Xander tak kunjung laki-laki itu lahap. Apa Xander tidak ingin makan menggunakan sendok yang sama dengan dirinya? Memikirkan hal itu membuat Calista sedikit lesu dan berdampak pada napsu makannya.

Ia membelokan arah sendok garpu ke dalam mulutnya sendiri, mengunyah olahan daging yang menjadi pilihan utama makan malamnya dengan napsu makan yang hilang.

Semua pergerakan gadis itu tertangkap jelas pada wajah Xander, termasuk raut wajah kecewa dan murung Tita saat mendapatinya tak membuka mulut menerima suapannya.

"Mengapa tidak menerima suapannya, bodoh?" rutuk Jonathan dengan nada kesal. Sekarang suasana hati Jonathan senang sekali berubah jika menyangkut Tita.

"Tita," panggil Xander setelah beberapa menciptakan keheningan tanpa melakukan apapun.

"Aku tahu, kau tidak ingin makan satu sendok denganku," ujarnya dengan nada melirih.

Calista menolak menatap manik jelaga itu, tangannya sibuk memotong daging dan memasukannya kembali pada mulutnya tanpa merubah raut wajah murung. Xander tak tahan, ia tak menyukai raut wajah Tita sekarang.

Ia memajukan tubuhnya, beranjak dan mendekatkan kepalanya pada wajah Tita tanpa melangkah maju satu langkah pun. Tangan kirinya menegang tengkuk gadis itu, sementara tangan kanannya bertumpu pada meja makan.

Xander mengamati wajah Tita yang kini berjarak beberapa centi dengan dirinya, gadis itu membelalakan matanya saat mendapati Xander berlaku sedemikian.

Satu sekon berikutnya, Xander kembali menempelkan bibirnya pada bibir Calista. Pegangannya pada tengkuk gadis itu kian mengerat saat melakukan lumatan dan menerobos mulut Tita dengan mudah.

Anggap ia gila bila menyangkut Tita.

Bila Calista pikir dirinya tak sudi makan bersama di satu sendok yang sama, namun yang terjadi sekarang ... Xander memakan makanan Tita menggunakan mulutnya sendiri tanpa bantuan alat lain. Itu lebih dari cukup untuk membuktikan perasaannya pada Tita.

Pangutan mereka berlanjut, Tita memejamkan kedua matanya tanda dirinya menikmati tiap lumatan yang dilakukan Xander walau dirinya hanya berperan pasif dalam adegan sensual ini.

Diam-diam Xander tersenyum miring melihat Tita memjamkan matanya, gadisnya menikmati lumayan yang dilakukannya.

Namun sepertinya keberuntungan tak memihak pada keduannya, dering telepon pada ponsel Calista terpaksa membuat gadis itu mendorong pelan tubuh Xander agar melepaskan sesi menegangkan ini.

Xander terpaksa mundur, deru napasnya tidak beraturan. Ia menginginkannya lebih lama.

laki-laki itu mengumpat dalam hati, mengerutuki sang penelepon yang mengganggu sesi menegangkannya dengan Tita.

Sedangkan Tita berdeham terlebih dahulu sebelum mengangkat panggilan dari Eveline, sepertinye temannya di Indonesia kebingungan dan mencarinya. Rasa bersalah dirasakannya sekarang.

"CALISTA!" pekikan kencang itu menjadi lontaran pertama percakapan antar mereka berdua.

"Aku di sini, Eve," ujar Calista setelah mengulum bibirinya sendiri untuk sekadar menghilangkan rasa ciuman Xande ryang masih terasa.

Jika di New York pukul tujuh malam, maka di Indonesia masih jam enam pagi.

"Astaga, akhirnya kau menjawab panggilanku. Kau sedang di mana? Mengapa saat aku sadar dirimu tidak ada, Cal?" tanya eveline beruntun dengan nada khawatirnya. Calista meringis, kemudian menjauhkan benda pipih miliknya saat suara cempreng milik Eveline mengudara dari telepon.

Begitupun Xander, laki-laki itu setia berdiri tanpa memalingkan pandangan ke arah lain, lebih tepatnya menunggu waktu yang tepat untuk kembali mengambil alih tubuh gadis itu.

"Aku baik, Eve. Maaf tidak bisa menemanimu lebih lama, aku harus terbang ke New York tiba-tiba karena sepupuku melangsungkan pernikahan," ujar Calista memberi alibi yang cukup kuat.

Terdengar embusan napas lega dari seberang sana, "Syukurlah bila kau baik. Aku takut terjadi sesuatu hal yang buruk denganmu."

Hati Calista menghangat, rasanya menyenangkan bila dikhawatirkan sedemikian, "Kau sudah lebih baik?" tanya Calista yang rupanya ingin memanjang percakapan dengan Eveline. Hal itu ia lakukan untuk menghilangkan kegugupan yang melandanya karena keberadaan Xander di dekat tubuhnya.

"Bahkan aku sudah pulang, aku akan pulang beberapa ke rumah kedua orang tauku," ujar Eveline memberitahu.

Xander mengalah, ia mendengar semua percakapan antar dua perempuan itu karena Calista mengaktifkan speaker. Dirinya juga memahami jalan pikir Calista yang sengaja memanjangkan percakapan agar rasa canggung yang masih di rasakannya perlahan pudar.

Bahkan, rona merah pada kedua pipi dan telinganya masih belum padam.

Ia memilih melangkah maju, menekan kepala belakang Tita dan menyematkan sebuah kecupan pada kening sang gadis cukup lama. Calista memjamkan matanya, ia mneikmati kecupan hangat itu.

"Terima kasih, bibirmu sangat manis." Seusai membisikannya di telinga kiri milik Tita dan membuat gadis itu meremang, Xander berlalu memasuki ruang kerjanya.

Tidakkah Xander tahu bila perbuatannya barusan membuat Calista hanyut dalam pesonanya untuk kesekian kalinya.