Di seberang danau sialan itu?
Tapi aku tidak merasakan kehadiran siapapun selain beberapa manusia saat menguntit Lana. Aku tidak bertemu satu Volder pun sejak sampai di Finlandia, yang setelah kupikir lagi terasa aneh. Normalnya, paling tidak aku bertemu Volder yang tinggal disini atau mendeteksi keberadaan mereka.
Apa mereka sudah tahu tentang rencana kedatanganku jauh sebelum aku sampai di Helsinski? Tapi rasanya mustahil.
"Ia memiliki luka di wajahnya." kata Lana tiba-tiba.
"Luka?" ulangku. "Seperti apa lukanya?"
"Seperti goresan yang memanjang dari dahi hingga rahangnya... Apa kau mengenalnya?"
Tubuhku menegang saat mendengar deskripsinya. Oh, yeah... aku sangat mengenalnya. Lana melihat ekspresiku sejenak sebelum memucat, "Sebaiknya kita pergi sekarang, beri aku 15 menit."
Sebelum Lana beranjak untuk mengemasi barangnya kuraih tangannya untuk menahannya. "Mereka sudah ada disini, Lana."
"Jarak ke bandara hanya 20 menit, mungkin kita bisa—"
"Lana... aku tidak bisa lari. Mereka sudah ada disini sejak aku datang... bahkan mungkin sebelum aku datang." Memikirkan Lana berada di dekat para penghisap darah bangsat itu selama ini membuatku merasa marah. "Di seberang danau, huh?" gumamku sambil meremas tangan Lana di dalam genggamanku.
Lana menatapku lalu mengangguk kecil, "Apa yang akan kita lakukan?"
Aku tersenyum melihat keningnya yang berkerut serius, "Bukan kita. Hanya aku, Lana."
"Tapi—"
"Mereka hanya menginginkanku. Aku akan menghubungi pemilik cottage ini untuk memintanya mengantarmu ke bandara."
Kedua mata abu-abunya membesar lalu berubah dipenuhi kemarahan, "Bagaimana denganmu?"
"Aku akan menyusulmu."
Lana menepis tanganku lalu menjauh dariku, "Katakan padaku, Greg, apa mereka akan membiarkanmu kembali begitu saja? Hidup-hidup?"
Tentu saja tidak. "Lana, aku akan baik-baik saja." Kuraih bahunya berusaha untuk memeluknya, tapi Lana kembali menepis tanganku darinya. "Jangan menyentuhku!"
Kuangkat kedua tanganku dengan posisi menyerah, "Aku berjanji, aku akan kembali." kataku perlahan, "Okay?"
Kedua matanya kembali menatapku, mencari kebenaran di dalam kata-kataku. "Kita pergi dari tempat ini bersama... atau menghadapinya bersama. Pilihanmu."
Kupejamkan mataku, berusaha memendam rasa frutrasi yang perlahan mulai menggantikan rasa panik yang sebelumnya kurasakan. "Lana, kita tidak punya banyak waktu untuk berdebat—"
"Aku pernah tidak memintamu untuk datang ke tempat ini."
"Lalu aku harus membiarkanmu mati?" tanyaku dengan nada tinggi. "Kau ingin berdebat tentang masalah itu lagi? Sekarang?"
"Kau tidak akan membiarkanku mati, tapi kau ingin aku membiarkanmu mati? Kau pikir aku tidak tahu apa yang akan terjadi?" Ia membalasku dengan nada yang sama tingginya.
Kuhela nafasku untuk sedikit meredam kemarahanku, "Lana..." ucapku dengan lebih lembut, "Kau adalah manusia, dan Volder-Volder Rusia itu masih sangat tradisional, jika aku membawamu mereka akan menganggap aku membawakan snack untuk mereka."
Kedua mata abu-abunya menatapku dengan marah, "Aku tidak peduli."
Jika aku tidak melihat air mata yang mulai menggenang kedua sudut matanya, mungkin aku sudah mengguncang bahunya karena frustrasi dengan sikap keras kepalanya.
"Aku akan kembali." Ulangku lebih pelan, "Jika mereka ingin melukaiku, mereka sudah melakukannya sejak aku menginjakkan kaki di Finlandia."
Kedua tangan Lana menarik tangan kananku, "Greg, kumohon. Jangan pergi. Ini salahku... aku— aku akan melakukan apa saja jika kau tidak pergi."
"Seharusnya kau mengatakan hal itu sebelum meninggalkanku." Gumamku sambil melepaskan tangannya perlahan. "Aku akan kembali." Kualihkan pandanganku saat air mata pertamanya jatuh, kelemahan terbesarku adalah melihat Lana menangis. Apalagi aku yang menjadi alasannya. "Lima belas menit lagi aku akan meminta pemilik cottage mengantarmu ke bandara." kataku sebelum keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri. Saat aku menutup pintu kamar, suara isakan Lana menjadi hal terakhir yang kuingat untuk waktu yang cukup lama.
Jika saja aku tahu meninggalkannya akan menjadi hal yang sangat kusesali nanti.
***
Setengah jam setelah memastikan Lana sudah pergi aku duduk di depan rumah yang kusewa, dari kejauhan aku bisa melihat beberapa manusia masih berada di tepi danau yang dibicarakan Lana. Matahari baru saja terbenam beberapa saat yang lalu bersamaan dengan suhu udara yang turun beberapa derajat lebih dingin. Sebentar lagi orang-orang yang masih berada di pinggiran danau akan pulang, dan saat itulah aku akan pergi.
Selama beberapa saat aku berpikir untuk menghubungi Nick, tapi Eleanor baru saja melahirkan beberapa hari yang lalu. Lagipula ini adalah masalahku, aku tidak ingin melibatkan Nick untuk yang kedua kalinya.
Angin kencang berhembus membawa butiran salju ke segala arah. Untuk pertama kalinya sejak menginjakkan kaki di Finlandia aku tidak merasa terganggu dengan suhu dingin yang hampir membekukan. Pandanganku masih tertuju pada danau yang terlihat dari tempatku saat ini, cottage ini memang menghadap langsung danau sialan itu walaupun cukup jauh. Artinya, Carleon dan pengikutnya bisa melihatku dengan jelas juga jika mereka berada di sekitar danau itu. Sepertinya mereka berada di antara pepohonan di hutan yang mengitari danau, karena aku tidak bisa melihat satu pun dari mereka saat ini.
Aku tahu hal seperti ini pada akhirnya akan terjadi padaku, tapi aku tidak mengira akan terjadi saat aku bersama Lana. Jika aku mendengarkan Nick 70 tahun yang lalu semua ini tidak akan terjadi sekarang. Memburu Valkyrie adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan. Terutama Alice.
Dulu, kupikir kekuatan adalah segalanya dan aku harus mendapatkannya walaupun nyawaku sendiri menjadi taruhannya. Alice adalah bangsawan di Rusia, eh, tepatnya mantan bangsawan setelah Ia melarikan diri dari keluarganya.
Ayahnya adalah Vladimir, salah satu pangeran sekaligus jenderal perang Rusia yang masih hidup sejak ratusan tahun yang lalu. Di luar Rusia Vladimir lebih dikenal dengan nama 'Vlad The Impaler', karena salah satu kegiatan favoritnya adalah menyiksa tahanan perangnya dengan menusukkan tombak dari bagian anus korbannya hingga menembus pundak atau kepalanya lalu mempertontonkannya ke semua orang. Kadang butuh waktu berhari-hari sebelum korbannya akhirnya mati. Tentu saja, Ia melakukannya ratusan tahun yang lalu saat hal sadis seperti itu masih normal sebagai hukuman. Sekarang Ia melakukannya dengan lebih hati-hati agar tidak menarik perhatian manusia.
Dulu aku sangat, sangat bodoh. Tapi menyesalinya tidak akan membuat Vlad mengampuniku. Aku harus mencari jalan lain agar aku bisa kembali karena bagaimana pun juga aku sudah berjanji pada Lana.
Perhatianku kembali pada danau yang kini sudah sepi tidak ada satu pun mahkluk yang terlihat. Satu-satunya penerangan berasal dari sinar bulan di atas, sedangkan hutan yang mengelilingi danau tersebut terlihat gelap total. Walaupun sepertinya sepi tapi jika aku berusaha lari, mereka akan mengejarku dengan mudah. Aku yakin para Volder Rusia brengsek itu sedang menunggu pergerakanku, semakin lama aku menunda maka semakin lama pula aku membuat Lana menunggu di rumah. Kuharap Ia sudah berada di dalam pesawat saat ini.
Aku berdiri dari tempatku lalu mengenakan jaket tebal untuk melawan angin dan suhu rendah yang tidak akan jauh berbeda dengan cuaca di Rusia nanti. Seakan-akan tahu aku sangat membencinya, salju kembali turun saat aku berjalan menuju danau.
Pemilik cottage ini memberitahuku ada beberapa akses jalan yang menghubungkan cottage dengan danau, tapi saat musim salju seperti ini hanya ada satu yang tidak tertimbun salju. Jalan kecil yang dilalui Lana untuk melamun setiap pagi. Aku masih merasa jengkel pada diriku sendiri karena tidak menyadari kehadiran Volder saat menguntit Lana beberapa hari yang lalu.
Kubenamkan kedua tanganku ke dalam saku jaketku untuk mengurangi rasa dingin yang mulai membuat tanganku membeku, tidak ada suara yang terdengar selain suara sepatu bootsku yang menginjak salju dan suara burung hantu dikejauhan. Minimnya penerangan tidak membuat kedua mataku kesulitan melihat keadaan sekitarku, sama seperti beberapa hari yang lalu, hanya ada pepohonan yang tertutup salju di sepanjang jalan. Kupusatkan seluruh perhatianku pada pendengaranku, berharap bisa menangkap suara asing, tapi setelah sekian lama mendengarkan aku hanya bisa mendengar suara langkah kakiku sendiri.
Butiran salju melayang di sekitarku saat angin kencang berhembus ke arahku, kuhentikan langkahku lalu tersenyum dingin ke arah danau yang kini hanya berjarak lima puluh meter dariku. Angin yang baru saja berhembus membawa bau mereka kepadaku, aku bisa mencium setidaknya delapan Volder yang berbeda dari berbagai arah danau tersebut. Salah satunya tentu saja bau yang sangat kukenal, bau milik Carleon.
Sergius Carleon Ivanovich.
Ayahnya adalah tangan kanan Vlad, jadi bisa dipastikan Carleon juga akan menjadi tangan kanan penerus Vlad berikutnya. Sayangnya Vlad hanya memiliki 2 penerus; Alice yang sudah memutuskan hubungan dengan ayahnya... dan Dostov. Carleon sangat membenci Dostov jadi kurasa Ia masih berharap Alice yang akan melanjutkan kekuasaan ayahnya, malahan mungkin Ia berharap akan menikahi Alice dan mengambil alih kekuasaan Vlad yang bertahan selama 1200 tahun terakhir. Tsk, politik.
Tapi kuharap politik juga lah yang akan menyelamatkanku hari ini.
Hai!
Volder mau libur dua hari dulu ya karena aku lagi gak enak badan ;( Tapi tenang, hari ini double update.
Jangan lupa power stone dan review kalau suka ceritanya! ;)