(POV - Gregory Shaw)
Aku tahu tepat saat Dostov berhasil menggigit Nick, Ia tidak akan memiliki kesempatan lagi. Seketika lima orang dari klan berdiri di sekitarku untuk mencegahku memberontak. Kuteriakkan nama Nick beserta umpatan hingga satu-satunya yang terdengar di aula ini hanya suaraku.
"Dostov." Tiba-tiba sebuah suara perempuan menggema di aula ini, mengalihkan perhatian sebagian besar anggota klan brengsek ini. Aku tidak mengalihkan perhatianku dari Nick dan Dostov, menunggu celah untuk menyerang para penjagaku saat mereka lengah. "Nicholas Shaw tidak bersalah." Suara itu kembali berbicara. Aku tahu pemilik suara ini. Kudongakkan kepalaku dengan cepat ke arah sumber suara tersebut, pandanganku bertemu dengan sepasang mata berwarna biru ke abu-abuan yang jernih.
Alice berdiri di pinggir lingkaran, Ia mengenakan dress pendek berwarna hitam dan heels yang senada, rambut platinum blondenya diikat ke belakang. Sebuah selempang katana menghiasi bahunya, tangan kanannya menenteng travel bag yang sedikit kotor. Kedua matanya teralih dariku kembali ke arah Dostov dan Nick di lantai, sepertinya Dostov tidak menyadari kehadiran Alice sama sekali karena Ia masih terus menghisap darah Nick. Alice melangkah hingga Ia berada dua meter dari Dostov, tidak ada satupun anggota klan yang mencegahnya, mungkin karena mereka sama terkejutnya denganku.
"Konstantin."
Seakan-akan tersengat listrik, Dostov melepaskan gigitannya dengan sedikit lonjakan lalu mendongak ke arah Alice. Darah Nick mengalir perlahan dari kedua taringnya ke rahangnya. Aku tidak tahu mengapa Alice memanggilnya Konstantin, atau bagaimana Ia bisa mengenal Dostov. Satu-satunya hal yang kuketahui hanya keduanya sama-sama berasal dari Rusia. Dostov berdiri dari tempatnya lalu bergerak satu langkah ke arah Alice, ekspresi di wajahnya terlihat kontras dengan umurnya. Dostov adalah salah satu Volder tertua yang masih hidup, dan saat kau berumur setua Dostov menguasai emosi menjadi semudah bernafas. Ekspresi adalah kelemahan, jika musuhmu dapat membaca ekspresi di wajahmu Ia dapat mengalahkanmu dengan mudah.
Karena itu Dostov tidak pernah menunjukkan ekspresi di balik topeng wajahnya. Tapi saat Ia menatap Alice, Ia hampir terlihat seperti manusia... bukan lagi Volder berumur 800 tahun. Kurasa di antara kami semua yang terkejut saat ini, Dostov lah yang paling merasakannya. Alice hanya mengangkat alisnya sedikit lalu melemparkan travel bag yang dibawanya ke dekat kaki Dostov.
"Hadiah untukmu. Bukan Nicholas yang membunuh Alastair, jadi lepaskan dia."
Aku tidak perlu bertanya untuk mengetahui apa isi tas tersebut. Kami semua dapat mencium baunya, sebuah kepala. Kualihkan perhatianku pada penjaga disekitarku, saat ini semuanya terpaku pada Alice dan Dostov. Kudorong kedua penjaga di sampingku lalu berlari ke arah Nick, lima orang yang berada di sekitarku sebelumnya kembali menarikku sebelum aku bisa berlutut di dekat Nick. Sebuah erangan lemah keluar dari mulut Nick walaupun kedua matanya masih terpejam.
"Alisy..." Dostov mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Rusia yang tidak terlalu jelas. Dari nada suaranya aku mengira Ia sedang mengeluarkan ancaman, tapi diluar dugaanku ekspresi di wajahnya sedikit melunak setelah itu.
Alice membalasnya dengan senyuman ironis. "Hentikan semua ini, Dostov. Nicholas tidak melanggar hukum apapun. Ia tidak membunuh siapapun, benar kan, Alastair?"
Suara gumaman kemarahan seketika memenuhi aula ini. Alice menoleh kebalik bahunya, beberapa meter di belakang lingkaran terluar anggota klan ini Alastair berdiri dengan ekspresi antara jengkel dan marah. "Aku memintamu menunggu di belakangku, Alice. Sepertinya kau sudah mendahuluiku."
Alice mengangkat bahunya lalu mengalihkan pandangannya kembali ke Dostov. "Ia sudah menghabisi Nicholas saat ini jika aku harus menunggumu."
Seluruh perhatian tertuju pada Alastair lalu kembali ke Dostov lalu kembali lagi ke Alastair. "Dostov!" seorang anggota klan berseru marah, "Apa yang—"
Dostov mengangkat tangan kanannya sedikit untuk membungkam ucapan pria itu, ekspresi yang sebelumnya muncul di wajahnya sudah menghilang. "Aku ingin berbicara dengan Alastair sebelum kita menjatuhkan hukuman apapun. Dan jika kalian tidak keberatan... semua ini akan melanjutkannya besok malam."
Walaupun diiringi dengan gumaman bingung dan kesal satu per satu anggota keluar dari aula meninggalkan aku, Nick, Dostov, Alice, dan Alastair. Nick mengerang lagi lalu aku membantunya duduk, keringat dingin membasahi tubuhnya dan Ia terlihat sepucat mayat hidup. Well, Ia memang hampir menjadi mayat.
"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nafas memburu. Kutatap wajahnya perlahan, kedua mata birunya hampir sepucat kulitnya. Sebuah perasaan aneh melingkupiku saat melihat kakakku seperti ini. Ia benar-benar hampir mati. Jika Alice terlambat satu menit saja... "Alice dan Alastair muncul, klan Dostov mereka menghentikan hukumanmu. Kau tidak apa-apa, Nick?"
Nick memejamkan kedua matanya lalu mengerutkan keningnya seperti orang yang sedang kesakitan. "Aku butuh d—darah."
"Aku membawa beberapa botol di mobilku, tapi kau membutuhkan sesuatu yang lebih kuat dari darah manusia saat ini." Darah Valkyrie. Aku mendongak ke arah Alice berdiri sebelumnya tapi Ia membalikkan badannya lalu berjalan menuju pintu aula, mengikuti anggota klan terakhir yang keluar dari tempat ini.
"Kau juga tinggal, Alisy." Perintah Dostov.
Langkah Alice terhenti di tengah jalan tapi Ia tidak membalikkan badannya untuk menghadap Dostov. "Tugasku sudah selesai. Aku memiliki janji lain sebentar lagi."
"Kurasa janjimu bisa menunggu sebentar lagi. Lagipula... aku yakin berhubungan dengan manusia seperti Luke Lancaster tidak ada untungnya bagimu."
Aku tidak pernah melihat Alice kehilangan kontrol selama aku mengenalnya. Ia adalah seorang Valkyrie, jika bangsa memiliki kasta maka kasta Valkyrie berada di atas Volder. Valkyrie terkenal karena keanggunannya dan... darah dingin mereka. Alice membalikkan tubuhnya perlahan, salah satu tangannya menggenggam tali selempang samurainya. Sebuah senyuman kejam menghiasi wajahnya saat Ia menatap Dostov, "Apa yang kau inginkan, Konstantin?"
Nama itu muncul lagi, walaupun Dostov berdiri memunggungiku tapi aku dapat melihat perubahan darinya saat Alice memanggilnya dengan nama Konstantin. Atmosfir di dalam aula ini berubah sedikit tegang, dan saat itu pula aku baru menyadari Alastair sudah berpindah dari tempatnya, Ia berdiri di sudut aula dengan kedua lengannya yang terlipat di dada. Kedua alisnya berkerut dengan serius lalu Ia mengamati Alice dan Dostov dengan wajah... khawatir?
Apa yang sebenarnya terjadi?
"Kau tahu Alastair belum mati." Kata Alice saat Dostov tidak menjawab pertanyaannya yang sebelumnya. Tidak ada nada menuduh atau marah dari suaranya. Aku ingin menyela ucapannya tapi situasi aneh ini menahanku untuk membuka mulutku. "Tujuan utamamu bukan Nicholas, atau Alastair." Lanjut Alice sambil menelengkan kepalanya sedikit, menunggu respon dari Dostov.
"Mungkin aku tertarik dengan Eleanor, sudah cukup lama sejak Volder baru terakhir lahir ke dunia ini." Jawab Dostov.
Saat nama Eleanor disebut Nick membuka kedua matanya lagi, walaupun saat ini Ia hampir tidak memiliki kekuatan untuk berdiri tapi saat Ia menatap Dostov amarah dan kebencian terlihat jelas di dalamnya.
"Kau memiliki klanmu, Dostov, kau tidak pernah peduli dengan reproduksi bangsamu sebelumnya." Alice menoleh sedikit ke arahku dan Nick, tatapannya terpaku pada Nick selama beberapa saat sebelum Ia melangkah ke arah kami. Seakan-akan tahu apa yang akan dilakukan Alice, Dostov meraih pergelangan tangannya untuk menahannya mendekati kami. "Kau tidak perlu melakukannya, darahmu terlalu berharga untuknya."
Kali ini aku tidak menahan mulutku lagi, "Dostov, kau benar-benar brengsek."
Alice meraih katananya dengan tangan kanannya, untuk sesaat aku mengira Ia akan menghunuskannya ke Dostov, yang tentu saja kudukung dengan sepenuh hati. Tapi Alice hanya menggoreskan samurainya ke bagian tangannya, tepat di sebelah tangan Dostov yang sedang menggenggam pergelangan tangannya. Perlahan cairan berwarna merah pekat menetes ke lantai.
"Tiga ratus tahun kau menghindariku, dan saat kita bertemu lagi apa kau tidak bisa berpura-pura terlihat sedikit senang?" gumam Dostov dengan pelan sebelum melepaskan tangan Alice. Tanpa menoleh ke belakang Dostov berjalan menuju pintu aula, Alastair mengikutinya dari belakang.
Alice berlutut di sebelah Nick lalu mengarahkan tangannya yang terluka ke atas bibir Nick. Hanya beberapa tetes cukup untuk merangsang sel darah Nick bereproduksi seratus kali lebih cepat, tentu saja Ia tetap harus meminum darah manusia sebelum darah Alice berubah menjadi racun. Kemampuan menyembuhkan darah Alice sama efektifnya dengan kemampuan darahnya berubah menjadi racun bagi kami.
Kedua taring Nick memanjang saat darah Alice menetes di bibirnya, aku harus menahan kedua bahunya agar Ia tidak menancapkan taringnya ke pergelangan tangan Alice. Semakin banyak yang Ia minum maka semakin sulit pula menghilangkan racun Valkyrie. Alice menarik tangannya lagi saat Ia merasa Nick sudah cukup minum, lalu menungguku membantu Nick berdiri. "Aku membawa mobilmu." Gumamnya padaku.
"Kau mencuri mobilku?" tanyaku tanpa menoleh ke arahnya.
"Kurasa mobilmu sedikit menabrak pagar gedung ini sebelum diparkir, Alastair yang menyetirnya."
Kali ini aku menoleh saat membalasnya. "Jangan bilang kau menggores Porscheku."
Alice hanya mengangkat kedua bahunya sedikit. Dari jarak sedekat ini aku bisa mencium parfumnya, aku baru menyadari Alice mengenakan sedikit makeup. Dengan dress dan heels hitamnya Ia terlihat seperti akan pergi ke acara makan malam, bukan menyelamatkan seseorang yang hampir dihukum mati.
"Alice?" tanyaku perlahan, "Saat aku menghubungimu semalam... kau tidak sendirian, kan?" Setelah Eleanor meneleponku kemarin malam aku menghubungi Alice dan Eric untuk menjemputnya, sedangkan aku menyusul Nick. "Kau bersama Alastair?" tanyaku lagi saat Ia tidak menjawabku. Walaupun Nick sudah meminum darah Alice, Ia belum benar-benar kembali sehat sebelum meminum darah manusia dan beristirahat. Kutarik salah satu tangannya untuk membantunya berdiri, Alice membantuku memapah Nick agar kami bisa berjalan lebih cepat.
"Alastair mendatangiku setelah kau meneleponku. Aku tidak tahu bagaimana Ia bisa menemukanku." Jawab Alice setelah beberapa saat.
"Jadi kau tidak bersama Alastair saat itu..." Aku dan Nick sudah mengenal Alice sejak lama. Hanya ada beberapa Valkyrie di dunia ini, mungkin sekitar empat belas, mungkin kurang dari itu. Tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti. Valkyrie adalah dewi perang yang hidup selama ratusan tahun, mereka lahir dari orang tua manusia atau Volder. Tidak ada yang mengetahui bagaimana seseorang bisa terpilih dan lahir ke dunia ini sebagai Valkyrie. Banyak dari kami yang menginginkan kekuatan Valkyrie dan memburu mereka, tapi tentu saja tidak ada yang berhasil. Pertama, kemungkinan untuk bertemu dengan seorang Valkyrie sangat kecil... mungkin sekitar tujuh milyar berbanding empat belas? Kedua, tidak ada yang dapat mengalahkan mereka. Valkyrie dijuluki dewi perang bukan tanpa alasan...
Aku pernah mencobanya sekali dan hampir mati di tangan Alice. Kulirik Alice sekilas, postur tubuhnya yang anggun dan rapuh mungkin dapat menipu orang-orang yang melihatnya, tapi tidak ada yang bisa menandingi Alice dalam kecepatannya membunuh. Alice dapat membunuh musuh yang ukurannya tiga kali tubuhnya dengan satu kedipan mata. Mungkin itu alasan Dostov membiarkan kami pergi malam ini, Ia tahu tidak ada gunanya melawan Alice. Well, kalau begitu Ia cukup bijaksana.
"Apa yang kaulakukan pada mobilku?" Pikiranku teralihkan begitu aku melihat keadaan mobilku saat ini, kap depan dan salah satu sisi lampu depan rusak berat seakan-akan seseorang baru saja bermain bumper-car dengan Porscheku. "Kupikir mobilku hanya tergores, bukan hancur!"
Nick mengerang disebelahku lalu kusadari aku baru saja berteriak di sebelah telinganya. "Oh, sorry, Nick." Gumamku sambil membantunya masuk ke kursi belakang penumpang mobilku. Alice menarik salah satu sudut mulutnya ke atas sambil membantu membukakan pintu mobil. Setelah beberapa menit berdebat dan menggerutu akhirnya aku membiarkan Alice yang mengemudikan mobilku, lagipula tidak ada gunanya mengkhawatirkan mobil yang sudah hancur.
"Aku sudah mengatakan padamu, Alastair yang mengemudikannya dan Ia sangat terburu-buru." gerutu Alice saat melihat wajah cemberutku lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada jalanan.
"Mengapa kalian tidak mengambil mobil Nick?" balasku tanpa mengurangi nada jengkelku. "Aston Martinnya lebih murah dari Porscheku."
"Oh, kau ingin berdebat daripada berterimakasih padaku?" Nada suara Alice mulai meninggi.
"Diam... kalian berdua." Suara tercekat Nick membuatku dan Alice terkejut, kami sama-sama melupakan Nick di belakang. Aku menoleh ke belakang untuk mengeceknya sekilas, Nick masih memejamkan matanya sambil sedikit mengerutkan keningnya. Selama lima belas menit selanjutnya keheningan menyelimuti mobil ini.
Walaupun ini masih pukul 4 pagi dan kegelapan masih menyelimuti Manhattan, tapi orang-orang sudah mulai melakukan aktivitasnya. Sebagian sedang membuka toko mereka, sebagian baru pulang dari klub dengan wajah lelah dan setengah mabuk mereka. Kota ini tidak pernah tidur.
"Mengapa kau memanggil Dostov dengan Konstantin?" tanyaku dengan suara paling rendah agar tidak menganggu Nick.
Seperti biasa Alice menunggu sejenak sebelum menjawabku, seakan-akan Ia harus memutuskan sesuatu yang penting sebelum menjawab. "Dostov adalah singkatan dari Dostoevsky. Konstantin Alexei Dostoevsky."
"Aku tidak tahu Ia memiliki nama." Jawabku sambil menoleh ke arahnya setengah terkejut, "Setahuku Dostov tidak pernah memberitahu nama aslinya. Dan anggota klannya terlihat sama terkejutnya denganku saat kau memanggilnya Konstantin."
Alice mengangkat bahunya setengah tidak peduli, "Kurasa aku orang pertama yang memanggilnya Konstantin setelah... sekian lama. Mungkin Ia sendiri hampir melupakan namanya."
Ah. Sekarang semuanya terlihat lebih jelas bagiku. "Jadi kau sudah lama mengenal Dostov?" tanyaku dengan nada santai.
"Cukup lama."
"Sebelum kau mengenalku?" tanyaku lagi.
"Jauh sebelum aku mengenalmu, Gregory."
Aku tahu Valkyrie memiliki beberapa kelemahan, salah satu mitos yang paling sering kudengar adalah Alice akan mati saat Ia jatuh cinta. Tentu saja aku tidak mempercayainya, sebagai mahkluk rasional dan salah satu Volder yang pernah melawannya langsung, seorang Valkyrie sekuat Alice tidak mungkin kalah hanya karena... jatuh cinta. Benar-benar tidak masuk akal.
Aku memandang wajahnya lekat-lekat, beberapa helai rambut platinum blonde nya terlepas dari ikatannya hingga menjuntai dengan anggun di tengkuknya. Alice adalah salah satu mahkluk paling indah yang pernah kulihat. Well, aku memberinya gelar itu bukan karena aku menyukainya, Ia mengingatkanku pada bunga Lily of the Valley, anggun dan beracun. Setelah beberapa saat kedua mata biru keabu-abuannya melirikku dengan jengkel karena aku terus menatapnya, "Apa?"
"Apa Dostov salah satu mantan pacarmu?"
Alice menghela nafasnya dengan ekspresi menyerah, "Kau tahu? Aku lebih menyukai kakakmu, Ia tidak pernah mencampuri urusan orang lain."
"Well—"
"Dostov adalah kakakku."
"Ia adalah—apa?!"
"Terakhir kami bertemu adalah tiga ratus tahun yang lalu, Ia yang membawaku dari Rusia. Aku tidak ingin bertemu dengannya kecuali benar-benar terpaksa, karena itu aku tidak memberitahumu dan Nicholas saat—"
"Tunggu dulu," potongku, "Dostov adalah kakakmu?" otakku bahkan belum bisa menerima informasi ini. Pantas saja Dostov tidak mencoba melawan Alice, bukan karena Ia tidak bisa melawannya... tapi karena Alice adalah adiknya.
"Untuk apa kau menyembunyikannya? Jika aku tahu Dostov adalah kakakmu, aku tidak akan mengejar kekuatanmu!" Dan tidak akan ada yang berani memburu kekuatan Alice selama seluruh dunia tahu Ia adalah saudara dari pemimpin klan Volder tertua. Dostov dan Alice... mungkin di dunia manusia kekuatan mereka setara dengan bom nuklir.
Alice menghela nafasnya lagi, "Karena itu aku tidak ingin berhubungan dengannya lagi." Gumamnya sambil mengerutkan hidungnya.
"Karena Dostov akan melindungimu jika terjadi sesuatu padamu?" tanyaku dengan nada sarkasme.
"'Melindungi' dalam kamus Dostov berarti mengontrol setiap detik hidupmu." Jawab Alice dengan nada datar.
"Oh." Balasku, kali ini dengan sedikit simpati. "Well, Ia memang terlihat sedikit—"
"Gregory..."
"Yeah?"
"Berhenti bicara, suaramu membuat kepalaku sakit."
"Okay." Aku menutup mulutku selama lima belas detik sebelum membukanya lagi, "Jadi siapa Luke Lancaster?"