webnovel

Prolog

“Ih ada cewek aneh! Awas, aku mau lewat!” seruan gadis kecil di taman kota kepada seorang anak kecil yang sedang memetik bunga.

“Memangnya tidak ada jalan lain? Kanan kiriku kan kosong, kenapa kau memper—”

“Ah berisik, aku maunya lewat sini, awas!”

Gadis kecil itu mendorong anak itu, menjadikannya jatuh terduduk. Kini rok kuningnya itu menjadi coklat karena tanah lembab yang tadi sempat tersiram air hujan.

“Ahahahaha, didorong begitu saja jatuh, lemah juga ternyata ya, Nis.” timpal teman yang bersamanya.

Lalu anak itu hanya diam mematung memandangi mereka berdua pergi, berjalan meninggalkannya yang jatuh terduduk. Anak itu hanya duduk, kini bunga yang sudah dipetiknya berserakan dan beberapa telah terinjak dua gadis kecil itu saat mereka berjalan melewatinya.

Lalu tiba-tiba ada seorang anak lelaki yang mendatangi anak kecil ber-rok kuning yang telah menjadi coklat. Dia mengulurkan tangannya.

“Mau kubantu?”

****

“ARAA!!”

Seruan ibu membangunkanku dari alam mimpi.

“Sudah pagi nak, nanti kau telat!” Ibu berteriak lagi mencoba membangunkanku dari arah dapur. Rasanya berat untuk membuka mata, ingin aku melayaninya dengan memejamkan mataku lagi, tetapi..

Tunggu! Jam di wekerku menunjukkan pukul 6 pagi, ini sudah siang! Astaga!

“Ibuu, kenapa tidak membangunkanku dari tadi?!” teriakku kaget melihat jam menunjukkan hari sudah siang.

“Maaf nak, ibu lupa, lagi pula kau punya jam weker kan?”

Ah dasar weker sialan! Kenapa dia tidak membangunkan aku!

****

“Permsi pak.”

Pagi ini kuputuskan sebelum berangkat sekolah, aku mampir ke toko reparasi terlebih dahulu, membenarkan jam weker hitam milikku.

“Iya nak, ada apa ya?” seruan seseorang dari dalam toko. Akhirnya bapak penjaga toko itu keluar juga dari dalam.

“Ini pak, jam weker saya rusak, tolong dibenarkan ya pak, bisa tidak yaa?”

“Coba saya cek terlebih dahulu.”

Sembari mengambil jam ku, bapak itu mengambil kaca pembesar dari etalase. Tangannya terlihat sangat cekatan dan terampil saat bekerja.

“Oh, ini sepertinya siang nanti sudah bisa selesai nak, gampang inimah, bagaimana?”

“Wah kalau siang saya masih sekolah pak, kalau begitu saya ambil sore saja sepulang sekolah ya pak.”

“Oiya, okelah nak, siap!”

Setelah mendengar bapak itu menyanggupi, aku langsung pergi meninggalkan toko, tentunya setelah berpamitan. Kulihat jam hitam ditangan kananku, sepuluh menit lagi bel sekolah akan berbunyi.

“Ara?” Saat aku berjalan beberapa meter meninggalkan toko, kudengar ada seorang gadis memanggilku.

“Ara, bukankah biasanya kau sudah sampai sekolah?” aku menoleh, kini dia berada disampingku, mengayuh sepedanya. Ya, gadis cantik itu menggenakan sepeda warna kuning, memperlambat gerakan kakinya mengayuh sepeda.

“Ya, aku telat bangun, jam wekerku rusak.”

“Oh, jadi kau lewat sini karena ke toko reparasi jam terlebih dahulu, mereparasi jam mu itu ya? Pantas saja.” gadis itu menerka-nerka.

“Yaa, begitulah.”

Lengang beberapa detik. Aku diam sambil terus berjalan sedangkan gadis disampingku mangayuh sepedanya sambil beberapa kali dia melirik padaku.

“Kau, mau kubonceng?”

“Tidak perlu, terima kasih, aku jalan saja.”

Kemudian aku memeriksa kembali jam di tangan kananku, memastikan waktu yang kumiliki untuk berjalan akan cukup. Dan kulihat jarum jam sudah menunjukkan bahwa dalam waktu 5 menit lagi bel akan berbunyi! Sepertinya aku memang agak sial hari ini.

“Astaga! Lima menit lagi bel berbunyi! Eeh, oke, tawaran tadi masih berlaku bukan?”

Kini kami berdua sudah berboncengan, dia mencoba menggerakan kakinya secepat mungkin, mengayuh sepeda kuningnya yang terlihat sangat feminin.

“Pak sebentar, jangan tutup gerbangnya! Astaga satu menit lagi, ayo cepat Zeta!” dia terus mengayuh sepedanya, bahkan sekarang dia mengayuhnya sambil berdiri. Masih tiga ratus meter lagi dan waktu tinggal satu menit. Satpam itu sudah mulai menutup gerbang sekolah.

“Astaga, pak tunggu kami sebentar!” satpam itu hanya memberi kode untuk lebih cepat mengayuh, sementara gadis yang memboncengku sudah mulai kelelahan, gerakannya melambat.

“Ayo, semangat Zeta, sedikit lagi!” daann..

Yap, kami telat. Saat kami sampai, gerbang sudah ditutup. Kini waktu menunjukkan pukul 07.03. Kami hanya bisa terduduk di depan sekolah, bersandar di gerbangnya.

“Huft, ini sudah kedua kalinya aku terlambat. Astaga kalau sampai tiga kali ibu pasti akan membiarkanku tidur diluar selama tiga hari, ahh aku tidak mau!”

Sementara aku ribut dengan celotehanku, gadis disampingku hanya menatap kosong botol minumnya yang tersisa setengah itu. Tadi saat sampai dan berusaha membujuk satpam yang tetap saja jawabannya "tidak" kami hanya bisa duduk disini, dan gadis itu mulai meneguk air yang dibawanya, yang kini tersisa setengah.

“Kau tidak apa Zeta?” aku bertanya memastika dirinya baik-baik saja. Dia terlihat sangat terkejut.

“Aku, aku baru kali ini datang terlambat, b-bagaimana kalau nanti kita diskors dari sekolah, Ra, bagaimana kalau, kalau—"

“Tidak akan Zeta, kau tenang saja, paling nanti kita dihukum, entah menghormati bendera, atau menyikat kloset, atau yang lainnya.”

Sebelum gadis itu berbicara yang tidak-tidak aku sudah memotong kalimatnya lebih dulu. Kemudian saat aku ingin mengambil minum dari dalam tas tiba-tiba saja seseorang berlari dan menubruk gerbang sekolah.

“Pak, astaga pak, bukakan pintu gerbangnya, saya tadi, ahh, ban saya, ahh, ban sepeda saya pak! Bocor dijalan, ayolah pak bukakan pintu gerbangnya!” Gadis itu menggedor gerbang sekolah

07.05, dia telat 5 menit dari bel tanda masuk berbunyi. Tapi entah kenapa aku merasa tidak asing dengan gadis itu.

“Mera?!”