webnovel

Chapter 46

Issac dan Reynold merasakan Ogthos mulai melemah. Keduanya melihat itu adalah peluang emas mereka. Issac berlari cepat. Mengabaikan strategi untuk mengulur waktu. Di saat lehernya dilumuri banyak darah, Issac langsung menyergapnya. Tanpa ampun, sebuah tusukan ke arah iblis Ogthos. Menggeram karena tidak bisa menghentikan aksi Issac. Selain itu, sebuah hentakan kaki dari Reynold. Menginjak lengan kanan Reynold. Sedangkan lengan kiri Ogthos dipatahkan oleh Issac. Sebuah tembakan terdengar nyaring hingga menusuk ke lubang telinga Issac. Pria berambut perak merasa terganggu dengan tembakan dan jaraknya dinilai terlalu dekat.

"Kau ini—"

"Maaf," potong Reynold bernada setengah tulus.

Pria berambut perak menghela napas. Tidak tahu harus bereaksi apa saat mendengarnya. Ogthos melotot tajam saat mengetahuinya. Anak tangganya mengalami retak. Diduga karena aksi yang dilakukan Reynold. Orang ini kadang-kadang membuatku kesal, gerutu Issac dalm hati. Sebuah tongkat sihirnya dikeluarkan. Diayunkan sebanyak dua kali. Sebuah rapalan mantra dibacakan Issac. Muncullah sebuah rune sihir berbentuk lingkaran. Mengikat kedua pergelangan tangan Ogthos. Tiba-tiba, sengatan listrik menyetrum tubuhnya. Mengerang kesakitan setelah disihir oleh Issac. Semakin iblis itu menarik lengannya, semakin kuat dan berbahaya sengatan listrik begitu membesar.

"Sialan kau …"

"Katakan di mana Tiecia dan Kiyoyasu, jika tidak—"

"Aku ini Tiecia bego!" sebuah teriakan dari mulut gadis penuh lantang.

Baik Reynold maupun Issac mengerutkan kening. Baru kali ini, dia bertemu dengan seorang gadis menyatu sama iblis. Apalagi, Ogthos salah satu dari iblis yang dimaksud. Walau demikian tidak menurunkan waspada mereka.

"Jangan bohong. Tidak mungkin Tiecia terhisap begitu saja dengan mudah," sanggah Issac.

"Betul yang dikatakan oleh Issac. Sebaiknya jangan pura-pura menyamar jadi Tiecia dan jawab sejujurnya."

"Hei! Aku ini beneran Tiecia lho. Tubuhku itu menyatu dengan Ogthos secara tiba-tiba. Jangan salahkan aku dong!" bantahnya.

Kedua pria itu saling memandang. Sihir rune berbentuk lingkaran terus menyentrumnya tanpa henti. Ogthos mengerang kesakitan.

"Sialan kau gadis kecil …"

"Apa ucapannya barusan itu benar?" tanya Reynold menodongkan senapannya ke kening iblis tersebut.

"Sepertinya begitu. Kita mungkin khawatir dengan keadaan Kiyoyasu. Apalagi, berhadapan dengan dua monster berbahaya. Kita harus bertemu dengan dia segera dan menyusun rencana."

Itulah yang dipikirkan Issac. Pria berambut perak juga memperhatikan sekelilingnya. Istana ini terbilang lama. Dari anak tangga spiral, belum lagi dari batu berukuran cukup besar dan tebal. Disusun rapi hingga tidak ada celah yang menonjol. Issac menoleh sekelilingnya. Pergerakan mereka terkunci saat munculnya monster-monster dari The Blind Angel Snake. Lirikan kedua mata tertuju pada monster di atas. Salah satu monster berkaki empat, memiliki cakar yang cukup tajam. Tidak ada bola mata kecuali mencium aroma darah. Otaknya terbungkus dengan kulitnya, perlahan mulai mengelupas. Sebuah kulit berjatuhan mengenai pijakan anak tangga. Sergapan dari monster berkaki empat menyerang Issac. Pria berambut perak menyeret Ogthos sambil menoleh ke belakang.

"Sial!" umpatnya berdecak lidah.

"Issac, biarkan aku yang—"

"Tidak. Sepertinya, aku yang akan mengulur waktu di sini. Terlebih, peluru senapanmu tinggal beberapa lagi bukan?" tebak Issac.

Ucapan dari pria berambut perak ada benarnya. Pasca menghabisi Dark slime dan menghentikan iblis Ogthos, dia tidak memiliki amunisi yang tersisa.

Langkah kaki berjalan menuruni anak tangga, sejumlah tiga buah. Lengan kanan mencengkram bagian tengah tombaknya. Keluarlah energi kegelapan sambil fokus menatap monster berkaki empat. Otaknya memompa sangat kencang. Seperti organ jantung. Perisai miliknya sudah mulai retak. Dia tidak memiliki persediaan lagi. Tetapi itu sudah lebih dari cukup.

"Pergilah Reynold. Aku akan menyusul," ujar Issac memerintahkannya untuk membawa iblis Ogthos.

Reynold membalas responnya berupa anggukan. Lengan kiri ditariknya meski rune sihir lingkaran masih menyetrumnya. Tongkat sihirnya diayunkan ke belakang tanpa menoleh. Sebuah pelindung terpasang, tidak membiarkan siapa pun yang lewat. Sorotan kedua bola mata tertuju pada monster itu. Pemuda berambut perak berlari kencang. Menyerang monster berkaki empat. Otaknya memerintahkan pada sesama untuk mengalahkan Issac. Begitu juga sebaliknya, dia berkeinginan untuk melawan mereka. Tanpa beri ampun, Issac menusuk dari bawah. Tusukan itu mendorong kedua kakinya. Hentakan kencang beserta teriakan kencang dari rongga mulutnya. Menusuk tiga kali, langsung merunduk kembali. Perisai miliknya didorong dari depan. Kaki kanan diputar mengenai otak monster berkaki empat. Kemudian, dia menusuk kembali. Energi kegelapan miliknya menghisap tubuhnya. Menghancurkannya dari dalam. Issac terkena cakarannya, telapak tangan dia mencengkram otaknya. Issac menekannya sekuat tenaga. Cipratan darah keluar membasahi anak tangganya. Bau amis menyengat hingga masuk ke dalam rongga hidung Issac. Tetapi, dia berusaha untuk melawan.

Tubuhnya berputar dari samping kanan, memukul monster berkaki empat. Satu persatu, makhluk itu memanggil bala bantuan. Tangan kanan melempari tombaknya. Disambut berupa serangan dari belakang. Issac menodongkan kepalanya dari depan, mengenai otak monster berkaki empat. The Blind Angel Snake terus membuahi monster berkaki empat. Mirip seperti orang yang hendak buang air besar. Keluarnya dari lubang kotoran berbentuk mungil dari The Blind Angel Snake. Issac sulit membayangkan hal itu. Di samping itu, pandangan semacam itu bisa berubah seiring berjalannya waktu. Hal yang dimaksud ucapan Issac adalah jantung yang belum lengkap. Jadi hanya mengandalkan buangan dari tubuh The Blind Angel Snake. Monster berkaki empat berjumlah empat ekor, menyerang dari empat sisi. Sebuah lengan kiri Issac diangkat melindungi dirinya, keluarlah sebuah perisai tanpa kasat mata. Memantulkan serangan fisik dari monster berkaki empat. Tepat saat Issac sedang berjongkok. Pemuda berambut perak menerjangnya tanpa henti. Tusukan, bertahan terus dilakukan. Hingga pakaian yang dikenakan penuh berlumuran darah. The Blind Angel Snake tidak terima dengan monster berkaki empat yang terus menerus dibunuh olehnya. Issac tersenyum miring, menunggu momen yang tepat untuk mengakhir ini semua.

~o0o~

Sementara itu, Reynold menyeret iblis Ogthos kala meringis kesakitan. Tidak menyangka tubuhnya akan seberat besi. Hingga mencapai ¾ anak tangga, sosok seorang laki-laki berbaju zirah muncul membawa tombak trisula. Menerobos dari jendela samping kanan. Pecahan kaca terdengar cukup nyaring. Reynold menodongkan shotgun ke jendela. Pria berbaju zirah bersama dengan tiga orang di belakang.

"The Blind Angel Snake! Di mana kau berada?" teriaknya.

"Berisik. Aku sedang sibuk!" keluh Reynold.

"Ada suara orang?"

Akhirnya, dia bergegas ke asal suara tersebut. Menuruni anak tangga, mengabaikan kuda laut lantaran salah satu pria menggenggam tali kekangnya. Dia bertemu dengan Reynold. Sebuah ayunan tongkat trisulanya, ditodongkan ke wajah pria bertopi bundar.

"Siapa kau? Dan kenapa kau ada di istana ini?"

"Itukah yang penting?" gerutu Reynold bernada sarkas.

The Blind Angel Snake membuahi sesuatu dari jantungnya. Keluarlah monster berkepala empat dari langit. Anak tangga kali ini dikerumuni segerombolan monster berkaki empat.

"Sialan kau The Blind Angel Snake! Berani-beraninya kau—"

"The Blind Angel Snake … The Blind Angel Snake …"

"Tunggu dulu. Kau tahu yang dimaksud?" tanya Reynold pada iblis Ogthos.

Akhirnya, suara lirih dari mulutnya. Menghembuskan asap hitam transparan. Pria berbaju zirah itu mengerutkan kening. Mendongak pada The Blind Angel Snake yang terbang di langit. Langit pun berubah menjadi gelap dan dipenuhi bulan purnama.

"Apa sebaiknya kita harus segera pergi dari sini?"

"Tidak sebelum—"

"Aku tidak membicarakan padamu, pria aneh!" cibir Reynold.

Ekspresi kaget dari wajah pria berbaju zirah pembawa tongkat trisula. Semburan air yang ada di ujung tombak mengecil. Menyadari bahwa makhluk The Blind Angel Snake akan mulai menyerang balik. Sementara itu, Asmadeus melihat sosok pria berbaju zirah sedang mengayunkan tongkat trisula. Meski waktu yang tersisa hanyalah sedikit, Asmadeus merasa bahwa dirinya tidak berguna saat menolong cucunya. Kini, menghabiskan waktu tersisa untuk melihat pertarungan akhir antara The Blind Angel Snake melawan teman-teman Tiecia dan pahlawan. Berharap mereka tidak terlanjur kecewa.