webnovel

Chapter 35

Tiba-tiba, Kiyoyasu menoleh ke belakang. Sosok bayangan mengelilinginya, berlambang klan Nagasaki. Kiyoyasu berdecak lidah. Mereka telah mengganggu perbincangan dengan roh Muramasa. Kiyoyasu mencengkram pedang kayunya. Bersiap untuk diayunkan. Ketika salah satu dari mereka melemparkan sebilah pisau dan puluhan kunai, Kiyoyasu menangkisnya dengan cepat. Muramasa sendiri duduk terdiam sembari mengamati pergerakan pria di sampingnya. Selangkah demi selangkah dia gerakkan. Menggerakkan pinggulnya dengan cepat. Sebuah hentakan dari Kiyoyasu secara vertikal, membelah pusaran angin. Para pembunuh itu menghindarinya. Pergelangan telapak tangan mencengkram gagang pedangnya. Sadar bahwa Muramasa sendiri mengawasinya. Dia berlari cepat sambil mengayunkan pedang secara horizontal. Sedangkan dua pembunuh itu mendekati Kiyoyasu. Sorotan kedua matanya mencengkram keras kepalanya. Dihentakkan ke bawah dengan mata yang tidak lepas dari helaian rambut. Hentakan keras dari telapak tangannya. Kemudian, Kiyoyasu mundur ke belakang. Mendorong kaki dari belakang. Para pembunuh tersentak kaget dengan serrangan barusan. Belum puas sampai disitu, Kiyoyasu memutar anggota tubuhnya. Kedua kakinya ditekuk dari depan. Bersiap untuk menendang ke atas.

Kiyoyasu menarik napas dalam-dalam. Melotot tajam mengarah ke orang-orang yang mencoba membunuhnya. Baitsuna melompat ke wajah para pembunuh. Suara geraman dari mulutnya. Menyemburkan api beserta melingkarkan menyala-nyala. Para pembunuh bergeser ke samping kanan. Mencari celah untuk menerjang Kiyoyasu. Beberapa detik berselang, mereka melompat ke arahnya. Kiyoyasu membaca pergerakan mereka. Bersiap untuk melepaskan serangan akhir. Tebasan diagonal sembari berkonsentrasi penuh. Mempercepat pergerakannya karena mencari keberadaan istri dan anak-anaknya. Menebasnya dengan aura membunuh.

Muramasa tersenyum miring ke kanan. Sangat menikmati pertarungan cepat itu. Sorotan matanya tidak lepas dari situ. Selain itu, Kiyoyasu mengambil jalan alternatif lainnya kala sedang diserang dari berbagai penjuru. Saat hendak menyerang, Baitsuna dari ras Kitsune mulai waspada terhadapnya. Sorotan mata dia tertuju dari pedang yang dia genggam. Muramasa merasakan aliran energi dari dalam tubuhnya.

"Tidak buruk juga."

Namun Kiyoyasu tidak merespon apapun. Sebaliknya, dia hendak ingin mengakhiri pertarungan sesegera mungkin. Para pembunuh itu melemparkan dua buah kunai. Kiyoyasu menangkapnya cepat. Menebas angin hingga tubuh mereka terbelah jadi dua bagian. Cipratan darah mengalir dari tubuh mereka. Muntah darah keluar dari mulutnya. Tubuhnya langsung tersungkur ke tanah. Dengan cepat-cepat, Kiyoyasu berlari sekencang-kencangnya.

"O-oi Kiyoyasu! Jangan cepat-cepat!" teriak Muramasa.

Namun, dia tidak mengindahkan perkataannya. Baitsuna berdecak kesal. Dia pun masuk ke dalam tubuh Kiyoyasu tanpa seizinnya.

"Apa yang kau lakukan? Keluar dari tubuhku!"

"Ogah! Aku lebih suka nyaman di sini."

Walau demikian, Kiyoyasu tidak kuasa menahannya. Dia menerjang lurus tanpa henti. Mendapati segerombolan monster telah menghabisi orang-orang sekitarnya di Desa Edo. Suara geraman beserta air liurnya menetes. Kiyoyasu mulai tidak ada keraguan dalam dirinya. Bersiap untuk membunuh siapa saja yang hendak menghalanginya. Tebasan dan tebasan terus dilakukan. Cipratan darah dan bau amis menyengat ke lubang hitam Kiyoyasu. Tetapi, dia tidak peduli dengan hal itu.

Hingga dia mendapati sosok monster sedang memakan Yuriko istrinya dan dua anaknya. Darah bercucuran dari sana. Pedangnya terlepas dari genggaman tangan Kiyoyasu. Dia tidak bisa menyembunyikan kesedihan, amarah, putus asa secara bersamaan. Kedua bola matanya seakan ini hanyalah bohongan belaka. Melihat monster itu mengunyah daging Yuriko sekaligus menyobek pakaiannya. Dia melihat bayi laki-laki hendak mau dimakan. Saat itulah, Kiyoyasu langsung menghabisi monster itu.

Muramasa yang baru saja sampai, tidak bisa menyembunyikan rasa jijik dan mual secara bersamaan. Dia melihat sosok Kiyoyasu yang berubah secara drastis. Dingin, tanpa belas kasihan. Dia menggenggam bayi yang sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Diduga anak terakhirnya mengalami keracunan dari darah yang masuk ke dalam mulutnya. Menghembuskan napas terakhir tanpa disadari olehnya. Kiyoyasu menaruh bayi itu dengan pelan-pelan. Menadahkan kedua telapak tangan anak pertamanya dan Yuriko. Kepalan kedua telapak tangan dicengkram kuat. Dia menarik napas panjang. Berjalan melewati Muramasa tanpa sepatah kata pun.

~o0o~

Dia tidak bisa menyembunyikan kesedihan, amarah, putus asa secara bersamaan. Kedua bola matanya seakan ini hanyalah bohongan belaka. Melihat monster itu mengunyah daging Yuriko sekaligus menyobek pakaiannya. Dia melihat bayi laki-laki hendak mau dimakan. Saat itulah, Kiyoyasu langsung menghabisi monster itu.

Muramasa yang baru saja sampai, tidak bisa menyembunyikan rasa jijik dan mual secara bersamaan. Dia melihat sosok Kiyoyasu yang berubah secara drastis. Dingin, tanpa belas kasihan. Dia menggenggam bayi yang sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Diduga anak terakhirnya mengalami keracunan dari darah yang masuk ke dalam mulutnya. Menghembuskan napas terakhir tanpa disadari olehnya. Kiyoyasu menaruh bayi itu dengan pelan-pelan. Menadahkan kedua telapak tangan anak pertamanya dan Yuriko. Kepalan kedua telapak tangan dicengkram kuat. Dia menarik napas panjang. Berjalan melewati Muramasa tanpa sepatah kata pun.

"Kiyoyasu …"

"Maaf. Aku sedang berduka. Tidak ingin berbicara dengan siapapun."

"Bukan itu maksudku. Lihat di sana," ucap Muramasa tunjuk ke arah sumbernya.

Kiyoyasu mendongak pada sosok yang tidak asing di matanya. Yoriaki Nagasaki sedang dirasuki oleh gumpalan warna hitam. Kedua matanya terbelalak kaget saat melihat sosok dia benci. Orang yang sudah merenggut warga sekitarnya. Istrinya, Yuriko dan dua buah hatinya. Bayi yang diselamatkan Kiyoyasu sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Muramasa dan Baitsuna saling menoleh. Takut mereka membuat Kiyoyasu marah besar.

"Kiyoyasu! Ayo kita selesaikan urusan kita berdua antara klan Ogasawara! Kuharap kau tidak melarikan diri!" bentak Yoriaki menyeringai.

Air mendidih dalam pembuluh darah dari telapak tangannya. Sarafnya turut menegang. Sorot kedua bola matanya melotot pada sosok Kiyoyasu.

"Muramasa … pinjamkan aku kekuatanmu."

"Kau yakin? Untuk bisa menggunakannya kekuatanku, kau harus—"

"Persetan dengan penjelasanmu, pedang sialan! Aku tidak peduli kontrak dengan iblis atau apalah itu, selama aku bisa membunuh si brengsek ini!" bentak dan potong keluar dari mulut Kiyoyasu.

Senyuman lebar dan miring dari Muramasa. Tiba-tiba, pikirannya dia berubah. Memutuskan untuk membantu Kiyoyasu membalaskan dendam. Terlebih, aura kegelapan menyelimuti pikiran hingga tidak jernih.

"Yoriaki … kau tidak perlu meladeni pria bernama Kiyoyasu itu. Kita tidak punya waktu untuk melawannya."

"Tapi—" belum selesai bicara, nada suara The Blind Angel Snake ditekan sekuat tenaga.

Yoriaki tidak bisa berkutik mendengarnya. Mau tidak mau, dia menuruti perkataannya. The Blind Angel Snake menyebutkan untuk mencari core tubuh darinya. Yaitu core dari Root Devil Snake dalam jumlah banyak.

"Pertarungan ini belum berakhir Kiyoyasu. Pertemuan kita selanjutnya akan menentukan siapa di antara kita yang bertahan hidup. Akan kuingat ini!"

"Tunggu dulu Yoriaki! Jangan pergi kau!"

Tiba-tiba, indera penglihatan Kiyoyasu memudar. Pedang yang digenggamnya juga menghilang. Kedua lengannya melemas. Mulut Kiyoyasu ternganga lebar. Seketika, langsung ambruk dan penglihatannya mulai gelap.

~o0o~

"Kau pasti bernama Kiyoyasu bukan?"

Kiyoyasu menoleh ke belakang. Suara seorang pria tua bernada dingin. Menatap tajam pada Kiyoyasu saat hendak menyusup. Seorang pria tua menggenggam tongkat sihir panjang, bersama dengan dua murid bermuka sangar.

"Penyamaranku ketahuan rupanya ya."

"Kepala Sekolah Clay meminta anda untuk diantarkan ke ruangan beliau segera."

"Kalau aku menolak?" tanya Kiyoyasu bernada sinis.

Sebuah tongkat besar diacungkan menyayat permukaan kulit Kiyoyasu. Bekas sayatan itu meneteskan darah membasahi pipinya. Orang biasa tidak akan menerima perlakuan semacam itu. Akan tetapi, sangat berbeda jika itu Kiyoyasu.

"Profesor Watts!"

"Aku tahu! Tapi ini perintah dari Kepala sekolah. Jangan membuatku bertanggung jawab atas tragedi sekolah ini."

"Tragedi? Maksudmu Astraldi sialan itu?"

Professor Watts terbelalak kaget mendengarnya. Terutama dua siswa berwajah sangar itu. Kiyoyasu memiringkan kepalanya. Mengekspresikan berupa senyuman aneh kepada ketiga laki-laki itu.

Akhirnya, Kiyoyasu mengikuti kemauan dari Kepala sekolah bernama Clay. Terlihat raut wajah tidak senang terpancar dari kedua siswa itu. Mereka membuang wajahnya, enggan bertatap muka dengan Kiyoyasu.

"Jika kalian berdua berpikir aku memerintahkan makhluk itu, kalian salah besar."

"Ap—"

"Asal kalian tahu saja. Mereka itu berasal dari Unknown Origin yang terkurung tanpa sebab."

Kiyoyasu mengatakan sedikit benar dan salah. Memang benar makhluk itu Astraldi dari Unknown Origin Dungeon. Tetapi sesungguhnya ada di balik itu semua. Dan Kiyoyasu tidak berniat menceritakan kepada siapapun.

Selama mereka berjalan, para siswa hanya mengamati Kiyoyasu dan Profesor Watts yang membawanya ke ruangan Kepala sekolah Clay. Dalam lubuk hati beliau, ada sesuatu yang terjadi hingga memerintahkan untuk membawa dia kemari.

Situasi menegang saat para siswa berlomba mengejar waktu untuk menyembuhkan orang yang sakit. Kiyoyasu teringat saat Desa Edo ditunjuk sebagai petugas medis dadakan lantaran mereka juga menguasai obat-obatan dan penyembuh. Hampir sama seperti sihir yang dimiliki para pendeta gereja. Beruntung, mereka masih pada kuat lantaran pelindungnya cukup kuat. Tidak salah jika Kiyoyasu membutuhkan waktu lama untuk sekedar menyusup semata.

Kedua kakinya berhenti di depan pintu. Profesor Watts menoleh pada dua siswanya.

"Kalian berdua tolong sembuhkan para siswa yang terluka. Sisanya aku yang ambil alih."

"Baik Profesor!"

Akhirnya, Kiyoyasu bisa berduaan dengan Profesor Watts. Sebuah pintu terbuka lebar. Membiarkan Pria mengenakan baju zirah itu mengikutinya dari belakang.

Di saat Kiyoyasu berjalan menaiki anak tangga, terlihat banyak sekali golem dalam posisi siaga. Diduga karena tidak ingin tragedi monster seperti Astraldi terulang. Kiyoyasu tidak dapat berkomentar apapun soal ini. Desain anak tangga menyerupai spiral. Sampai-sampai, orang yang belum terbiasa, akan lebih cepat mengalami pusing. Profesor Watts berhenti di depan pintu, mengetuk pintunya sebanyak tiga kali.

Tiba-tiba, suara decitan pintu terdengar dari belakang. Dia didatangi oleh seorang pria yang tidak asing di matanya. Tatapan lurus, menatap dirinya penuh tegas dan berwibawa. Mengenakan seragam dengan baju berlengan panjang dan kain renda emas pada bagian pundaknya. Serta di belakangnya, satu pelayan dan makhluk Golem berdiri tegap tanpa bersuara kecuali hentakan kedua kakinya. Berjalan disertai menarik kedua lengannya ke belakang. Melangkahkan kedua kakinya, berbelok ke kanan. Memperhatikan setiap ruangan yang dia pijak. Telapak tangannya menyentuh dinding yang terlapis dari kayu. Tongkat sihirnya dikeluarkan. Menyunggingkan senyum kepadanya. Di belakangnya, Profesor Watts memohon pamit untuk pergi mengurus para siswa terluka. Clay pun mengizinkannya, menatap Kiyoyasu sembari mengulurkan tangan kanan padanya.

"Selamat datang di sekolah akademi Daponia …"

"Kau pasti Clay Stanton bukan?"

"Sebuah kehormatan namaku dikenal oleh warga Desa Edo."

"Tidak perlu basa-basi begitu. Katakan apa maumu sebenarnya, Clay!"

Ksatria yang bersamanya memancarkan aura menegang dan mengeluarkan senjata. Sedangkan pelayan memasang hawa membunuh. Tetapi, Clay menadahkan lengan kanan pada mereka berdua.

Namun, Clay tidak mengatakan sedikitpun. Dia lebih tertarik dengan apa yang ditemukan oleh Kiyoyasu. Tongkat sihirnya diayunkan sekuat tenaga. Membuka isi memori dari pria itu.

"Apa yang kau—"

"Tenang saja. Ini tidak akan terasa sakit."

Ketika Kiyoyasu hendak mencegahnya, sudah terlambat untuk menghentikan aksi Clay. Dirinya masuk ke dalam ingatan pria yang dia bicarakan. Sayangnya, sihir dia terkena blok oleh Kiyoyasu. Pria mengenakan baju zirah ala samurai berbalik badan.

"Kau tidak akan menemukan apapun dalam tubuh Kiyoyasu di sana, penyusup. Dan aku tidak mengizinkanmu untuk masuk ke dalam ingatannya."

Suara menggema masuk ke gendang telinganya. Muncullah Kitsune bernama Baitsuna. Bersama dengan Kiyoyasu yang mengeluarkan aura hitam keemasan. Clay tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Tangan kanannya menyentuh ekor Kitsune. Tetapi, giginya terbuka lebar. Berusaha menggigit Clay. Dengan spontan, tangannya mundur beserta mengungkapkan ekspresi lega.

"Oi bocah!"

"Jangan memanggilku dengan sebutan bocah. Aku masih muda kau tahu," kata Clay terus menyunggingkan senyum.

"Huh! Kau pikir aku tidak tahu? Umurmu itu—"

"Maafkan aku atas sikap kurang ajarku terhadap Kiyoyasu."

Clay langsung memotong pembicaraan tanpa mengindahkan perkataan ras kitsune. Kiyoyasu terdiam sejenak, mendengarkan perkataan dari Clay.

"Bisakah kau memberitahukanku mengenai apa yang terjadi dengan Desa Edo?"

"Haruskah aku wajib bercerita kepadamu Clay Stanton?"

"Bukan begitu. Tapi jika kau tidak suka maka—"

Ekspresi Kiyoyasu menegang. Tiba-tiba, pedang odachi miliknya diayunkan. Membelah tubuh Clay hingga kesadaran beliau terbangun secara paksa. Tarikan napas begitu keluar. Sampai-sampai, menoleh pada Kiyoyasu dengan tatapan mengerikan. Aura hitam di sekelilingnya. Sepertinya, Clay telah melakukan kesalahan fatal.

"… pergi."

"Apa yang kau—"

Sebuah bola asap dikeluarkan. Mengaburkan pandangan indera penglihatannya. Clay mencoba untuk menghapus jejak asapnya. Akan tetapi, Kiyoyasu keburu menghilang. Golem dan pelayan kebingungan dengan reaksi barusan.

"Sial! Harusnya aku tidak mendesaknya untuk bicara. Dengan begini, aku akan kesulitan bertatap muka lagi dengannya."