webnovel

Chapter 15

Issac dan Reynold telah selesai membasmi musuh semacam undead. Tombak hitamnya telah berhenti mengalirkan energi berwarna hitam. Tarikan napas lega meski tubuhnya mengalami kelelahan. Bahu samping kanan diputar-putar. Pemuda berambut perak berkedip, mengeluarkan pedang. Berjalan menghampiri tiap undead. Mengambil barang yang berguna selama berada di bawah Aeckland Stronghold. Bau amis banyak darah bercucuran di sekitarnya. Diduga efek penghilang aroma mulai menghilang. Seharusnya, Issac berburu monster di sekeliling Aeckland Stronghold dan meminum obat itu. Kedua kakinya jongkok. Mengangkat kepala salah satu undead. Energi sihir dalam dirinya mengalir ke sana. Menjadikan dia sebagai percobaan kelinci bagi Issac.

"Percuma saja kau mengontrolnya."

"Kenapa begitu?" tanya Issac bangkit berdiri.

"Karena dulunya aku pernah melakukan hal itu. Hasilnya tidak memuaskan. Mereka tidak mengindahkan perkataanku," keluh Reynold mengangkat kedua bahunya.

Saat Reynold berkata, tiba-tiba kedua bola matanya memancarkan warna merah menyala-nyala. Tubuhnya bergerak sendiri. Bangkit berdiri sambil mengangkat gagang pedang. Lalu diayunkan ke arah Issac. Dia pun menghindar ke belakang. Mengamati pergerakan salah satu undead. Rahang giginya bergetar, sepertinya menolak perintah yang diberikan Issac.

"Itulah akibatnya kau tidak mendengarkan kata-kataku," kata Reynold menahan tawa.

"Berisik. Lagipula, aku lebih suka seperti ini," celetuk Issac menghindar.

"Tapi itu sama saja cari mati bukan? Orang normal tidak akan berpikir seperti itu."

Pemuda berambut perak tidak mengatakan apapun. Setiap serangan yang dilancarkan undead tidak berhenti sampai disitu. Kedua kakinya berputar ke kanan. Menjegal sambil memotong bagian belakang lehernya. Beruntung, pedang itu masih dia genggam. Diayunkan sekuat tenaga hingga tubuhnya terbelah. Walau demikian, Issac tidak menikmatinya. Kedua telapak tangannya gemetaran. Kemudian, dia membuang ke lantai. Menatap tajam pada Reynold yang daritadi tidak melakukan apapun kecuali mengeluh.

Reynold melirik area sekitarnya. Begitu gelap dan minim pencahayaan. Pantas saja para undead sudah terbiasa akan hal itu. Serta baru tahu tiap sisi ada semacam tempat penjara untuk mengurung monster. Manusia tidak mungkin dikurung dengan ukuran seluas itu. Reynold mendekat menuju ruang penjara. Menyentuh pagar besi berkarat.

Suara kelelawar bersarang di atap bawah tanah. Permukaan logamnya mulai keropos. Ada beberapa pagar dalam keadaan rusak parah dan ada yang masih utuh. Walau demikian, Reynold tidak punya pilihan kecuali meneruskan perjalanan. Selama dirinya berada di ruangan ini, ada sesuatu yang menarik perhatian keduanya. Reynold menemukan sebuah kunci berwarna coklat. Belum tahu kegunaannya untuk apa. Dia pun menaruh kunci dalam saku celana. Berjalan cepat sembari mengawasi Issac sedang memotong sesuatu dari tubuh Bullmond. Pemuda berambut perak telah menemukan apa yang dicari. Bergegas menuju ke arah kanan. Sebuah pintu yang baru saja dilalui oleh Issac, sekaligus pertama kali bagi Reynold. Keduanya berjalan melambat. Selangkah demi selangkah berjalan. Mengarahkan tongkat sihir yang digenggamnya ke atas. Sebuah kilatan cahaya menyala begitu saja. Kedua bola matanya terus melirik sekitarnya. Termasuk Reynold mencari sesuatu untuk amunisi shotgun. Sebuah kotak dia hancurkan, bersuara retakan cukup keras mengganggu di telinga. Issac tidak terganggu dengan suara semacam itu. Memalingkan wajah dan fokus menuju lokasi yang belum ditelusuri.

Keduanya terus berjalan. Permukaan dindingnya berubah. Terbuat dari batu mineral yang terkandung pada permukaannya. Issac dan Reynold terus berjalan. Dua buah kayu berdiri tegap, hingga lima buah terpasang untuk menaiki atap gua. Di pojok sebelah kiri, sebuah anak tangga dari permukaan serupa. Reynold pun menaikinya. Sedangkan Issac berada di antara kayu-kayu tersebut. Melirik sesuatu yang berbarga nantinya. Saat hendak melewati kayu di sekitarnya, sekumpulan undead mulai bangkit. Helaan napas keluar dari mulut pemuda berambut perak. Sementara itu, Reynold telah sampai di lantai atas. Bergerak secara hati-hati. Di bawahnya, nampak Issac sedang melakukan serangan nusuk ke tiap orb yang ada dalam dadanya. Dengan hati-hati, Reynold berjalan menyeimbangkan tubuhnya. Karena di depan dia, sebuah kayu dengan ukuran 10 sentimeter terpasang tanpa ada pengaman sama sekali. Satu langkah digerakkan dari sepatu kanan Reynold. Disusul sebelah kiri. Kedua matanya fokus ke depan dan memperhatikan langkah kakinya. Supaya tidak jatuh nantinya.

Setelah para undead tersisa dihabisi, ada seekor katak yang pernah Issac lawan. Tetapi, ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan monster yang pemuda berambut perak hadapi. Issac berlari kencang. Memegang tombaknya sembari melemparkan ke tubuh katak itu.

"Bulprogi!" ucap Issac dengan wajah mengeras. Kedua telapak tangannya menggenggam erat tombak dia. "Musuh yang merepotkan."

Di balik keluhan yang dikatakan Issac, pemuda berambut perak memilih berlari ke samping. Berbeda dengan sebelumnya, dia menyadari dirinya tidak diuntungkan tempat yang sempit itu. Apalagi, kemunculan Bulprogi bertambah seekor. Jadinya, ada dua ekor sedang menjulurkan lidah panjangnya. Memutar tombak disertai mengalirkan energi hitam kegelapan. Berdecak kesal melihat situasi tidak menguntungkan.

Kedua lengan Reynold diangkat separuh. Hingga berada sampai di depan. Berbelok kanan. Ada sebuah jalan sempit ke dalam. Reynold berjongkok dan merangkak. Berhati-hati masuk ke dalam. Dia tidak bisa melihat apapun kecuali gelap. Kedua telapak tangannya terus meraba-raba dinding. Serta merangkak di dalam lorong. Di tengah perjalanan, ada secuil cahaya di depan matanya. Reynold menaruh sedikit harapan meski diselingi kewaspadaan yang meningkat. Dia tidak ingin masuk ke dalam perangkap. Telapak tangan kanan menadahkan sesuatu ke tanah. Cairan hitam hingga berwujud padat. Sampingnya, seekor laba-laba berjalan merayap ke dinding. Kecepatan kakinya melesat menuju kilauan cahaya bersinar.

Sementara itu, kedua ekor Bulprogi menggunakan serangan fisik berupa menjulurkan lidah pada Issac. Tangan kanan pada Pemuda berambut perak mencengkram tombak dengan erat. Fokus terhadap serangan balik.

~o0o~

Kedua ekor Bulprogi berdengkang keras. Issac tidak menyangka harus berhadapan dengan monster katak sejenis beda ukuran. Pemuda berambut perak mengambil langkah inisiatif untuk menyerang. Mengalirkan enrgi kegelapan dalam dirinya. Tongkat sihirnya disarungkan. Bersiap untuk menyerang sekuat tenaga. Tubuhnya secara spontanitas menghindar. Pergerakan pemuda berambut perak terkunci lantaran Bulprogi di depan matanya. Issac menggaruk-garuk kepala. Mengerahkan segala kekuatannya. Dia melompat sembari menggunakan mantra pengikat dari tombak energi kegelapan. Keluarlah sebuah tali berbentuk segi panjang yang memanjang seperti selendang. Melesat hingga melingkarkan tubuh Bulprogi, mencapai enam lapis terikat. Suara kodok menguak kencang. Issac memiringkan kepalanya. Merasa sakit lubang telinganya. Tidak akan melepaskannya begitu saja. Tombak yang dia cengkram menusuk ke organ dalam salah satu Bulprogi. Menghasilkan serangan cukup fatal. Meski demikian, Ikatan tersebut telah berhasil mengunci pergerakan kedua ekor Bulprogi.

Saat hendak melawan, ada sebuah pintu terbuka dari dalam. Issac berlari ke arah kiri sekencang-kencangnya. Dan dia pun melompat ke dalam pintu rahasia. Suara batu bergetar cukup keras, sampai pintu tersebut tertutup. Issac menarik napas dalam-dalam. Tidak menyangka dirinya terselamatkan oleh pintu yang muncul.

"Apakah Reynold yang membukanya dari dalam?" gumam Issac.

Pemuda berambut perak melihat sepanjang jalan dipenuhi gua. Dinding dari batu mineral murni. Di sampingnya, sebuah obor dalam keadaan padam. Tombak Issac disarungkan. Menggantinya berupa tongkat sihir, menyalakan penerangan. Obor pun dia genggam. Dengan hati-hati, pemuda berambut perak terus berjalan. Selangkah demi selangkah, memperhatikan jalan yang menelusurinya. Dari kejauhan, nampak ada stalaktit. Tetesan air berjatuhan. Mengenai telapak tangan kiri yang menyentuh dinding. Akan tetapi, Issac tidak peduli dengan hal itu.

Sesampainya di sana, terlihat gua itu sangatlah luas. Dia mendongak sekitarnya. Hanya stalaktit yang nampak. Permukaan kasar batu berlubang dan ada genangan air kecil di pojok kanan. Segerombolan kelelawar

Issac berjalan menyelusuri gua. Mencari kotak harta karun sebelum melangkah ke depan. Berjalan menyisir tiap kali ada lokasi persembunyian. Langkah sepatunya berhenti. Ada dua buah botol berwarna merah dan sebuah botol bau alkohol. Issac pun memungutnya. Dimasukkan ke dalam tas selempang. Pemuda berambut perak terus mencari. Sebuah senjata untuk melindungi dirinya. Tidak bisa mengandalkan tombak hitam melulu. Issac menyadari saat berhadapan dengan kedua ekor Bulprogi. Kekuatan dirinya tidak cukup mampu mengalahkan makhluk itu. Berkali-kali pemuda berambut perak menghindar. Tanpa memberikan kesempatan untuk menyerang balik. Ada rencana untuk berkonsultasi dengan Reynold perihal situasi itu. Tetapi, waktunya tidaklah tepat. Sampai kepikiran untuk mengatasi permasalahannya sendiri. Hingga munculnya Reynold telah membuyarkan rencana tersebut. Ketika dia muncul, pemuda berambut perak tidak mampu berkata-kata.

Satu persatu, Issac mencari apa yang dia temukan. Tidak peduli itu kosong atau barang tidak berguna. Selama mengetahui kegunaannya secara langsung, pemuda berambut perak akan terus mencarinya. Hingga Issac mendapati sebuah perisai. Bentuknya segitiga lancip, dengan bagian tengah lubang separuh di atas. Garis diagonal ke dua sisi pojok bawah berukiran dua spiral melengkung. Lebih tepatnya di pojok atas kiri dan kanan. Ada sebuah lambang tengkorak dengan tiga buah pedang tertancap di atas. Beruntung, tengkorak itu dapat berubah wujud dalam motif bunga. Terbuat dari logam nikel. Tahan lama dari suhu yang ekstrim dan berkarat sekali pun. Sejujurnya, Issac terkesan dengan perisai yang dia temukan. Pemuda berambut perak menggunakannya. Antara perisai dan tombak saling kompatibel, mengeluarkan energi kegelapan melalui pembagian sihirnya. Kedua bola matanya terkejut bukan main. Suara bunyi gesekan di antara dua senjata saling berbenturan. Issac menghela napas. Berjalan cepat menuju sebuah pintu yang terpampang di sana. Warna coklat dengan jendela jeruji besi sejumlah tiga batang. Issac pun membuka pintunya. Sosok Reynold sedang terperangah melihat situasi yang tidak biasa.

Bisa dibilang, ruangan itu dipenuhi ribuan manusia dan monster dalam keadaan tidak bernyawa. Menyebarkan aroma bau menyengat di sekitarnya. Meja terbuat dari batu raksasa yang dipenuhi cipratan darah. Puluhan tangan tergeletak di atas meja. Jari telunjuk, tengah, ibu jari hingga kelingking digantung diikat dengan kawat. Tetapi tidak ada jari manis sama sekali. Reynold mendengar suara decitan pintu. Menoleh ke Issac yang berusaha menahan rasa mual. Tiap dinding, terdapat tulisan Bahasa Epuni tertulis minta tolong.

"Benar-benar sinting," komentar Issac.

"Kau pikir seperti itu? Orang normal pasti akan mengutuk tempat ini dan membakarnya."

"Begitukah? Aku berpikir kita biarkan saja tempat ini—"

"Tidak. Aku tidak bisa membiarkan pangeran bajingan itu hidup."

"Tunggu! Dia masih hidup?"

Saat Issac ingin mengatakan sesuatu, sosok seorang laki-laki mengenakan jubah. Berjalan sempoyongan dengan membawa senjata pedang besar diseret. Suara decitan logam pedang dengan lantai memercikkan api kecil. Rahang giginya bolong separuh, rambutnya rontok dan tangan kanan kurus kering.

"Perkenalkan … namaku Waldwin. Di antara kalian manakah yang ingin dijadikan percobaan kelinci?"

"Tidak terima kasih!" ucap Issac dan Reynold serempak.