Monika sampai, dan memarkirkan mobil yang sudah disediakan di kantor tertulis sangat jelas di depan jalan besar PT. ACLARIS INDUSTRI.
Monika segera masuk ke lobi utama, ia kerepotan membawa beberapa bungkusan nasi kotak UDANG SAYANG. Sebelum Monika ke kantornya. Nico meminta Monika belikan beberapa nasi kotak untuk klien yang telah hadir pada waktu dijanjikan.
Tentu, dengan senang hati Monika membeli walau ia harus kerepotan membawanya. Untung seorang karyawan di kantor ini dengan baik hati membantu Monika membawa nasi kotak itu ke lantai enam.
Sungguh disayangkan Monika dan karyawan itu harus menggunakan tangga darurat, saat ini lift sedang dalam perbaikan. Bayangkan lantai enam sangat melelahan.
Ponsel Monika berbunyi sangat keras menggema di dalam tangga darurat. Ia pun berhenti sejenak kemudian mengangkat sebentar panggilan itu. Nama tertera, Nico.
"Ya, halo!" Monika menyambut panggilan itu.
"Kamu ke mana saja? Keluyuran lagi?" Suara bentakan jelas sekali oleh karyawan yang ikut berhenti. Tidak mungkin karyawan itu meninggalkan Monika sendirian di tempat sunyi begini.
"Tidak! Ini saya sudah hampir sampai, lift-nya sedang dalam perbaikan. Jadi saya menggunakan tangga darurat. Sabar sebentar, ya, tinggal dua lantai lagi," jawab Monika melanjutkan langkah menelusuri anak tangga itu.
"Lambat banget jadi manusia! Cepat, jangan sampai klien saya kelaparan karena kamu?!"
"Iya, tidak akan ..." Srak! Monika tergelincir, ia tidak melihat kalau masih ada anak tangga. Monika langsung mengangkat kaki kiri, sehingga ia terjatuh bersama kotak yang ia pegang. Untung nasi kotak itu tidak sobek.
"Ibu tidak apa-apa?" Karyawan itu menghampiri Monika yang berusaha untuk bangun dari sandungnya.
Monika hanya menggeleng senyum, "Tidak apa-apa, kamu masuk saja dulu. Saya bereskan ini sebentar," pinta Monika.
"Tapi, bu?" Karyawan itu tak tega, apalagi ia takut kalau masuk lebih dulu. Kasihan sama Monika.
Monika tetap bersih kukuh, "Saya tidak apa-apa, masuk saja dulu. Nanti saya menyusul," ucapnya lagi.
Mau tak mau karyawannya pun masuk ke ruangan Nico. Wajah sanggar Nico sangat jelas di mata karyawannya itu. Karyawan itu menyapa sopan padanya.
"Selamat siang, Pak. Maaf, ini nasi kotak dari ...."
"Letakkan saja di sana?! Monika mana?" sambung Nico memotong percakapan karyawannya, kemudian menanyakan keberadaan Monika.
"Ibu Monika ada di ..."
Tak lama kemudian, Monika muncul. Karyawan itu melirik lutut kiri Monika memar kebiru-biruan. "Bu, kakinya?" Monika meminta karyawan untuk tidak bersuara.
"Sudah, saya tidak apa-apa. Kamu boleh kembali. Maaf, sudah merepotkan mu," ucap Monika menepuk karyawan, justru karyawan itu harus mengatakan kata "maaf" kenapa harus Monika?
Setelah karyawan beranjak keluar dari ruangan Nico. Tinggal Monika dan Nico di ruangan. Monika meletakkan nasi kotak yang ia bawa ke meja. Nico beranjak dari duduknya kemudian menghampiri Monika.
"Bagaimana reunian dengan teman-teman sekolahmu? Sudah merasa puas untuk obrol-obrol bahas kejelekan suamimu yang suka marah-marah tak jelas, suka mengekang, perhitungan? Apalagi? Masih untung saya menikahimu?! Masih kurang bersyukurkah kamu?" omel Nico membuka bungkusan nasi kotak dengan lahap menyantap makanan di sana.
"Saya juga tak meminta kamu menikah denganku, kamu pikir dengan cara omonganmu. Seharusnya kamu sadar, letak pendirian mu di sini?! Saya memang posisi di bawahmu, tapi tak selamanya kesombongan mu itu selalu menjadi dunia kehebatan. Jangan pikir papa dan mama saya menyayangimu karena kamu keluarga baik-baik dari perkenalan yang paling unik pernah saya setujui?!" balas Monika panjang lebar menceramahi Nico.
Nico yang sedang menikmati makan siang, membuat rasanya tersinggung karena kalimat terlontar dari mulut Monika.
"Tidak perlu sok menggurui saya?! Kamu pikir, kamu itu siapa?! Saya bisa mengurusi hidup saya sendiri?! Kamu pikir menikah denganmu karena papa dan mamamu. Bukannya papa dan mamamu hanya melihat material bukan kasih sayang?! CAMKAN ITU, CABO!" teriak Nico membentak Monika. Suara yang besar menggema di ruangan. Tak peduli luar ruangan mendengar suara teriakan dari dalam.
Untuk karyawan yang bekerja sudah tak heran dengan sikap Nicholas Halim. Seorang CEO mempunyai penghasilan banyak namun sifat dan watak siapa yang tahan. Sudah berapa karyawan yang keluar masuk di PT. ACLARIS INDUSTRI.
Jikalau bukan Monika menahan karyawan untuk menetap kerja di perusahaan ini. Mungkin perusahaan Nico akan bangkrut akan keangkuhan dan kesombongannya.
Monika tak peduli, seberapa sakit, dirinya di katai oleh suami sendiri dengan bahasa tak pantas diucap seperti CEO ini.
Cabo? Sama hal dengan bahasa Lonte, Monika sudah kebal sebutan dari Nico untuknya. Bagi Monika hanya bisa bertahan sehingga Nico sadar yang ia ucap itu salah.
"Saya tak menggurui mu, saya hanya memberi nasihat kepadamu. Saya tak peduli, berapa kali kamu menyebutkan saya sebutan yang tak pantas diucap oleh pengusaha terhebat sepertimu. Jika papa dan mama saya hanya melihat material saja. Kenapa kamu menyetujui perjodohan sebelumnya? Jika saya, wanita cabo yang kamu sebut. Kenapa kamu mau menikah dengan saya? Seharusnya kamu berputar kembali di mana kamu datang berkunjung ke rumah orang tua saya. Apa saja yang kamu ucap janji di depan mereka."
Monika beranjak dari tempatnya kemudian membuang nasi kotak yang sudah habis. Kemudian ia keluar dari ruangan Nico tanpa berkata sepatah kata pun. Nico yang duduk di tempat, membisu untuk mencerna kalimat dari Monika.
****
Saya update, bagaimana menurut kalian cerita ini? Ada yang aneh gak?
Semoga suka ya..
Vote dong!