webnovel

Two Side (The Blue Bird Murder)

Jakarta sedang dihantui oleh tragedi pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang pembunuh yang dijuluki "The Blue Bird" karna ciri khasnya yang selalu meninggalkan sebuah kertas origami berwarna biru berbentuk burung. Pada kertas-kertas origami tersebut berisikan teka-teki yang sengaja diberikan pembunuhnya guna membantu para Kepolisian menemukan dirinya. Vivian Ananta Detektif terbaik di pihak kepolisian ditugaskan untuk menangani kasus tersebut. Namun Vivian merasa Blue Bird selalu lengkah didepannya oleh karna itu Vivian merasa dirinya saja tidaklah cukup, iapun lalu bekerjasama dengan Rian Afrizal. Detektif swasta terbaik di Indonesia. Mampukah mereka berdua bekerjasama guna menangkap The Blue Bird Murder tersebut?.

Milsscar82 · Horreur
Pas assez d’évaluations
22 Chs

Imagine Coffe

Pada hari yang sama, Rian juga datang bukan hanya untuk bersantai dan sekedar minum kopi dengan Vivian saja, akan tetapi ia datang juga untuk bertransaksi informasi mengenai kasus yang sedang ia jalankan tersebut.

Vivian pun lalu melihat-lihat heran kesekeliling coffe shop itu. "Yakin kita kesini Ri ? setahuku, disinikan mahal banget loh...," seru Vivian seketika keluar dari mobilnya Rian, dengan canggung.

Lalu Rian mendesit menertawakan sikap canggung Vivian tersebut, lalu seraya tersenyum lebar Rian menjawab. "Tenang aja, masalah biaya untuk di cafe ini biar aku yang tanggung, kamu gak usah khawatir, Vi."

"Tapi Ri..."

Rian lalu memotong omonganya wanita cantik yang tepat berada di sebelahnya itu. "Maaf ya, bukanya aku mau sombong. Tapi kau tau ayahku kan ? Selain dia menjadi mantan kepala kepolisian dia juga pengusaha yang sukses loh," Sahut Rian menyombongkan diri.

"Dan maka dari itu uang ayahku itu banyak, jadi dia selalu saja memberiku uang saku yang berlimpah, padahal uang dari kerjaanku saja sudah terbilang cukup banyak untuk membiayai hidup mewahku ini. Jadi..., daripada uangku banyak yang sia-sia dan hanya jadi pajangan di rekening bankku, adakalanya aku menghambur-hamburkan uangku, lagipula ini juga untuk kerjaan."

Vivianpun kemudian tersenyum lebar manis. "Kalau begitu terimakasih ya Ri."

Rian lalu menepuk pundak Vivian berkali-kali. "Sama sama, santai aja Vi." Ucap Rian yang juga tersenyum ke arah Vivian.

Tepat di depan pintu masuk cafe tersebut, tiba-tiba saja Vivian berhenti sejenak, mungkin ia terfikirkan akan sesuatu. Lalu dengan wajahnya yang terlihat begitu imut, ia mulai menanyakan sesuatu kepada Rian. "Oh iya sedaritadi kamu bilang kalau di cafe ini kita juga akan sekalian berkerja bukan, lalu apa maksudnya itu Ri ?" Tanya Vivian seraya memiringkan kepalanya kekiri.

Rian pun tersenyum. "Mengumpulkan informasi, informasi adalah hal yang paling penting dalam segala sesuatu. Remember, knowledge is power, and knowless is weeknes,"Rian lalu menghela nafasnya sejenak, seraya Vivian memandanginya dengan pandangan tabjuk. "Maka dari itu kalau mau menyelesaikan sesuatu kasus kita harus mencari informasi tentang kasus itu terlebih dahulu."

Vivian tersenyum kagum memandangi Rian. "Ya, kurasa kau benar Rian," lalu Vivian memandangi Rian dengan wajah penuh tanda tanya. "Tapi yang tidakku mengerti adalah, kenapa kita mengumpulkan informasi di tempat seperti ini ?"

"Kau akan tau nanti." Jawab Rian dengan begitu berwibawa.

Vivian pun masih terheran-heran dengan keputusan yang Rian buat, ia masih bingung akan Rian yang menentukan tempat untuk mengumpulkan informasi, di tempat seramai dan se-elite Imagine Coffe. "Tapi, jika ditempat umum yang banyak orangnya seperti ini, bukankah informasi akan bocor ? Jika kita membicarakanya di sini, yang mana nantinya akan mengacaukan rencana kita sendiri Ri." Cetus Vivian menyatakan alasanya yang heran akan keputusan dari Rian.

Namun Rian menanggapinya dengan begitu santai, Rian tidak terlalu memusingkan ucapan dari Vivian, Rian malah hanya memegang erat pundak Vivian seraya memasang wajah bersemangat ia berkata. "Kamu tenang aja Vi, aku hampir selalu bertukar informasi di sini, sebagian besar kasus yang telahku selesaikan, aku diskusikan di tempat ini, karna selain tempat ini nyaman, tempat ini juga adalah gudangnya informasi." Sahut Rian seraya mengedipkan sebelah matanya.

Penjelasan yang Rian berikan barusan malah semakin membuat Vivian bertambah bingung. Vivian pun sedikit memiringkan kepalanya seraya memandangi Rian heran. "Gudangnya informasi ?"

Karna tidak ingin berlama-lama Rian kemudian mengengam lengan kanan Vivian, yang kemudian ia tarik lengan Vivian tersebut. "Sudah, nanti aku jelaskan di dalam semuanya, sekarang lebih baik kita masuk dulu, tidak baik jika kita berdiri terus di depan pintu masuk. Jikalau kata orang tua, itu pamali." Ucap Rian yang kemudian memegangi tangan milik Vivian. Lalu Rian langsung menarik Vivian masuk kedalam Cafe tersebut.

Seperti yang sudah berada dibayangkan oleh Vivian, Cafe tersebut benar-benar terlihat High-Class sekali. Meja dan kursi tertata rapi, orang-orang yang berada di sanapun adalah Executif-Executif berdasi yang sedang membahas bisnis mereka, ataupun hanya sekedar berbincang-bincang kecil.

Rian pun terus menggandeng Vivian masuk hingga ketempat barista dari cafe tersebut berada. "Joko ada ?" Ucap Rian bertanya kepada Barista yang sedang bekerja disana.

Barista itu memandangi Rian datar. "Sebentar." Seru Barista yang sedang bekerja tersebut. Seketika barista tersebut berhenti dari kerjanya, kemudian ia lalu masuk kedalam dapur dari cafe tersebut.

Vivian bingung mendengarkan nama Joko, karna namanya yang sangat mirip dengan nama yang ia kenal. "Joko itu siapa ?" Tanya Vivian dengan sangat-sangat penasaran.

"Joko itu pemilik Cafe ini Vi." Ucap Rian dengan santai menjawab pertanyaan dari Vivian barusan.

Vivian seketika terkejut ketika mengetahui bahwa Joko itu adalah nama dari pemilik cafe yang sedang ia kunjungi tersebut.

Vivian lalu mengerutkan dahinya dan melirik kearah Rian seraya tersenyum tipis ia berkata. "Cafe sebagus dan se-Elite ini nama owner-nya Joko?! Yang bener aja, aku gak percaya..., kamu pasti bercandakan." Sahut Vivian tak percaya.

Rian seketika tertawa melihat reaksi dari Vivian barusan. "Hahaha, aku serius kok, namanya itu Jonathan Cordova. Namun biasa ku panggil Joko, agar terlihat lebih ke Indonesiaan aja sih hahaha." Jawab Rian seraya tertawa.

Milhat Rian yang tertawa, Vivian pun lalu ikut tertawa. "Ada ada saja kamu Ri."

"Oh iya tadikan aku janji akan menjelaskan sesuatu ke kamu Vi, sekarang aku akan menjelaskannya ke kamu sedikit, tapi kamu janji jangan marah dan bereaksi berlebihan ya."

Vivian yang mendengar itu pun seketika kebingungan. "Marah dan bereaksi berlebihan, Kenapa ?"

Rian menghelakan nafasnya. "Jadi gini, sebelumnya kamu taukan jikalau ada rumor yang kurang mengenakan soal cafe ini ?" Tanya Rian kali ini dengan nada yang sangat pelan dan begitu hati-hati. Wajah Rian pun juga seketika menjadi serius ketika ia mulai menjelaskanya kepada Vivian tentang hal tersebut.

Kemudian Vivian hanya menganggukan kepalanya sebagai isyarat bahwa ia mengetahui juga tentang rumor yang tak mengenakan soal Imagine Coffe tersebut.

Rain kemudian merasa tenang. "Bagus jika kamu sudah mengetahui hal itu, di sini aku hanya mau bilang, jikalau itu semua bukan hanya sekedar rumor semata." Seketika Vivian terkejut mendengarkan fakta yang dikelurkan dari mulut Rian tersebut.

"Jadi ini sarangnya mafia ?!" Ucap Vivian dengan suara agak keras.

Mendengar Vivian yang berbicara cukup keras, Rian pun seketika lagsung panik, Rian kemudian langsung menutup mulut Vivian menggunakan tanganya karna begitu paniknya. "Ssssttt! Jangan keras-keras, bisa-bisa kita akan terlibat dalam masalah nantinya," seru Rian mengingatkan Vivian akan tindakan bodonya tersebut, seraya menempelkan jari telunjuknya di bibir dirinya sendiri. Lalu kemudian Rian mendekatkan wajahnya ke kuping Vivian. "Dan akanku jawab pertanyaamu itu, jawabanya adalah Ya! Ini tempat berkumpulnya mereka, lebih tepatnya lagi ada di bawah." Bisik Rian sembari menunjuk lantai yang berada tepat di bawah tempat ia berdiri tersebut.

Lalu Rian perlahan melepaskan tanganya dari mulut Vivian. Vivian yang baru saja dilepaskan mulutnya, lalu mendekatkan mulutnya ke kuping Rian dan berbisik dengan wajah terheran-heran. "Maksudmu ruang bawah tanah ?!" Tanya Vivian memperjelas ucapa Rian sebelumnya.

Rian lalu menjawab pertanyaan Vivian dengan tegas. "Yap, dibawah sini banyak sekali spesies mereka yang sedang menjalankan bisnis mereka." Jawab Rian tegas.

Vivian kesal, lalu ia pun mengeleng-gelengkan kepalanya, seakan ia tak percaya akan apa yang baru saja ia ketahui. "Jadi kamu kesini untuk meminta bantuan dari mereka, benar begitukan ?" Tukas Vivian yang pada saat itu mulai terlihat kesal.

Rian pun memasang mimik wajah yang tidak mengenakan, ia mengerutkan dahinya dan berkata. "Hm..., tidak sepenuhnya juga sih, lebih tepatnya kami saling jual beli informasi, tapi itu tidak salah juga, jikalau disebut meminta bantuan." Ucap Rian seraya menggaruk-garukan kepalanya.

Seketika Vivian benar-benar emosi setelah mendengarkan penjelasan dari Rian barusan. "Bukankah kamu adalah seorang detektif terbaik yang pernah dimiliki oleh negara ini, bisa-bisanya kamu bekerja sama dengan orang-orang seperti mereka ?!" Ucap Vivian yang sedang emosi.

Rian tersenyum lebar hingga gigi putih bersihnya itu terlihat dengan jelas. "Sudah kubilang bukan, untuk tidak marah dan bereaksi yang berlebihan." Sahut Rian berusaha menenangkan Vivian.

Lalu Rian mencoba untuk menenangkan kembali Vivian, dengan berusaha membuatnya untuk mengerti tujuanya melakukan hal tersebut. "Aku melakukan ini karna aku butuh informasi, dan mereka sangat hebat dalam melakukan hal itu. Tentu saja jika kau hebat akan sesuatu maka kau harus membayarnya untuk itu, karna tidak ada yang gratis di muka bumi ini Vivian. Namun karna aku tidak sudi memberikan mereka setumpuk uang, maka dari itu aku juga akan membayar mereka dengan informasi pula." Sahut Rian berusaha menjelaskan kepada Vivian.

Vivian pun mulai menahan amarahnya dan mulai mendengarkan penjelasan dari Rian kembali. "Informasi ditukar dengan informasi, begitukah cara transaksinya ?"

"Yap, hanya dengan begitu kita bisa mendapatkan informasi dengan cepat tentang informasi yang kita butuhkan untuk semua kasus yang ingin kita selesaikan."

Vivian seketika terpikiran akan sesuatu, lalu ia pun menatap matanya Rian dengan tajam. "Kalau begitu, apa informasi yang kau tukar sebagai modal untuk mendapatkan informasi yang kau inginkan ?" Tanya Vivian sambil terus menatap matanya Rian dengan sangat tajam.

Rian menghentikan jarinya. "Pertanyaan bagus!, aku rasa kau benar-benar sangat cocok menjadi detektif ya Vivian," seru Rian tersenyum tabjuk memuji Vivian. "Informasi yang kuberikan itu bermacam-macam, tergantung apa yang mereka butuhkan, karna biasanya sebelum kami bertukar informasi, kami me-requestnya terlebih dahulu, barulah kemudian bisa dicarikan informasinya," Seraya memandangi sekitar Rian kembali menjelaskan sesuatu kepada Vivian. "Mereka terkadang hanya meminta informasi seperti siapa komandan kepolisian saat ini, atau siapa saja saingan bisnis mereka yang sangat mengancam bisnis keluarga mereka, atau hanya sekedar informasi tentang warna kesukaan wanita incaran mereka, intinya bisa bermacam-macam sesuai kebutuhan." Ucap Rian menjelaskan dengan sangat hati-hati agar tidak terjadi ke salah pahaman dengan Vivian.

Vivian seketika terdiam, ia tidak bisa memutuskan apa yang harus ia lakukan saat itu, ia merasa marah dengan cara kerja Rian, seorang yang selalu menjadi idolanya namun disisi lain ia merasa sangat membutuhkan informasi apapun itu yang bisa membuat dirinya semakin dekat dengan Blue Bird.

Tiba tiba kedua tangan Rian memegang pundak dari Vivian dan menatap matanya dengan tajam. "Kamu tau kenapa aku hanya mau menyelesaikan kasus yang ada korban jiwanya? Simpel, itu karna aku bekerjasama dengan para mafia yang hanya sekedar menjalankan bisnisnya, aku tidak akan munafik, aku tidak akan mengejar mereka, meski mereka menjual narkoba ataupun melakukan kecurangan demi melancarkan bisnis-bisnis mereka," Lalu Rian meghelakan nafasnya kemudian ia berkata. "Akan tetapi jika aku tau ada korban jiwa dalam bisnis mereka, meski hanya satu saja, aku akan langsung mengejar mereka , dan aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan menangkap mereka! Karna bagiku nyawa seseorang tak bisa tergantikan oleh apapun, maka dari itu bagiku, aku akan melakukan apapun demi menyelamatkan nyawa seseorang, meski harus bekerjasama dengan orang orang seperti mereka." Ucap Rian berusaha menjelaskan alasan mengapa ia mau bekerjasama dengan para mafia tersebut.

Vivian mengehala nafasnya dan memejamkan matanya, lalu tak lama kemudian ia membukanya kembali secara perlahan dan berkata. "Baiklah aku setuju, aku akan membantu menyelesaikan kasus ini meski dengan bantuan para mafia tersebut, karna seperti katamu, nyawa seseorang lebih berharga dari apapun..., lagipula semakin cepat kita menyelesaikan kasus ini semakin banyak nyawa yang kita selamatkan juga dan begitupula sebaliknya." Ucap Vivian meyakinkan dirinya sendiri untuk mengikuti segala rencana dari Rian, termasuk bekerjasama dengan para mafia yang ia benci tersebut.

Lalu kemudian Rian melepaskan tanganya dari pundak Vivian, lalu ia tersenyum ke arah Vivian. "Nah gitu dong." Ucap Rian dengan senyuman.

"Dan satu lagi, karna kamu udah mau berkorban untukku demi kasus ini, biar terasa adil, aku juga akan melakukan hal yang sama untukmu, setelah kasus ini selesai aku akan memberikan semua informasi yang telahku ketahui tentang semua keluarga mafia yang telah melakukan kontak kerjasama denganku, dan kurasa itu cukup untuk membantu orang sepintar dirimu menangkap mereka semua. Tetapi aku tidak akan pernah berjanji untuk membantumu menangkap mereka, aku hanya akan memberikan informasinya saja, bagaimana, apakah kamu setuju ?" Ucap Rian seraya melirik kearah Vivian.

Tanpa berpikir panjang Vivian menjawabnya seraya tersenyum lebar. "Ya, tentu saja aku setuju, bagiku itu pun sudah lebih dari cukup."

Setelah Rian berusaha menjelaskan dengan panjang lebar tentang dirinya yang akan bekerjasama dengan para mafia, akhirnya Rian dan Vivian sepakat untuk bekerjasama demi menyelesaikan kasus The Blue Bird Murder tersebut.

Rian lalu tiba-tiba saja merasa ada yang terlewat dari penjabaranya barusan, lalu ia menepuk kepalanya sendiri seraya berkata. "Oh iya Vi, aku hampir lupa memberitahumu sesuatu."

Vivian melirik Rian, seraya merapihkan rambutnya kembali. "Apa itu Ri ?" Ucap Vivian penasaran.

Kali ini Rian tiba-tiba saja menatap Vivian dengan begitu serius. Itu membuat Vivian juga ikut memandanginya dengan begitu serius, dan bersiap-siap untuk mendengarkan apapun itu yang akan keluar dari mulut Rian. "Aku lupa memberitahumu bahwa bukan cuma aku saja detektif yang sering melakukan transaksi informasi seperti ini di sini. Detektif terbaik kedua setelahku yaitu Scarlet Ananta kabarnya juga sering berada disini untuk mencari informasi." Sahut Rian serius.

Vivian seketika terkejut ketika mengetahui fakta bahwa ada detektif lain yang juga sama seperti Rian dalam mendapatkan informasi yang mereka butuhkan, yaitu bekerjasama dengan para mafia. "Apa kamu serius Ri ?"

"Ya..., untuk pastinya aku tidak begitu mengerti, namun begitulah kabar burungnya, lagipula tidak pernah ada yang tau siapa dia sebenarnya kecuali ayahku. Tapi bahkan ayahku sendiri tidak pernah memberitahuku tentang siapa dia dan bagaimana wajah dia yang sebenarnya, dia benar-benar sosok yang misterius."

Vivian kemudian menelan ludahnya sendiri. "Ya..., aku juga sempat beberapakali mendengarkan tentangnya. Scarlet Ananta, ia benar-benar seperti hantu." Ucap Vivian merinding.

Scarlet Ananta adalah salah satu pesaing Rian sebagai detektif terbaik di negri tersebut. Mereka berdua tidak pernah sekali pun mengalami kegagalan dalam segala kasus yang mereka ambil, namun berbeda dengan Rian, sosok Scarlet Ananta tidak ada yang pernah mengetahuinya terkecuali Kepala kepolisian sebelumnya, yaitu ayahnya Rian.

Selain itu prinsip mereka pun berbeda dengan Rian, jika Rian hanya mengambil kasus yang besar yang hanya menimbulkan korban jiwanya saja, lain halnya dengan Scarlet Ananta, mereka mengambil semua kasus apapun itu, asalkan dengan bayaran yang besar! Dengan kata lain bagi Scarlet Ananta, uanglah yang menentukan mereka untuk memutuskan mengambil sebuah kasus atau tidak.

Belum cukup sampai disitu, selain itu juga banyak kabar burung mengenai Scarlet Ananta, banyak yang mengatakan bahwa Scarlet Ananta bukanlah satu orang melainkan sebuah grup, itu dikarnakan Scarlet Ananta melakukan metode online dan tak pernah melakukan tatap muka. Bahkan ayahnya Rian saja, yang pernah melakukan kerjasama dengannya sekali pun, tidak pernah bertatap muka langsung dengan Scarlet Ananta, karna semua dilakukan dengan metode online.

Dan untuk masalah tugas lapangan Scarlet Ananta selalu mengirim orang suruhannya yang selalu berganti-ganti demi tetap merahasiakan identitas aslinya.

~Selain bekerja untuk kepolisian dan masyarakat umum, Scarlet Ananta kabarnya juga seringkali menyelesaikan persoalan-persoalan rumit yang dialami oleh para keluarga besar mafia ternama, apabila bayaranya mencukupi~

Like it ? Add to library!

Milsscar82creators' thoughts