Rasanya pengap, Hanara bisa merasakan nafasnya sendiri saking pengapnya, ini seolah Hanara sedang tenggelam.
Benar, tubuh Hanara bergerak dengan spontan naik ke permukaan, dia memang sedang tenggelam namun.. bukannya tadi dia ada di lift.
Plash!
"Huahhhh.. hahhh.. uhuk-uhuk!" Hanara meraup udara dengan susah payah, pandangannya kabur dan terasa perih.
Dia bisa melihat siluet seseorang di atasnya, terhalang sinar matahari siang yang terik.
"Adik tolol sia mah! Berenang gitu aja malah tenggelam, bodoh!" Hanara masih merespon kejadian.
Dia tadi tuh lagi kena musibah setelah mergoki pacar bangsatnya lagi making love sama sekretarisnya sendiri, kenapa malah jadinya di kolam renang.
Ctis.
Hanara memejamkan matanya saat sekelibat ingatan muncul, ingatan dimana tubuh ini diperlakukan tidak adik dalam keluarnya.
Tapi, wajah itu adalah wajah Hanara, bahkan sangat mirip saat Hanara masih kelas 2 SMA.
"Hanara! Bengong aja lo, naik buruan anjing, gue laper nih! Masakin cepat!"
Alis Hanara naik sebelah, dia menatap cowok berusia 10 tahunan yang baru saja bicara tak sopan padanya.
Hanara tak suka pada bocil tak sopan seperti itu, gadis berambut hitam kebiruan itu memicing tajam, dia naik dari kolam tadi dan berdiri di depan bocah songong tadi.
Ada 3 orang laki-laki berbeda usia yang menonton pemilik tubuh ini tenggelam.
Yang satu, dari ingatan pemilik tubuh ini berusia 10 tahun dan namanya Galan, yang kedua usianya 16 tahun dan namanya Helvi, dan yang ketiga usianya 21 tahun bernama Bagas.
Hanara belum sempat mencerna keadaan sebelum tamparan dia dapatkan dari Bagas.
Plak!
"Gak usah sok! Tatapan lo buat gue makin jijik-"
PLAK!
"Berani banget lo nampar gue, ada hak apa lo atas badan gue hah!? Sembarangan main tampar aja!" bentak Hanara setelah menampar Bagas balik.
Ketiganya terdiam mendengar bentakan itu, seumur-umur mereka tinggal bersama, gadis satu-satunya di rumah mereka ini tak pernah membentak.
Paling kasar dia hanya diam sebagai tanda kemarahannya, bahkan mereka melihat tatapan asing dikedua manik biru muda saudari mereka.
"Lo lancang banget nampar bang Bagas-"
Hanara langsung mencengkram pipi Helvi kuat dan menatapnya dingin, tinggi Hanara dan Helvi sama, jadi mudah baginya melakukan itu.
Helvi terkaku melihat tatapan kakaknya itu, tangannya bergetar pelan.
"Gue lebih tua daripada lo ya Helvi, walau usia gue 17 tahun tapi gue ini kakak lo, yang sopan! Gak diajari sopan santun apa hah!?" Hanara kembali membentak.
Helvi memejamkan matanya begitu mendengar bentakan Hanara dengan kasarnya gadis melepaskan cengkramannya tadi.
Decihan lirih Hanara berikan, dia belum bisa berpikir dengan jelas, tapi Hanara pemilik tubuh ini juga mempengaruhi nya.
Tanpa memperdulikan ke 3 saudara si pemilik tubuh, Hanara berlalu pergi, meninggalkan ke 3 nya yang hanya bisa diam di tempat.
Seolah tak mempercayai kejadian barusan.
"K-kita harus lapor sama papi, biar Hanara di hukum." ujar Galan gemetar.
Benar, mereka harus mengadukannya agar Hanara di siksa kembali di gudang rumah mereka.
....
Hanara Dandelion, itu adalah nama pemilik tubuh yang Hanara tinggali saat ini.
Nama mereka sama namun berbeda, wajah mereka sama namun berbeda,
Ini seolah Hanara berpindah ke raga gadis bernama Hanara dan berwajah seperti Hanara.
"Dunia paralel..apa iya gue pindah ke dunia dimana gue yang lain berada."
Dunia paralel, dunia dimana diri kita ada di tempat dan universi lain, bisa saja saat Hanara mati di lift, Hanara yang ini sedang tenggelam.
Namun keinginan Hanara Denloa untuk hidup tetap ada, sementara Hanara Dandelion sudah putus asa, maka dari itu Hanara Denloa dikirim ke tubuh Hanara Dandelion dan menggantikannya.
Hanara mengepalkan kedua tangannya, dia ada di kamar mandi kamarnya, bahkan kamar ini sempit walau ada kamar mandi.
Tatapan Hanara tajam, dia menatap pantulannya di cermin, Hanara Dandelion berusia 17 tahun, sekolah di SMA Garuda.
Dunia yang ini, tampaknya masih memperihatinkan, di mana para perempuannya masih tak memiliki harga diri yang cukup.
Sehingga para lelaki hanya menganggap mereka sebagai mesin pencetak anak dan juga budak seks pribadi.
Berbeda dengan dunia Hanara di sana, dimana baik perempuan maupun laki-laki itu memiliki derajat yang sama, serta status sosial yang sama.
Wanita bisa memimpin, dar laki-laki terima akan hal itu berbeda di dunia yang ini dimana para laki-laki masih memimpin dan
tak akan terima jika perempuan memimpin.
"Akhh sialan! Kalau gini caranya, yang iya gue kaya balik ke zaman lalu, gue harus ngubah kehidupan para perempuan di sini biar gak di tindas, dan semua itu akan gue awali dari rumah ini dulu, baru sekolah.
Benar, dia membatin jika dia di berikan kehidupan lain, maka biarkan Hanara menjadi orang yang berguna.
Dan inilah saatnya Hanara menjadi orang yang berguna, yang akan mengubah sistem di dunia ini menjadi lebih adil lagi.
Tak akan ada perempuan ya ditindas, tak ada keterdiaman, semua perempuan harus berani speak up atas apa yang mereka rasakan.
Sehingga para pihak berwajib pun harus tahu apa yang terjadi, dan apa yang harus di lakukan.
BRAK! BRAK!
Hanara tersentak saat pintu kamar mandi di dobrak paksa, dia melihat pria paruh baya yang diyakini adalah papinya itu masuk.
Raut wajahnya penuh amarah yang besar.
Baru saja papinya itu hendak menampar Hanara, gadis itu dengan mudahnya menahan tangan papinya.
Terkejut, jelas, pria tua itu terkejut melihat perlawanan putri satu-satunya itu, tatapan matanya tajam sekali.
"Kau berani melawan hah!?" bentaknya.
Hanara menghela nafas malas, dia melepaskan tangan papinya lalu mundur agar aman, bisa dilihat 3 orang saudaranya tadi berada di belakang papinya.
"Sudah cukup Hana menerima semua ketidak adilan di rumah ini, Hana hampir mati tenggelam karena ulah bang Bagas,"
"Hana dipukuli terus sama Helvi dan Galan selalu memperbanyak pekerjaan rumah Hana, tapi kenapa Hana selalu kena hukum? Papi gak merasa gagal jadi orang tua gitu, dengan perlakuan yang gak adil ini?"
Hening, tak ada yang menjawab, mereka membisu.
"Sudahlah, Hana bukan naruto yang punya banyak kata-kata bijak untuk merubah cara berpikir seseorang, yang Hana mau papi itu berpikir, apa papi pantas di sebut orang tua dengan semua ketidak adilan di rumah ini?"
Merasa tak bisa membela diri, papi keluar dari kamar Hanara bersama 3 lainnya.
Hanara mendengus pelan. "Ada gunanya juga gue nonton Naruto." benar, ada gunanya walau sedikit.
Hanara berjalan menutup pintu kamar, dan mau tidur saja, biarkan dia tidur dari siang sampai malam.
Karena perpindahan ini membuat energi Hanara habis tak tersisa sama sekali.