webnovel

15. Agreement

Dean terlonjak ketika pintu kamar digedor sedemikian rupa. Kepalanya langsung terasa sakit dan jantung berdebar kencang. Saking kagetnya, dia terjatuh dari kasur.

"Shit! What the hell!" Dean merutuk sambil memegang kepalanya yang terasa pening. Suara gedoran semakin kencang. "Fuck, masuk saja, Setan!" Dean berteriak murka. Bunyi gedoran seketika terhenti. Lalu pintu perlahan terbuka. Sebuah kepala mungil dengan wajah cantik rupawan, muncul dari balik pintu.

"Om?"

Dean menoleh, dan merasa sangat menyesal telah mengumpat tadi, "Udah bangun, yach?" Lanjut suara tersebut sambil sosoknya perlahan-lahan mendekat. Dean berusaha bangkit dari lantai dan mengusap mukanya sambil membuang beberapa belekan yang melekat di sudut mata. Dia merasa risih dan malu hati, "Kamu siapa? Pagi-pagi udah bikin ribut!" Mata Dean menelusuri ujung kaki sampai ke kepala Sang Pembuat Rusuh. Yang ditanya nyengir kuda,

"Aku Ratu di rumah ini, Om. Om sendiri siapa? Pacarnya Tante Syean, yah?" Bola mata jenaka tanpa dosa bergerak lucu menatap Dean

"Husss, anak kecil ga' boleh ngomong gitu. Namamu Ratu? Ratu apa? Ratu Pantai Selatan?" Dean memperkirakan usia anak kecil ini bisa jadi sudah delapan tahun. Wajahnya cantik dan imut dengan rambut tergerai panjang. Dari bentuk wajahnya, sepertinya ada hubungan dengan Syean.

"Ratu Wulandari, Om. Om ga' boleh pelesetin nama orang. Itu termasuk pembulian lho, dan Ratu benci sama orang yang suka membuli. Oke Om?" Ratu menghadapkan kelingkingnya ke arah Dean yang merasa tersindir oleh ucapan Ratu.

"Maafkan Om, yach? Nama kamu cantik, secantik orangnya. Btw, Tante Syean ke mana?"

Ratu menatap sejenak ke arah Dean, "Itu sudah stand by di meja makan. Ratu ke sini tadi rencananya mau ngajakin Om sarapan. Tapi Om malah ngobrol enak-enak dengan Ratu di sini. Ayo Om mandi dulu sana, Ratu tunggu di meja makan, yach?"

"Oke, Cantik. Om mandi dulu kalau begitu!" Dean mengusap lembut kepala Ratu. Gadis kecil itu berlari keluar sambil bernyanyi riang. Dean menghempaskan badannya kembali ke kasur. Dia masih ingin bergolek-golek manja. Dinginnya udara di perkampungan itu membuatnya malas untuk beranjak dari kasur. Sambil meregangkan badan, mulutnya menguap lebar. Dean merasa jengah mendapati cermin besar merefleksikan bayangannya, "Jelek banget gue pas nguap! Ikh, untung Syean ga' ngeliat! Bisa habis gue diledeknya!"

Berpikir sampai di situ, Dean dengan cepat bangkit dan turun dari ranjang. Bergegas ke kamar mandi yang ada di dalam ruangan tersebut.

"Hmmm, selera orang tua Syean benar-benar mewah. Ini sudah sekelas hotel bintang lima kamar mandinya. Ga' nyangka gue kalau Syean, sekaya ini. Cocok banget mah kalau jadian sama gue. Bisa gue porotin harta keluarganya. Hahaha!" Dean menoleh ke cermin. Seringai jahat muncul di wajahnya. "Duh, gue kebanyakan nonton sinetron! Drama banget! Kwkwkkw"

***

Denting waktu terus bergulir. Syean dan keluarganya masih duduk menunggu di meja makan. Mereka saling melempar pandang. Ini sudah sepuluh menit lamanya mereka menanti kedatangan Dean. Ayahnya Syean sudah menjulingkan mata dengan telunjuk mengetuk-ngetuk arloji yang melingkar di tangannya.

"Hfff ... iya, Syean akan periksa! Huh, ngapain sih itu kera di dalam! Udah laper banget ini!" Syean bangkit dari kursi. Berlalu dari tatapan Ayahnya menuju kamar di mana Dean berada.

Ketika Syean membuka pintu, dia melihat Dean sedang berdiri mematung di jendela,

"Ya elah, bro! Ditungguin juga! Gue laper nih! Buruan!" Syean berteriak dari pintu. Namun Dean bergeming. Tidak beranjak dan tidak menoleh sedikitpun. Syean mendekatinya ragu, memegang bahu Dean, "Liatin apa, sih?"

"Tsss ... diam dan saksikan! Jarang-jarang gue melihat live show beginian!" Dean merangkul bahu Syean. Matanya masih tertuju ke depan.

"Apaan, sih?"

Dan setelahnya Syean tidak dapat menahan jengah, "Lu benar-benar sakit jiwa, ya?" Syean mendamprat Dean sambil berusaha lepas dari rangkulan lelaki tersebut.

"Sakit jiwa gimana? Seumur-umur ini yang kedua kalinya gue melihat pertunjukan seru begini! Gratis lagi!" Dean merasa sangat heran dengan komentar Syean. Si cantik itu memutar bola matanya,

"Gue ga' tahu yah mesti komen apa. Dan gue juga tidak tahu, itik kawin itu serunya di mana! Ya Tuhan, you make my day!!!" Syean menarik tangan Dean menjauh dari tontonan yang sangat absurd tersebut. Dalam hati Syean tidak bisa menahan geli. Itik kawin saja terlihat begitu luar biasa di mata Dean, apa kabar nantinya kalau dia kawin dengan Syean. Akh, dada Syean serasa dipenuhi kupu-kupu.

"Loh, emang salah gitu kalau gue suka melihat itik kawin?" Dean menahan tangan Syean.

"Ya salahlah, lu liat sendiri gimana cara mereka kawin. Penindasan terhadap sang betina. Apa lu kaga' liat gimana pejantan menginjak-injak badan si betina? Itu benar-benar membuat kaum perempuan dilecehkan! Lu paham kaga'?" Mata Syean melotot kesal. Keroncongan di perutnya semakin menjadi-jadi dan Dean masih saja mendebatkan hal yang tidak penting.

"Astaga Syean! Dari dulu cara kawinnya memang begitu! Ikh, lu biologinya berapa sih? Kebanyak makan micin lu nih!" Dean terkikik geli. Dia melangkah terlebih dahulu melewati Syean.

Syean menghempaskan napasnya ke kiri, "Gue emang tidak suka pelajaran biologi! Gue ... ih shit! Main tutup pintu aje lu!" Dia menghentakkan kaki kasar, dan berjalan tergesa-gesa menuju pintu. Syean hendak berteriak, tapi sosok Dean sudah menghilang. Dengan cepat Syean pergi ke ruang makan. Di sana dia melihat Dean sedang tertawa-tawa dengan Ayahnya.

"Ayo kita makan," Syean benar-benar kelaparan, tidak mempedulikan Ayah dan Dean yang masih saja ngobrol, sementara Mami dan Ratu sudah menyendokkan makanan ke mulut mereka.

"Yuk, nak! Makan yang banyak. Semua ini Syean yang masak!" Ayah-nya Syean mempersilahkan Dean mengambil makanan. Menunya memang standar saja. Nasi goreng, mi goreng dan beberapa telur dadar. Dean mengambil tiga sendok nasi goreng dan dicampur sesendok mi goreng. Mencomot satu telur dadar. Syean di sampingnya memberikannya segelas teh manis hangat.

"Makasih sayang!" ujar Dean yang dibalas dengan putaran mata oleh Syean. Ratu dan Mami yang melihat adegan itu terkikik geli,

"Jadi kalian sudah berapa lama kenal?" Ayah Syean menatap ke dua orang yang sekarang menjadi salah tingkah.

"Hmm belum sampai dua minggu, Om!" jawab Dean yang dibalas dengan sepakan kaki oleh Syean di bawah meja. Dean berjengit menahan sakit, "Apa sih?"

Syean menampakkan senyum lebar, "Iya Ayah, belum dua minggu. Tapi Dean serius kok, dia mau segera menikahi Syean. Iya kan, Dean?"

"Absolutely, my dear. Saya ga' bisa nunda-nunda lagi, Om. Niat baik itu harus segera dilaksanakan. Benarkan, Tante?" Dean menatap wajah nyokapnya Syean yang sekarang terkejut mendengar pengakuan orang di depannya.

Ayahnya Syean berdehem, "Apa ini tidak terlalu cepat? Maksud Om, kita belum terlalu kenal satu sama lain. Bahkan Om sendiri belum tahu nama panjang kamu apa, kerja kamu di mana, kamu anak siapa dan masih banyak hal lain yang harus dipertimbangkan! Om juga belum tahu apa keluarga kamu suka sama Syean atau tidak. Perkawinan bukan perkara main-main, nak. Banyak hal yang harus dipersiapkan!"

Dean tersenyum lebar, dia memegang tangan kanan ayah-nya Syean, "Om, Ibu saya sudah bertemu dengan Syean. Dia sangat suka dengan wanita pujaan hati saya ini. Om, orang seperti Syean ini langka. Saya tidak mau ada lelaki lain yang akan merebutnya. Percaya deh, Om, Syean akan mendapatkan apapun yang dia inginkan dari saya!"

"Gimana, Mami? Ayah jadi bingung. Anak-anak sekarang benar-benar to the point!" Ayah-nya Syean dengan cepat melepaskan genggaman tangan Dean. Merasa risih ketika tangannya digenggam sedemikian rupa.

"Gini saja. Kalian, jalani dulu tiga bulan ini untuk lebih mengenal satu sama lain. Lewat tiga bulan, kalau memang ok, kita atur tanggal pernikahan kalian. Tentunya, kita juga harus bertemu dulu dengan keluarganya Dean. Gimana? Sepakat?"

Dean dan Syean saling pandang, Syean menganggukkan kepala. Walau dalam hati dia bersorak-sorai, gembira. Akhirnya, dia akan menikah juga. Tadinya dia sempat khawatir kalau tidak direstui. Ternyata pesona Dean benar-benar mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya.

"Sepakat Tante, walau sebenarnya tiga bulan itu terasa sangat lama. Saya akan menjadi sangat takut kalau Syean nanti berubah pikiran"

Sekarang giliran Ayah-nya Syean yang memegang tangan Dean, "Nak, Om jaminannya, Syean tidak akan ingkar janji. Tapi Om juga berharap kamu serius dengan semua ini. Jika terjadi sesuatu sama Syean, Om tidak segan-segan memberimu pelajaran. Begitu juga, Syean harus bisa memegang komitmennya. Om tidak pernah mengajarkan anak Om untuk menjadi seorang pecundang. Oke?"

"Akh, lega sekali mendengarnya, Om. Saya tidak percaya kalau akhirnya saya bakalan semudah ini diterima di keluarga Syean. Saya terharu, bolehkah sekarang kita makan, Om? Obrolan kali ini benar-benar membuat saya lapar!"

"Hahaha" Suasana pagi itu terasa hangat dan penuh cinta. Akankah perjalanan cinta Syean dan Dean selalu dimudahkan? Atau, Tuhan memberikan sedikit ujian kepada mereka?