webnovel

Bab 19

Hari keempat

Dinda membuat spageti Farel hanya memandang nya sambil berkata, "Apakah kau tidak mau menyerah juga."

"Tidak ," Dinda menggeleng "saya tidak akan menyerah."

kau sudah hampir kehabisan waktu ,"Katanya mengingatkan.

"Anda belum merasakan makanan saya yang ini," Kata Dinda sambil menyodorkan piring spagetinya pada Farel.

Farel menggeleng. "Aku tidak perlu merasakannya aku sudah tahu spageti buatanmu tidak layak dimakan akui saja kau tidak punya bakat untuk menjadi seorang chef"

Hari kelima

Dinda membuat pizza Farel menyindir Dinda. "Dari mana kau belajar membuat pizza? Apakah dari buku tentang bagaimana membuat pizza untuk orang-orang bodoh? kau sama sekali tidak punya bakat." Perlahan Farel mengambil pizza Dinda dan membuangnya ketempat sampah, tanpa mencicipinya.

Hari keenam

Pada hari keenam, Dinda sudah lelah baik secara fisik maupun mental, penolakan demi penolakan yang dilakukan Farel sudah mematahkan semangatnya. Pada hari keenam, Dinda membuat spageti bolognese yang dibuatnya enam hari sebelumnya.

Farel memandangi spageti yang berada di depan nya diia mengambil garpu dan mencicipinya. Saat meletakkan garpu nya kembali, dia memandang Dinda dengan perasaan tidak suka, tak berapa lama kemudian, nasib spageti bolognesenya sudah berada di tempat sampah.

"Kenapa?" protes Dinda. "Saya membuatnya sama persis dengan buatan anda bahkan rasanya pun sama."

"Benar"kata Farel tegas. "Kau membuatnya sama dengan buatanku. Apakah kau hanya bisa menjadi peniru ? kau tidak punya kreativitas, seperti yang kukatakan sebelumnya berulang-ulang, kau tidak punya bakat sebaiknya besok kau menyerah saja dan bereskan barang-barangmu."

Mendengar itu, Dinda merasa kecewa pada dirinya sendiri walaupun Farel telah memperlakukannya dengan kejam kata-kata pria itu memang ada benarnya.

Siangnya, ketika Dinda melayani pelanggan ia tidak bisa berkonsentrasi sampai ia tanpa sengaja menjatuhkan makanan yang di bawanya di depan seorang pelanggan untungnya, Maya cepat-cepat mengatasi hal itu. Ia langsung meminta maaf bersama dengan Dinda, dan memberikan makanan cuma-cuma kepada si pelanggan. Melihat semua itu dari jendela dapur, Farel hanya mendengus.

Saat Dinda mengambil pesanan berikutnya dari dapur, Farel berkata lagi, "Bagaimana mungkin kau bisa menjadi seorang chef hebat, kalau kau tidak bisa melakukan pekerjaanmu yang sekarang dengan benar.?"

Dinda meminta maaf ."Pulanglah !" teriak Farel "Kau hanya akan menambah kekacauan kalau terus berada disini."

Maya melihat muka pucat Dinda sekeluarnya dari pintu dapur ia menghela napas panjang kemudian mendekati Dinda. "Farel memarahimu lagi ?" Dinda mengangguk.

"Tapi kali ini perkataanya benar. Sebaiknya kau pulang beristirahat kau benar-benar kelelahan." Maya menepuk pundak Dinda perlahan. "Pelayan yang kelelahan tidak dapat bekerja dengan maksimal"

"Sebaiknya sore ini kau tidak usah masuk kau benar-benar butuh istirahat ."Dinda mengangguk . Sebelum Dinda pergi untuk mengganti seragam, Maya berkata lagi, "Dinda aku ingin kau tahu bahwa beberapa hari ini aku sepenuhnya mendukungmu. Sebelumnya tidak pernah ada orang yang berani melawan Farel sepertimu, jadi pulanglah istirahatlah dan besok kejutkan Farel dengan makananmu."

Dinda tersenyum."Terima kasih atas dukungnya, mbak"

Ia tidak bisa beristirahat ia malah mulai memasak lagi beberapa jam kemudian lima belas piring masakan yang mulai terasa dingin berada di sekitarnya tidak satu pun dari kelima belas piring itu yang bisa memuaskan lidahnya apalagi Farel. Ia terduduk di lantai Dapur dan menangis tubuhnya kelelahan ja tidak punya tenaga untuk memasak lagi .

ketika mama pulang malam harinya, ia melihat putrinya tertidur pulas di kamarnya. Mama mengusap kening Dinda dengan lembut. Ia tahu seminggu belakangan ini putrinya sudah bekerja keras tanpa henti. Diselimuti putrinya sambil mematikan lampu kamar.

ketika Dinda terbangun lagi, hari udah gelap ia melihat jam dinding di kamarnya pukul 22.00 "Oh tidak," keluhnya dalam hati (aku pasti ketiduran). Ia bergegas menuju dapur dan mulai mencoba memasak lagi sekeras apa pun ia berusaha, hasilnya masih "Belum memuaskan"

"Kau tidak tidur?" tanya mama yang terbangun karena mendengar suara-suara dari dapur.

"Maaf, ma. Mama jadi terbangun besok hari terakhir, kalau aku belum bisa memasak sesuatu yang dapat diterima Farel, aku akan kehilangan pekerjaanku." Dinda mulai mengambil spageti dan memasukkanya ke panci panas.

Mama mematikan kompor dengan tiba-tiba ."Istirahatlah kau tidak akan membuat makanan sesuai dengan yang kau inginkan kalau kau tidak istirahat"

Mama tahu mengangguk. "Mama tahu kau butuh istirahat lagi pula apa yang kau takutkan ? kau takut kehilangan pekerjaanmu ? Apakah itu masalahnya ? kau sudah menabung cukup banyak selama dua tahun ini. Mama rasa kah sudah bisa memulai kuliah yang kau inginkan kalau pun kau di pecat, masih banyak pilihan lain yang bisa kau ambil"

"Bukan begitu ma," kata dinda sedih. "Aku bukan takut di pecat ."

"Kalau begitu apa masalahnya ?" tanya mama bingung.

"Kalau besok aku gagal, aku tidak tahu apakah aku masih bisa belajar memasak." Dinda menatap mama dengan putus asa.

"Aku mengagumi Farel sebagai seorang chef pasta yang hebat kalau dia mengatakan aku tidak berbakat, bagaimana aku bisa terus belajar di bidang ini ?"

"Dinda, seharusnya memasak adalah hal yang menyenangkan, bukan malah menjadikan beban bagimu"

"Dinda, seharusnya memasak untuk mama kini mama tidak melihat raut wajah gembiranya lagi setiap kali kau memasak kau sudah membuat hal yang menyenangkan menjadi beban pekerjaan"

"Mama ingin melihat senyuman putri mama yang sedang memasak. Sekarang istirahatlah, biarkan besok kau bangun dengan tubuh yang segar dan siapa tahu, kau bisa mendapatkan ide yang bagus untuk masakanmu"

kata-kata mama sangat mengena di hati Dinda. Mama memang benar, Dinda sudah melupakan bagaimana perasaan menyenangkan yang ia dapatkan saat memasak Dinda membersihkan dapur, lalu beranjak ke tempat tidurnya.

Di meja kamarnya, Dinda membuka tulisan tangan Bara sekali lagi "JANGAN MENYERAH" Dinda tersenyum (aku tidak akan menyerah). Saat kepalanya menyentuh bantal, Dinda langsung tertidur pulas.

Hari ketujuh Dinda bangun dengan hati ringan jam menunjukkan pukul 07.30 Dinda tidak mencoba memasak lagi. Ia malah mengerjakan pekerjaan rumahnya mencuci pakaian, menjemur, membersihkan ruang tamu dan mengepel lantai. Tepat pukul sepuluh, ia berangkat menuju tempat kerjanya. Seperti biasa restoran masih kosong ia memandang tempat kerjanya selama dua tahun itu sambil menarik napas panjang.

Lalu, kakinya melangkah ke dapur tempat semua makanan dibuat. Ia tersenyum tipis, kemudian mulai memasak. Selama memasak ia tersenyum bahagia ia tidak peduli hari ini ia akan kehilangan pekerjaannya. Saat ini ia berkonsentrasi dengan masakan buatanya.

mamanya benar ia sudah lama tidak merasa gembira saat memasak. Hari ini ia merasakannya kembali. Hari ini Dinda tidak memasak untuk Farel, ia memasak untuk dirinya sendiri. Setengah jam kemudian, spageti buatannya surah berada di piring dan akan dicicipi oleh bosnya.

"keliatan nya enak," kata Maya dari belakang Dinda.