webnovel

29

Meja kayu penuh coretan type-x dan bangku sandar menjadi alat musik kami. Setiap guru tidak ada, kami memainkan lagu-lagu populer anak-anak dengan memukul-mukul meja sebagai instrumen musik kami. Aku masih asyik terlibat, biarpun di dalam tubuh lima tahunku ada orang berusia tiga puluh empat tahun.

Sebagian lain membuat topeng-topengan dan mengakui dirinya sebagai Jiban. Kami hapal semua undang-undang yang menjadi dasar pekerjaan si polisi robot ini. Ada yang bertindak sebagai Jiban, menyorongkan dompetnya sambil membacakan undang-undang. Ada juga yang bertindak sebagai dua perempuan monster musuhnya yang selalu berjalan mundur ketakutan di setiap kesempatan Jiban membacakan undang-undang.

Layar Emas RCTI menjadi tontonan populer yang merakyat. Ditayangkan setiap hari Rabu pukul delapan malam, tak hanya orang dewasa, anak-anak seusiaku pun menggemarinya. Acara ini biasanya terpotong Dunia Dalam Berita dari pukul sembilan hingga setengah sepuluh. Namun anak-anak akan kesal jika pada pukul setengah sepuluh ternyata juga ditayangkan Laporan Khusus.

Menteri Harmoko dengan ucapan khasnya "menurut petunjuk Bapak Presiden..." menjadi tanda bahwa anak-anak harus melupakan untuk menonton lanjutan Layar Emas.

Di kehidupanku kali ini, nilaiku yang selalu sempurna serta kenyataan bahwa aku menggenggam uang banyak hasil kesuksesan B-250, membuatku diizinkan menonton sampai usai.

Setelah berhasil terbang perdana, kini saatnya B-250 untuk menjalani proses sertifikasi. Proses ini dilakukan dalam rangka menguji apakah B-250 layak diproduksi secara massal. Dengan proses ini, B-250 akan diuji apakah bisa memenuhi 1700 jam terbang.

B-250 akan mencicil jam terbangnya hingga mencapai 1700. Pesawat ini akan diuji terbang setiap hari, sehingga dalam waktu kurang dari dua tahun, ia akan mendapatkan sertifikat laik terbang dari federasi penerbangan Amerika (FAA).

Setelah itu, Boeing akan memproduksi massal pesawatku. Ketika itulah aliran pendapatan kami akan mulai terisi dengan bilangan jutaan dolar Amerika. Aku tidak sabar menantikan hal tersebut. Semua perkembangan selalu dikabarkan kepada kami.

Kunantikan keberhasilan kami tersebut sambil menikmati kekuasaanku di sekolah. Semua hal yang dianggap luar biasa bagi anak-anak di zamanku telah kulakukan. Tentu dapat diduga, aku menjadi bintang karenanya.

Salah satu hal lain yang dianggap keren bagi anak-anak sekelasku adalah sebuah jalan pulang yang disebut dengan "jalan rahasia". Sebenarnya itu hanya jalan memotong yang menghindarkan kami semua dari jalan raya, dan harus melewati perkebunan dan sungai.

Pada tahun 2020, kebun-kebun yang biasa kami lewati ini telah diratakan dengan tanah dan menjadi perumahan.

Di siklus pertamaku, Rendy dan Gacok menjadi orang-orang yang seolah memiliki hak atas jalan rahasia ini. Mereka mengklaim diri mereka sebagai penemunya. Setiap pulang sekolah, mereka menjadi pemimpin rombongan dan menentukan siapa yang boleh ikut dan tidak untuk pulang melewati jalan rahasia.

Anak yang bermasalah dengan mereka tidak diizinkan ikut. Jika anak tersebut memaksa ikut, mereka mengancam akan meninggalkannya di tengah jalan rahasia agar tersesat selamanya.

Tidak kali ini.

Aku telah mengumumkan keberadaan jalan rahasia jauh sebelum mereka. Sebagai orang yang disegani, semua menurut kepadaku. Wibawaku semakin tinggi saat kupimpin mereka melewati jalan rahasia ini, yang berkelok-kelok dan harus menyeberangi pematang sawah. Menurutku jalan rahasia malah membuat jarak yang kami tempuh lebih jauh dibandingkan jalanan normal.

Yang penting adalah semua kekuasaan mereka kini ada di tanganku.

Terlebih lagi aku menemukan suatu hal yang di luar dugaan, yaitu si penjual siomay yang biasa berdagang di sekolah. Baru kuingat bahwa penjual siomay ini hanya berdagang dua pekan di awal tahun ajaran. Setelah itu ia berdagang yang lain, memasang meja di sebuah area dekat kelas, dan menjajakan jajanan warung.

Jalan rahasia ternyata melewati rumahnya. Sore itu kudapati dia membawa gerobak siomaynya, memasuki suatu rumah khas rumah perkampungan. Ia menemui orang yang kupikir pemilik rumah itu, mengucapkan terima kasih, lalu pergi. Ia berjalan beberapa puluh meter dan masuk ke sebuah rumah. Sepertinya itu memang rumahnya.

"Mang, kok jualan siomaynya nggak dilanjut?" tanyaku dengan lagak polos, esok harinya.

"Oooh, gerobaknya bukan punya mamang. Mamang paling pake kalo yang punya lagi pulang kampung. Habis itu emang balikin,"

"Lho, kenapa nggak pake gerobak sendiri, Mang?"

"Wah, emang nggak sanggup belinya. Gerobak satunya bisa lima ratus ribu. Belum kompor sama modal lainnya,"

"Oh gitu ya Mang," hanya itu tanggapanku.

Aku ingat bahwa pihak Boeing memberi Papa hadiah sebesar dua juta dolar Amerika sebagai bonus keberhasilan pesawat B-250 terbang perdana. Setengahnya diberikan untukku, tapi kusimpan di rekening Mama.

Sehingga sesuai rencanaku, beberapa pekan kemudian, si pedagang siomay yang tadi kuceritakan telah kembali berjualan siomay. Tentu saja dengan gerobak baru yang mengkilap, juga kompor dan fasilitas serta modal berjualan yang lengkap. Tidak banyak yang tahu apa yang telah terjadi. Yang jelas ia tidak akan berjualan hanya di dua pekan pertama tahun ajaran, tapi selama yang ia mampu.

Aku berbaring, tersenyum-senyum sendiri. Aku tahu bahwa di suatu pagi si Mang mendapati sebuah amplop berwarna coklat di pintu rumahnya, berisi uang sejumlah tiga juta rupiah, beserta sebuah pesan.

"Ini dari sahabatmu, belilah gerobak dan apa yang kau perlukan. Berdaganglah, gunakan semuanya untuk modal. Siomaymu sangat lezat."