webnovel

Kabar Buruk

Selepas Deon dan Lia pulang, mereka langsung mandi dan bersiap untuk makan malam. Hari ini, Deon memasakkan steak wagyu yang sempat ia beli di pusat kota. Daging di tempat ia beli itu sudah terjami higienis dan enak.

Deon juga tak lupa memasak kentang goreng sebagai teman makan bersama steak tersebut. Deon memang handal soal memasak, jadi Lia tak akan ragu dengan hasil masakannya yang selalu sempurna di lidahnya.

"Lia, cepatlah makan! Nanti keburu dingin dagingnya!" seru Deon memanggil Lia yang masih mengenakan pakaian.

"Sebentar kak, aku akan segera kesana!" sahut Lia.

Deon pun menyiapkan sajian makanan yang lain. Hari ini, ia memasak steak dan kentang goreng ditemani spagetti carbonara. Perpaduan makanan yang sangat sempurna.

Ia juga menyiapkan soda untuk minum mereka. Malam ini akan menjadi makan malam mereka yang sempurna sekali. Sepertinya, Deon seolah mengajak Lia untuk berkencan haha!

"I'm coming!!' seru Lia keluar dari kamarnya.

Deon tersenyum senang melihat adiknya yang sangat bersemangat itu. Lia pun langsung duduk di kursi meja makan. Namun, matanya langsung terpaku kala melihat steak wagyu yang baru selesai Deon masakkan untuknya.

"Lia, kenapa diam? Ada masalah ya sama steaknya?" tanya Deon cemas.

"Aku.. Tidak mau makan daging ini.. Aku.." ucapan Lia menggantung. Membuat Deon benar-benar bingung.

"Why? Bukannya kamu sangat suka dengan steak?" tanya Deon bingung. Lia pun mengangguk dengan polosnya.

"Lalu, kenapa kamu tak mau memakannya? Apakah masakanku sudah tidak enak lagi, ya?" tanya Deon merasa sedih.

Lia langsung menatap kakaknya dan berharap kakaknya mengerti. Namun, itu tak akan terjadi jika ia tak mengatakannya pada Deon.

"Aku masih kepikiran soal Beni. Malam itu, dia..." ucapannya langsung dipotong oleh Deon yang kemudian memotong daging steak itu dan menyuapinya.

"Cobalah, jika rasanya berbeda dengan wagyu biasanya. Kau bisa membuangnya," ucap Deon menyodorkan sepotong wagyu kepada Lia.

Lia menatap ragu Deon, namun Deon menyuruh Lia untuk memakannya. Dengan berat hati, Lia memasukkan daging itu ke dalam mulutnya.

Hey? Ini tak buruk. Ini sama seperti daging wagyu yang biasa ia makan. Tidak ada yang berubah sama sekali. Bahkan rasanya sangat enak karena Deon memasaknya dengan sempurna dan bumbunya meresap sampai ke dalam.

"Bagaimana?" tanya Deon memastikan. Lia kemudian tersenyum senang, ia langsung melahap wagyu dan kentang gorengnya dengan penuh rasa puas.

Sepertinya, Lia hanya terbayang-bayang soal malam mengerikan itu. Tak mungkin jika ia memakan daging paman dan bibinya bukan? Ah, memang pikiran itu membuatnya gila sekarang.

Deon tersenyum melihat Lia yang mau memakan steak buatannya sekarang. Jujur saja, Deon benar-benar penasaran dengan apa yang Lia lihat malam itu. Belum ia juga kepikiran soal ucapan kak Lim tadi siang.

Semuanya benar-benar aneh. Mulai dari malam mengerikan membuat Lia seperti orang gila, paman dan bibi yang tiba-tiba pergi, Beni yang menghilang, Lim yang menyebarkan rumor. Ini benar-benar membuat kepalanya pusing. Tapi, ia senang setidaknya Lia sudah membaik sekarang.

"Kak, kapan ayah dan ibu akan pulang? Apakah mereka akan lama di kota?" tanya Lia. Ia benar-benar merindukan orang tuanya walau mereka selalu bertingkah toxic pada mereka.

"Entahlah, kita hanya bisa menunggu," jelas Deon. Lia menarik napasnya, ayah dan ibunya terlalu sibuk dengan dunianya.

***

Pagi hari yang cerah harusnya ditemani dengan kabar-kabar yang gembira. Namun, baru saja Deon terbangun. Ia mendengar riuh dari tetangga depan rumahnya yang kebetulan bersebelahan dengan rumah Beni yang dulu.

Deon mengucek matanya perlahan kemudian menatap banyak sekali tetangga yang datang kesana. Ia mengenal mereka, mereka adalah keluarga James. James cukup dengan ayahnya, dan istrinya bernama Angeline sempat menjodohkan Deon dengan anak gadis perempuannya yang berbeda sekolah dengannya. Namanya Jola.

Deon penasaran karena ia melihat Angeline dan Jola menangis histeris di rumahnya. Bahkan banyak tetangga yang tampak ngilu dengan pemandangan di pagi hari itu.

Deon pun langsung bergegas pergi kesana. Ia benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi disana. Ini pasti sangat serius sekali.

"Ayah!! Huhuhu!!" teriak Jola merasa tak terima dengan keadaan yang menimpanya.

Deon langsung menemui Lim yang ternyata sudah ada disana dan menatapnya dengan penuh iba.

"Kak Lim, ada apa?" tanya Deon pada Lim.

Lim menggeleng, dan mengisyaratkan Deon untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Deon pun bergegas masuk ke dalam rumah Jola. Dan... Damn!

Ia melihat kepala James disana dengan cucuran darah yang mengalir lengket di ruang tamu rumah itu. Ya, hanya kepala. Sisa tubuhnya entah pergi kemana. Shit! Pagi-pagi Deon langsung ingin muntah dengan melihat darah yang sangat bau anyir itu.

Deon bergegas keluar sebab ia tak bisa banyak melihat darah. Entah apa yang terjadi, tapi benar ini membuatnya merasa gila sekarang.

Deon langsung menghampiri Lim. Lim pun langsung memegangi Deon yang melemas. Ia kemudian mengajak Deon duduk dan memberikannya minum.

"Shit! Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana bisa..?" tanya Deon tak percaya.

"Entahlah apa yang menimpa kepada pak James. Tapi, aku turut berduka dengan Jola dan Ibu Angeline. Mereka pasti tertekan dengan keadaan ini," sahut Lim.

"Ini pembunuhan! Bahkan korban dimutilasi dengan hanya meninggalkan kepalanya saja? Apakah dia gila? Bagaimana mungkin aku tak tahu kejadiannya sedangkan aku adalah tetangganya?!" tanya Deon kesal.

"Hey, sabar bung! Aku tahu, tapi kita tak bisa menuduh siapa-siapa. Mereka juga menemukan James seperti itu pagi tadi. Akhir-akhir ini, memang banyak sekali kejadian aneh semenjak kepergian sepupu anehmu itu," ucap Lim membuat Deon menatapnya nyalang.

"Maksudmu? Apa kau masih akan menyalahkan dia bahkan setelah dia tidak disini lagi?! Apa kau tahu kenapa ia pergi? Dia tertekan dengan perilaku kalian!" tukas Deon.

"Hey, aku tak menuduhnya melakukan ini! Tapi, memang benar selepas ia pergi semuanya banyak hal aneh! Aku tak menuduh sepupumu pelakunya!" jelas Lim.

"Lalu, apa maksud dari perkataanmu itu?" tanya Deon dingin.

Lim terdiam, sepertinya ia salah bicara tadi. Tak seharusnya ia berkata buruk soal Beni di hadapan Deon yang notabenenya adalah saudaranya dan Deon cukup dekat dengan Beni dulu.

"Maaf, aku tak bermaksud lancang seperti itu. Sepertinya ini berlebihan," cicit Lim.

"Lupakan. Apa mereka sudah melapor polisi?" tanya Deon dan dijawab Lim dengan anggukan.

Deon menjambak rambutnya. Pembunuhan pertama terjadi di depan rumahnya tanpa diketahui siapapun sama sekali. Ini benar-benar aneh, Lia juga melihat banyak kejadian aneh yang membuat Deon gusar. Tidak, ini bukan Beni. Bukan Beni pelakunya, Deon yakin sekali Beni tidak akan sejahat itu.